Selasa, 10 April 2012

[PUISI] Kabut Pekat

Ah, hujan. Halus memotong sinar-sinar lampu jalanan. Bertaburan rata, namun tak terlalu keras tikam menikam. Damai, mungkin.

Tapi aku lupa. Tak sempat kusampaikan salam untuk senja yang tenggelam lebih awal. Hujan membuat kami sama-sama lena. Senja (mungkin) tiada ambil peduli. Aku kebat-kebit dipagut ragu. Apa esok masi punyaku?

Hujan ini sungguh semarak. Lembut. Dan melembutkan segala pandang yang teradu disela ia. Pulangnya pun masi jua bawa pelangi. Indah melingkar-lingkar cemerlang. Penuh guci-guci emas di kedua ujung.

Sejauh apa sih, kilau paket ini? Selesai kedipku, selesai pula ajaibnya. Lekat kakiku sepanjang gelap. Kupikir aku yang buta, ternyata ini cuma malam. Kendur satu-satu tumpukan jemu.

Dan.
Lupa terlanjur menggandengku. Kujemput matahari dalam harap sunyi. Hujan masih sehalus jarum.

Kecewa. Pagi. Kau disana. Berdiri didepan cahaya. Merangkul sisa-sisa udara. Ingatkan aku untuk mengambil nafas. Tolong.

Pekat. Tiada gelap. Kabut meraja sisa hujan halus di indah hari lalu. Tak kutemu senjaku. Aku menghilang di punggungnya.

::senja datang pergi berkali-kali, keretanya tak butuh stasiun. tak jua senja butuh. penikmat yang kini tersembunyi pekat kabut. pemberian hujan halus di indah hari lalu.::

Tidak ada komentar:

Posting Komentar