Ah, hujan. Halus memotong sinar-sinar lampu jalanan. Bertaburan rata, namun tak terlalu keras tikam menikam. Damai, mungkin.
Tapi
aku lupa. Tak sempat kusampaikan salam untuk senja yang tenggelam lebih
awal. Hujan membuat kami sama-sama lena. Senja (mungkin) tiada ambil
peduli. Aku kebat-kebit dipagut ragu. Apa esok masi punyaku?
Hujan
ini sungguh semarak. Lembut. Dan melembutkan segala pandang yang teradu
disela ia. Pulangnya pun masi jua bawa pelangi. Indah melingkar-lingkar
cemerlang. Penuh guci-guci emas di kedua ujung.
Sejauh apa sih,
kilau paket ini? Selesai kedipku, selesai pula ajaibnya. Lekat kakiku
sepanjang gelap. Kupikir aku yang buta, ternyata ini cuma malam. Kendur
satu-satu tumpukan jemu.
Dan.
Lupa terlanjur menggandengku. Kujemput matahari dalam harap sunyi. Hujan masih sehalus jarum.
Kecewa. Pagi. Kau disana. Berdiri didepan cahaya. Merangkul sisa-sisa udara. Ingatkan aku untuk mengambil nafas. Tolong.
Pekat. Tiada gelap. Kabut meraja sisa hujan halus di indah hari lalu. Tak kutemu senjaku. Aku menghilang di punggungnya.
::senja
datang pergi berkali-kali, keretanya tak butuh stasiun. tak jua senja
butuh. penikmat yang kini tersembunyi pekat kabut. pemberian hujan halus
di indah hari lalu.::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar