The Unintended chapter 2
Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage, marriage life.
Description:
Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise. And the best love story is when you fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time - Unknown
Foreword:
Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah permintaan?
woohoooo, akhirnya setelah sekian lama dan sekian penundaan (huhu maaf ><) saya bisa update juga. eits tapi jangan dikira cuma ini aja, humm sebenarnya serial ini sudah hampir selesai seluruh chapter yang saya rencanakan, tinggal posting sih. jadiiiii mungkin aja nanti bakal ada updating dadakan dan beruntun, tapi bukan langsung hari ini ya kekeke XD
humm dramanya mulai kerasa di chapter ini, tapi yah masih samar-samar gitu deehh, tenang nanti semua juga sampai pada klimaks dramanya kok, untuk sementara ini nikmati dulu fluffnya ya XDD
Dan seperti yang selalu saya tekankan bahwa kisah ini sama-sekali OC, jadi misalkan ada beberapa idola yang ikut bermain di dalam ceritanya maka dia bermain seperti yang diplotkan oleh author dan bukan sebagai idola seperti yang kita lihat sehari-hari. Owkeeee? :)
Disclaimer: This fict and the story along are mine, but credit for picts are belong to the owner.
enjoy the update XD
***
“AAAAhhhh..”
Hana menghempaskan pantatnya ke sebuah busa besar berbentuk gundukan bangku di
salah satu sudut cafe mereka, ini tempat kesukaannya yang dia desain sendiri.
“Aku sangat
merindukan tempat ini..” Hana melipat lututnya sehingga dirinya makin melesak
ke dalam bangku busa tersebut.
“Damn, woman. Lindungi dirimu sendiri”
Soohyun melemparkan jaketnya asal hingga menutupi wajah Hana.
“Aku sedang
beramal tau, beramal. Harusnya kau mensyukurinya..” Hana terkekeh sambil meraih
jaket tersebut dan menggunakannya untuk menutupi roknya saat dia melipat lutut.
“Lagipula kau harusnya melemparnya ke arah pahaku, bukan ke arah wajahku. Dasar
pria~” gerutu Hana. Soohyun ikut tertawa.
“Jadi bagaimana rasanya menjadi seorang
istri?”
Hana terdiam
sejenak saat mendengar pertanyaan Soohyun.
“Entahlah,
aku baru dua hari menjadi istrinya. Aku tak bisa menilainya secepat itu..” Hana
menjawab pelan sembari memainkan cincin yang ada di jarinya. “Tapi tidakkah kau
pikir cincin ini sangat cantik, Oppa? Aku bisa memakainya saat sedang santai
maupun saat sedang di kantor karena desainnya sangat elegan..”
“Tapi kau
tak bisa memakainya dengan semua gaun-gaun pesta koleksimu..” sahut Soohyun
serius sambil meminum tehnya.
“Kau adalah
orang aneh yang paling aneh yang aku kenal, kita menjual kopi di sini tapi kau
selalu meminum teh..” Hana memperhatikan Soohyun dengan pandangan mencela.
