Rabu, 25 September 2013

[fanfic] The Unintended chapter 2

The Unintended chapter 2




Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage, marriage life.

Description: 

Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise. And the best love story is when you fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time - Unknown


Foreword:

Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah permintaan?  


woohoooo, akhirnya setelah sekian lama dan sekian penundaan (huhu maaf ><) saya bisa update juga. eits tapi jangan dikira cuma ini aja, humm sebenarnya serial ini sudah hampir selesai seluruh chapter yang saya rencanakan, tinggal posting sih. jadiiiii mungkin aja nanti bakal ada updating dadakan dan beruntun, tapi bukan langsung hari ini ya kekeke XD
humm dramanya mulai kerasa di chapter ini, tapi yah masih samar-samar gitu deehh, tenang nanti semua juga sampai pada klimaks dramanya kok, untuk sementara ini nikmati dulu fluffnya ya XDD
Dan seperti yang selalu saya tekankan bahwa kisah ini sama-sekali OC, jadi misalkan ada beberapa idola yang ikut bermain di dalam ceritanya maka dia bermain seperti yang diplotkan oleh author dan bukan sebagai idola seperti yang kita lihat sehari-hari. Owkeeee? :)

Disclaimer: This fict and the story along are mine, but credit for picts are belong to the owner. 
enjoy the update XD

***

“AAAAhhhh..” Hana menghempaskan pantatnya ke sebuah busa besar berbentuk gundukan bangku di salah satu sudut cafe mereka, ini tempat kesukaannya yang dia desain sendiri.
“Aku sangat merindukan tempat ini..” Hana melipat lututnya sehingga dirinya makin melesak ke dalam bangku busa tersebut.



Damn, woman. Lindungi dirimu sendiri” Soohyun melemparkan jaketnya asal hingga menutupi wajah Hana.
“Aku sedang beramal tau, beramal. Harusnya kau mensyukurinya..” Hana terkekeh sambil meraih jaket tersebut dan menggunakannya untuk menutupi roknya saat dia melipat lutut. “Lagipula kau harusnya melemparnya ke arah pahaku, bukan ke arah wajahku. Dasar pria~” gerutu Hana. Soohyun ikut tertawa.
 “Jadi bagaimana rasanya menjadi seorang istri?”
Hana terdiam sejenak saat mendengar pertanyaan Soohyun.
“Entahlah, aku baru dua hari menjadi istrinya. Aku tak bisa menilainya secepat itu..” Hana menjawab pelan sembari memainkan cincin yang ada di jarinya. “Tapi tidakkah kau pikir cincin ini sangat cantik, Oppa? Aku bisa memakainya saat sedang santai maupun saat sedang di kantor karena desainnya sangat elegan..”
“Tapi kau tak bisa memakainya dengan semua gaun-gaun pesta koleksimu..” sahut Soohyun serius sambil meminum tehnya.
“Kau adalah orang aneh yang paling aneh yang aku kenal, kita menjual kopi di sini tapi kau selalu meminum teh..” Hana memperhatikan Soohyun dengan pandangan mencela.
“Wae? Aku membuat tehku sendiri, bukan menyuruhmu. Lagipula ini ocha, bisa menenangkan pikiran dan mengurangi zat-zat racun dalam tubuh, kau harus mencobanya sesekali..” Soohyun menjelaskannya dengan panjang lebar.
Yuck.. kau sudah pernah membuatku mencobanya sekali saat kita main truth or dare dan rasanya sepat.. aku heran kenapa kau bisa tahan rasanya..”
Soohyun melipat tangannya di belakang kepala dan bersandar ke sofa sudut yang dia duduki, berseberangan dengan bangku busa Hana.
“Kau tau, kadang-kadang kita butuh sedikit rasa lain untuk bisa menikmati setiap tetes rasa manis yang kita punyai.” Jawab Soohyun berwibawa.
“Oh, lupakan jika aku pernah menanyakannya..” Hana memutar bola matanya. “Ngomong-ngomong, kau benar, cincin ini tak cocok dengan semua gaun pestaku, kau harus mengajakku belanja dan beli gaun baru..” Hana nyengir tanpa malu-malu.
“Kau gila? Kau kan sudah punya suami, berhenti menjadi benalu padaku.. kau tau gaji guru SMA itu hanya cukup untuk pria lajang hidup sendirian” Soohyun menyahut singkat sambil mengerutkan keningnya, sedikit kesal.
Hana meluruskan kaki kirinya dan mencubit pinggang Soohyun dengan ibu jari dan telunjuk kaki, “Setidaknya anggap yang kali ini sebagai kado pernikahanku, ayolaaah..” Hana merengek, kakinya tak berhenti mencubit setiap bagian tubuh Soohyun yang terjangkau oleh kakinya.
Soohyun menggelinjang kegelian, “Hentikan, Hana.. atau aku akan memuntir pergelangan kakimu hingga terkilir.. hahaha tolong hentikannnn..”
“Ayoooh, berikan aku kado pernikahan..  Oppa macam apa kalian itu, adik satu-satunya menikah tapi sama sekali tak memberi kado” Hana masih ngotot sambil menendang, mencubit dan mecolek Soohyun dengan kaki.
Tawa mereka baru terhenti saat Soohyun memegang kedua kaki Hana dengan keras. “Kubilang berhenti Ahn Hana..”
Hana mengerang, “Jangan memanggilku begitu.. nama itu terdengar jelek, anggap saja aku masih Jung Hana.”
Soohyun terkekeh, “Hei, itukan nama akhir suamimu sendiri, kau harus memakainya mau atau tidak mau.” Soohyun bangkit dari tempat duduknya lalu pindah ke sisi tempat Hana duduk.
“Pergi dari sini, busa ini bisa gepeng jika diduduki dua orang” Hana mendorong Soohyun, tapi Soohyun justru merangkul kepala Hana dan mencubit hidungnya.
“Segitu bencinya kah kau dengan suamimu hingga tak mau berpindah nama belakangnya dan pergi bulan madu dengannya?”
“AAA sakiitt..” Hana berusaha melepas cubitan Soohyun pada hidungnya. “Aku tidak membencinya, aku hanya tak suka nama belakangnya, jelek jika dipadukan dengan namaku, akan lebih baik jika dia memakai marga Moon seperti Joowon oppa” Hana mengelus hidungnya yang perih karena cubitan Soohyun, bibirnya mengerucut sebal.
“Dan kami tak ada rencana bulan madu, buang-buang duit saja..” lanjut Hana.
“Apa?! Lalu bagaimana nasibnya paket bulan madu yang Joowon hyung dan aku berikan padanya?” Soohyun benar-benar terlihat terkejut.
“Apa maksudmu?” Hana mendongak ke arah Soohyun yang masih menyesaki tempat duduknya. “Paket bulan madu apa?” keningnya berkerut penasaran.
Soohyun memegang pundak Hana dan memaksanya untuk menatap kearah Soohyun penuh. “Entah mengapa aku punya firasat buruk tentang ini..” gumamnya tapi dia buru-buru melanjutkan dengan serius.
“Aku memang tak memberimu kado pernikahan dalam bentuk barang, tapi aku dan Joowon hyung sepakat mengumpulkan tabungan kami berdua untuk membelikanmu satu paket bulan madu ke Paris.”
Hana terbelalak, “Kau bohong!” raut mukanya menyaratkan rasa tidak percaya yang sangat kuat.
“Aku bersungguh-sungguh, kami memberikan sendiri amplop berisi tiket dan semuanya ke tangan Jaehyun sesaat sebelum resepsi pernikahan kalian. Saat itu Jaehyun berniat membuka isinya tapi Joowon memaksa kakaknya tersebut untuk membukanya bersamamu di rumah baru kalian, apa dia tidak bilang?” Ungkap Soohyun serius.
Hana hanya terdiam, mulutnya masih melongo dan tatapannya penuh rasa terkejut dan tak percaya..
“Oppa, aku tau Jaehyun Oppa tak mungkin menipuku dengan memakai paket bulan madu itu dengan orang lain atau pun sendirian, tapi aku memikirkan sesuatu yang lain.. ” Hana menatap mata Soohyun dengan penuh horor, “Apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?”
Kini giliran Soohyun yang membelalakan matanya, “andwae.. andwae.. itu tak mungkin..” suaranya hilang di ujung kalimat membayangkan hal paling buruk dari yang terburuk yang bisa dia pikirkan saat itu.

***
“Mana Hana?”
Joowon melepas topi dan apron yang dia kenakan sebelum merebahkan dirinya setengah berbaring di sofa. Soohyun masih terduduk sambil termangu di tempat dirinya dan Hana duduk tadi, tangannya memegang handphone namun tatapannya kosong dan sedikit syok.
“Kau kenapa, Soohyun-ah?” Joowon mengangkat kepalanya dan menyangga dengan satu tangan sambil menghadap ke arah Soohyun.
“Yah, Kim Soohyun!!” Joowon sedikit membentak karena Soohyun tak menjawab pertanyaannya pun seolah tak menyadari kehadirannya.
Perlahan bibir soohyun bergerak, tatapannya menemukan mata Joowon yang penasaran.
“Hyung, apa kita harus membunuh suami Hana.. kakakmu itu?” Soohyun bertanya dengan nada yang seolah masih mengambang antara sadar dan tidak.
Joowon menautkan alisnya, lalu mengubah posisinya menjadi duduk. “Ada apa dengan Jaehyun hyung? Apa dia menyakiti Hana? Apa Hana baik-baik saja?” tiba-tiba sorot mata Joowon penuh rasa panik, dia bangkit dan merebut handphone dari tangan Soohyun. Saat tangannya sedang mengetik nomor yang akan dia hubungi, Soohyun mendongak kearahnya dengan tatapan sedih dan mata berkaca-kaca.
“Kita telah melakukan hal yang sia-sia dengan memberi mereka paket bulan madu..” Soohyun tak melanjutkan kalimatnya. Joowon menghentikan gerakan tangannya yang siap-siap hendak menelepon.
“Kenapa memangnya?”
“Hyung.. tabungan kita hyung.. aku bisa membayar cicilan mobil baru dengan uang itu.. dan kakakmu.. kakakmu menghancurkan semuanya” Soohyun berkata terbata-bata, lalu mengacak rambutnya sendiri frustasi “Amplop dan isinya hancur karena Jaehyun mengirim tuxedo yang dia kenakan selepas resepsi ke laundry AAAAARRGGGHHHH!! Aku bisa gila hyuuunggg... uangkuuuu...!!!” Soohyun mengeluh dengan pilu sambil tak bentu-hentinya mengacak rambut dan sesekali menendang meja di depannya dengan penuh rasa jengkel.
Joowon membeku, telinganya mencerna apa yang Soohyun keluhkan sedikit lebih lama dari yang harusnya diperlukan “Kau bilang apa??”
Soohyun berhenti mengacak rambut dan melampiaskan tantrum, lalu menatap mata Joowon, dia terlihat lemas.
“Mereka benar-benar jodoh, bukan?” ucap Soohyun sarkatis lalu semakin melesakkan punggungnya ke lekukan bangku busa yang dia duduki, seolah ingin menenggelamkan diri ke dalamnya.
“Apa.. apa ini artinya.. artinya peristiwa musnahnya uang wisata kita ke Maldive itu terulang lagi, Soohyun-ah?” Joowon yang masih membeku terlihat memaksakan diri untuk bicara, pelan dan seolah tak stabil nada suaranya.
Soohyun hanya melenguh, kembali frustasi.
“Mereka benar-benar, benar-benar, jodoh yang sebenar-benarnya.. daebakkkk...” Soohyun masih saja berucap dengan penuh sarkatis.
“U-UUANGKUUUUUUUU~!!!”
Soohyun hanya melirik ke arah Joowon yang sekarang histeris dan berjalan mondar-mandir di dalam ruangan tersebut lalu kembali menenggelamkan dirinya, meratapi kesialannya dalam gerutuan pelan karena seruan Joowon sudah menenggelamkan semua suara di sekitarnya.

***
Hana melongo di pantry, Jaehyun juga. Tangan Hana masih memegang handphone yang dia gunakan untuk menghubungi Soohyun barusan. Suasana hening, tapi hening yang sedikit seram.
“Eottohkae?”
Perlahan bibir Hana bergerak, matanya masih saja kosong. Jaehyun masih diam. Hana mengerlingkan mata ke arahnya,  lalu turun dari tempatnya nangkring di atas tepian wastafel. Dia berjalan ke arah Jaehyun yang masih saja tenggelam dalam pikirannya sendiri, lalu menyentuh lengan suaminya tersebut.
“Oppa, apa yang harus kita lakukan?”
Jaehyun seolah tersadar dengan pertanyaan Hana, lalu memandang tepat ke mata Hana.
“Bukan kita, tapi aku. Tentu saja aku harus meminta maaf kepada mereka. Dengan apa kita harus meminta maaf? Sepertinya ucapan saja tak akan mampu mengganti semua itu.” Berbeda dengan raut wajahnya yang tegang, suara Jaehyun terdengar sangat tenang.
Hana mendesah, “Berhentilah menanggung semuanya sendiri, kau sudah punya istri sekarang. Lagipula itu kan kado pernikahan kita.” Sahut Hana, wajahnya sedikit kesal karena rasanya Jaehyun membuangnya dari figura pernikahan mereka yang baru berumur beberapa hari.
“Tapi kan ini kesalahanku.. aku yang teledor dan..”
Cut it off, we’re doing this together. Kita akan meminta maaf kepada mereka.. Hana memotong sanggahan Jaehyun lalu menarik tangannya berdiri untuk pergi ke café milik Joowon.
Perjalanan menuju café terasa sangat lengang. Tak ada suara apapun selain deru mobil di luar mobil mereka. Hana tak tau apa yang ada di pikiran Jaehyun, tapi pikirannya sendiri terasa penuh dengan kekhawatiran hendak memasang wajah apa nanti dia di depan Joowon. Memang semenjak pernikahan itu, Hana belum pernah bertemu dengan Joowon lagi. Lagi pula ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya untuk bertemu dengan Joowon. Pertengkaran terakhir mereka sebelum Hana menikah…
Hana sedang terlentang di kasurnya, memandangi langit-langit kamarnya yang penuh dengan wallpaper bermotif bintang yang bisa menyala dalam gelap. Dia mendesah sekali. Kepalanya terasa sangat pusing. Segalanya terasa sangat berat.
Akhirnya dia akan menikah. Akhirnya dia akan menjadi menantu Nyonya Moon, tapi bukan untuk menjadi istri Joowon.
Hana mendesah lagi, kali ini nadanya pilu..
Siapa yang tau jika ternyata Nyonya Moon akan mengambilnya sebagai menantu untuk anak sulungnya, kakak tiri dari Joowon? Siapa yang tau jika kebahagiaan Hana beberapa hari ini terasa semu dalam sekejab, seolah ada lubang kehampaan yang menyedot semua gelembung bahagianya hingga tandas tak tersisa.
Apa yang harus Hana lakukan?
Melarikan diri?
Menolak pernikahan ini di saat-saat terakhir?
Hana tak bisa… entahlah.. dirinya memang tak mau, tapi untuk menolak semuanya juga tak sanggup.
Lalu apa tanggapan Joowon? Pria itu terlihat bahagia, sangat bahagia, dan itu menyakitkan. Apa lagi yang bisa kau harapkan dari seseorang yang selama ini kau cintai setengah mati tapi justru bahagia saat melihatmu hendak jadi milik orang lain selain dirinya? Perih jenderal!
Hana berguling di atas tempat tidurnya, rasa-rasanya jalan menuju masa depannya sangat gelap, tak pernah terbayang di matanya dia akan menikah dengan orang yang bukan Joowon, pria yang dia cintai.
Tuk!
Hana tersentak, ada yang melempar sesuatu ke jendela kamarnya.
Tuk!
Sekali lagi terdengar suara yang sama.
Kali ini Hana bangkit dari posisi berbaringnya, lalu berjalan menuju ke sumber suara, jendela kamarnya. Disibaknya tirai, lalu terlihat olehnya sesuatu yang membuat darahnya terpompa lebih cepat.
Joowon ada di sana, melambaikan tangan dengan heboh sembari tersenyum lebar.
Seperti seseorang yang melihat harapan, Hana sedikit tergesa membuka jendela kamarnya, namun Joowon memberinya isyarat untuk diam dan memelankan suaranya.
“Apa kau bisa keluar melalui jendela? Aku akan menculikmu malam ini”
Joowon berbisik agak keras namun masih dalam taraf jangkauan dengarnya saja. Hana mengangguk menyanggupi, lalu dibantu Joowon dia berusaha membuka jendela kamarnya lebih lebar untuk keluar lewat sana.
Saat di hari-hari biasa mungkin kejadian ini akan membuatnya merengek dan mengeluh, namun jika dikaitkan dengan peristiwa yang akan dia jalani besok pagi dan posisi Joowon di matanya, kejadian seperti ini seolah membuat adrenalinnya terpacu. Seolah Joowon sengaja memberinya harapan.
“Kemana kau akan membawaku?” bisik Hana sembari mengikuti langkah Joowon menuju mobilnya yang terparkir tepat di depan pintu masuk halaman rumahnya.
Joowon hanya mengerling dan melajukan mobilnya dalam diam dengan penuh senyum misteri.
“kau akan menghabiskan malam terakhirmu menjadi wanita lajang dengan cara yang tak pernah kakakku bayangkan, Hana” Joowon terkekeh, namun nada bicaranya penuh rahasia dan teka-teki. Hana hanya mengerutkan kening, namun setengah hatinya merasa ragu dan sedikit ngeri, menduga-duga apa yang kira-kira akan disiapkan oleh Joowon.
Tak berapa lama kemudian...
“Apa seperti ini biasanya pesta lajang..”cetus Hana, dirinya saat ini sedang terlentang di atap ruko milik joowon dan memandang ke langit penuh bintang sementara Joowon dan Soohyun ikut berbaring di sisi kanan dan kirinya, memandangi langit berbintang yang sama.
Soohyun terkekeh, “Tidak, calon pengantin lainnya menghabiskan bachelorette party mereka dengan mabuk-mabukan dan pamer gaun pesta..”
Hana menoleh ke kiri, ke arah Soohyun berbaring di sisinya, “Bagaimana kau bisa tau? aku curiga, jangan-jangan kau pernah mengikuti pesta macam itu..” tanya hana penasaran, joowon meledak dalam tawa.
“kau lupa ya, siapa yang sedang bersama kita saat ini.. Don Juan kelas kakap nona..”Joowon masih tertawa sembari menimpali pertanyaan hana, Soohyun hanya nyengir.
Hana juga ikut tertawa, tapi di ujung tawanya terdengar sangat pahit.
“jadi.. besok aku akan menikah..” pelan Hana mencetus, nada suaranya terdengar mengambang seolah masih tak yakin.
Joowon dan Soohyun menanggapinya lain, mereka berdua mengira jika Hana terharu akan pernikahannya yang segera akan dia jalani. Dengan perasaan sayang ala kakak mereka berdua memeluk hangat Hana dari kedua sisi, berusaha menenangkan.
“Semuanya akan berjalan lancar, tenang saja..” bisik Joowon, dia menenggelamkan kepalanya di bahu Hana.
Hana tertawa kering mendengar bagaimana Joowon berusaha menyemangati dirinya, “Oppa, tak bisakah jika kau saja yang menikah denganku besok?” Hana menolehkan kepalanya ke arah Joowon dengan pandangan putus asa. Dia bisa merasakan respon badan Joowon yang masih memeluknya kaku sejenak lalu kembali seperti biasa. Soohyun pun menghentikan gerakannya yang sedang mengusap-usap rambut Hana. Suasana berubah canggung.
Joowon tak menjawab tapi balas menatap tepat di mata Hana dengan tajam, lalu memutuskan untuk bangun dari posisi tiduran mereka. Saat Joowon hendak berdiri dari duduknya, Hana mencengkeram pergelangan tangan Joowon.
“Oppa..”
“Kita sudah membicarakan hal ini ratusan kali, Hana. Dan jawabanku masih sama seperti terakhir kali saat kau mendengarnya, itu tak akan terjadi. Berhentilah bermimpi yang mustahil..” Joowon mengibaskan tangannya dari cengkeraman Hana lalu berdiri dan menuju balkon atap, memandang lalu-lalang kendaraan dan orang yang ada di bawahnya.



“Ini tak akan mustahil jika kau mau mencobanya, Oppa. Ini hanya butuh tindakanmu, lalu sisanya bisa kita atasi..” Hana masih mencoba untuk bersikukuh dengan caranya sendiri.
Joowon membalikan badan dengan sedikit frustasi, “Bangunlah Hana, selama ini kau tinggal di mana? Kau mau aku mengecewakan ibuku? Kalau begitu kau tak benar-benar mengenalku..”
“Lalu apa kau pikir kau mengenalku?!” bantah Hana cepat, “Siapa aku selain Hana yang kau anggap adik kecil? apa yang ku inginkan? apa yang menjadi mimpiku? Apa kau tau itu??!” nada Suara Hana meninggi oleh emosi. Joowon memandang Hana dengan ekspresi lelah.
“Aku terlalu mengenalmu, sehingga karena seluruh pertanyaan itu aku tak akan pernah bisa mencintaimu sebagai seseorang yang akan menjadi pasangan hidupku. Kau adikku, sahabatku, apa kau tak bisa melihatnya?” sahut Joowon pelan, ada nada pahit yang terdengar. Soohyun yang sedari tadi hanya terdiam, merasakan sesuatu yang dingin mengalir di sana.
“Kau yang tak bisa melihat. Aku selalu melihatnya, cinta itu ada di sana, kau saja yang tak mau mengakui!” Hana menukas pedas.
Joowon tersenyum, tapi bukan senyum yang membuat hati hangat, karena kalimat selanjutnya penuh dengan pisau-pisau tajam. “Aku tak pernah tau jika selama ini kau terlalu buta untuk bisa melihat mimpi di mana kau berada, berhentilah menari di mimpi yang salah, kau hanya akan terkilir dan jatuh”
Lalu pertahanan Hana pun runtuh, dengan sisa-sisa harga dirinya setelah memohon-mohon kepada Joowon tadi, Hana meninggalkan tempat tersebut penuh luka berdarah. Tidak, dia tidak menangis, tapi luka di dalam yang dia rasakan lebih pedih dari sekedar luka yang bisa ditangisi.
“Kita sudah sampai, Hana..”
Suara Jaehyun menyadarkan Hana dari lamunan, setengah tergeragap Hana menatap mata Jaehyun. Dengan segenap permohonannya yang tak terucap, tatapan itu dimaksudkan untuk meminta perlindungan dan dukungan. Mungkin Jaehyun tak tau, tapi ada lebih dari sekedar permintaan maaf yang akan mereka lakukan di sana, di tempat yang ada Joowon. Sumber segala sakit dan bahagia Hana. Dan Hana meminta perlindungan  Jaehyun, untuk segala nafas dan detak jantung yang mungkin kan bertindak lain hari ini.
Jaehyun meremas tangan Hana pelan, mengisyaratkan jika dirinya ada. Segenap permohonan dan ketakutan Hana tadi telah sampai pada Jaehyun, hanya dengan tatapan. Ingin rasanya Hana memeluk Jaehyun saat itu juga. Tapi tarikan pelan Jaehyun di pergelangan tangannya mengingatkan Hana ada sesuatu yang masih harus mereka selesaikan, terlepas dari keberadaan Jaehyun yang semakin menonjol di matanya. Sembari melangkahkan kaki menuju kafe, Hana menemukan bahwa pernikahan ini bukan hanya sekedar pernikahan karena perjodohan, tapi mungkin akan ada cerita lain di baliknya. Hana mencatat di benaknya untuk berhati-hati di hari esok yang akan dia hadapi bersama Jaehyun. Siapa yang tahu, kan?

***
“Hmm.. dapat tip lagi dari anak-anak kecil itu?”
Jaehyun menolehkan kepalanya menuju arah suara Hana, dia tersenyum dan mengangguk pelan. Tangannya masih sibuk merapikan uang yang tadi sempat diselipkan pengunjung kafe saat dia mengantarkan pesanan, untuk kemudian mencatat dan memasukkan uang tersebut ke kotak kasir.
“Apa kau tau, semenjak kau menjadi karyawan kafe ini omset kita semakin meroket, tapi bukan dari penjualan melainkan dari tip-tip yang bocah-bocah itu selipkan di kantong apronmu?”. Ucapan Hana lebih terdengar sebagai pernyataan dibanding sebuah pertanyaan.
Jaehyun mengangguk menanggapi, tapi masih tak menyahut. Setelah membereskan semuanya ke kotak kasir, dia bersiap-siap hendak melepas apronnya. Kafe telah tutup sejak jam 10 tadi dan punggungnya terasa sangat pegal, yang ingin dia lakukan hanyalah tidur dan meluruskan seluruh otot-ototnya yang kaku.
“Apa saja yang kau lakukan selain mengantarkan pesanan, sehingga bocah-bocah itu bersedia membayarmu lebih besar dari harga minuman yang mereka pesan?” Hana masih mencecar Jaehyun, dia mengikuti Jaehyun menuju tempat loker pegawai di belakang.
Jaehyun terkekeh, “Mungkin mereka membayarku karena aku terlahir ganteng plus bersedia mengantarkan pesanan mereka..”
Hana mengerutkan alisnya, tak setuju.
“Soohyun juga sering menjadi pengantar pesanan ke meja pengunjung, tapi tak mendapat sebanyak kau, dia bahkan bertingkah lebih manis sementara kau selalu bertampang dingin dan memasang ekspresi kaku” desak Hana lebih lanjut.
Jaehyun berhenti dari kesibukannya mengambil baju ganti di lokernya, lalu memandang Hana dengan ekspresi tak percaya..
“Nah, kau tau kan bagaimana caraku menanggapi mereka? Jika mereka mau menyelipkan uang tip di kantong apronku lalu aku mengembalikan karena terlalu banyak, bukankah itu namanya tidak sopan? Berhentilah cemburu, mereka hanya anak-anak SMA..”
“Yah, aku hanya penasaran saja, lagipula kau bisa dicap sebagai om-om genit yang menggoda bocah-bocah dibawah umur.. hey, apa katamu? AKU TIDAK CEMBURU PADA MEREKA!”
Jaehyun tertawa geli, dia menutup lokernya lalu berjalan menuju kamar ganti.
“Kubilang, aku tidak cemburu! Berhentilah tertawa! Kenapa aku harus cemburu padamu, kau hanya suamiku!” Hana ngotot, dia masih membuntuti Jaehyun.
Tawa Jaehyun berhenti tapi dia masih memasang senyum menggoda Hana, “Justru karena aku suamimulah makanya aku maklum jika kau cemburu..”
Hana semakin cemberut, “Apa yang harus ku cemburui, aku kan cintanya sama adikmu, bukan kau!”
Tawa Jaehyun lenyap, Hana sedikit kaget, apa dia telah mengucapkan sesuatu yang seharusnya tak dia ucapkan? Tapi bukan kah jaehyun sudah tau tentang cinta bertepuk sebelah tangannya pada Joowon semenjak hari pertama mereka menjadi suami istri? Jantung Hana berdegup kencang, sedikit takut, dia belum pernah melihat Jaehyun marah. Dan tatapan Jaehyun yang tajam ke arahnya juga tak mengurangi ketakutannya.
“Kenapa kau memandangiku seperti itu?” pelan, pertanyaan Hana terdengar hanya seperti bisikan.
“Kau mau masuk atau tidak?” ucap Jaehyun tiba-tiba.
“Apa?” Hana menatap Jaehyun bingung.
“Dari tadi kau mengikutiku, bukankah kau menungguku untuk berganti baju bersama?” Jaehyun mengangkat sebelah alisnya, pandangannya sedikit menggoda.
Hana memandangi sekitarnya, dia sedang berdiri di depan pintu kamar ganti dengan Jaehyun di dalam kamar tersebut dan memegang daun pintu, bersiap menutupnya. Oh, no! Sedari tadi Hana ternyata mengikuti kemanapun Jaehyun berjalan, seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Muka Hana memerah dengan cepat.
“Dasar pervert!” hardik Hana.
Meskipun dia sudah berusaha kabur secepat ia bisa, namun masih terdengar olehnya tawa Jaehyun dan ucapannya yang terdengar seperti ‘aku berusaha menjadi suami yang baik dengan menawarkannya jika kau malu meminta sendiri’. Hana menutup telinganya, sementara wajahnya terasa menghangat.
“Kau kenapa?”
Di dekat dapur, Hana berpapasan dengan Joowon yang kebingungan karena melihat Hana menutup telinga, wajah memerah dan sedang terburu-buru.
“Apa kau sakit?.. hei kau mau kemana?”
Hana tak menjawab, tapi buru-buru berlalu dan menuju atap, dia butuh udara segar. Setelah permintaan maaf itu, Hana memang masih canggung saat berpapasan dengan Joowon jika mereka hanya berdua. Bukan tentang permintaan maaf, tapi tentang kalimat terahir yang masih mengakar di bekas-bekas luka hatinya. ‘Aku tak pernah tau jika selama ini kau terlalu buta untuk bisa melihat mimpi di mana kau berada, berhentilah menari di mimpi yang salah, kau hanya akan terkilir dan jatuh’. Hubungan mereka memang sudah kembali seperti biasa, tapi tentu saja tak bisa lagi terasa senormal semula kan? Karena peristiwa kado bulan madu yang sia-sia itu, Soohyun dan Joowon menyuruh Jaehyun dan Hana bekerja di kafe, Jaehyun sebagai pengantar pesanan dan Hana sebagai penjaga kasir, kadang juga mereka berdua bergantian. Hana dan Jaehyun hanya akan bekerja full di setiap weekend, well tentu saja itu di luar jatah Hana semula. Jadi bisa dibilang Hana hampir tiap hari menghabiskan sisa sore dan malamnya setelah jam kerja di kantor usai, untuk bekerja di toko. Bukannya Hana hendak protes sih, dia sendiri menyanggupinya dengan antusias, karena itu artinya dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Joowon..uh, dan Soohyun juga.

***
Jaehyun telah selesai berganti baju, dia pun sudah membereskan tas Hana. Dia sangat ingin beristirahat tapi tak menemukan Hana dari tadi, tentu saja dia harus pulang bersama Hana kan? Wanita yang jadi ‘istri’nya itu memang seringkali merepotkan.
“Oh, hyung, kau sudah mau pulang? mana Hana?” Joowon berjalan menuju arah Jaehyun sambil membawa lap yang tadi baru saja selesai dia gunakan untuk mengelap seluruh meja di depan.
“Aku justru ingin menanyakan itu padamu, kau lihat Hana tidak?”
Joowon berpikir sejenak, “terakhir aku lihat sih, dia menuju atap.. tapi hyung, apa Hana sakit? Tadi dia menutup kedua telinganya dengan tangan dan wajahnya memerah, dia juga buru-buru kelihatannya, apa dia demam atau kenapa-kenapa?” tanya Joowon khawatir.
Jaehyun terkekeh teringat obrolan kecilnya dengan Hana tadi. “Kupikir tidak, uh..ya, kami tadi sedikit berbincang mengenai suatu hal, dan sepertinya aku tau apa yang membuatnya bersikap seperti itu..” Jaehyun menjawab yakin, senyum masih betebaran di wajahnya.
Joowon menatap Jaehyun tak percaya.
“Hyung, kau.. kau tertawa?”
Tersentak, Jaehyun memandang ke arah Joowon dengan kaget. Benar, ini tawa pertama Jaehyun di depan Joowon selama mereka menjadi saudara tiri semenjak yang bisa Jaehyun ingat. Kedua kakak beradik itu hanya saling menatap dengan isi pikiran masing-masing, namun semua ujung simpul-simpul itu samar-samar menuju pada satu arah.
Jaehyun menelan gumpalan kelu di tenggorokannya, lalu memalingkan wajahnya dari Joowon, dia berjalan menuju atap untuk memanggil Hana. Joowon memandang kepergian Jaehyun dari hadapannya dengan diam, tatapannya sudah tak sekaget tadi tapi hatinya terasa ada tusukan kecil. Dia meraba-raba kemana semua ini akan membawa mereka. Hana, kemana kau akan membawa persaudaraan kami yang dingin ini? Joowon tiba-tiba risau.


                                              Bersambung.



PS: jangan lupa kasi feedback ya ehehe XD nih saya kasih bonus wajah ganteng Jaehyun dengan tatapan menggoda :p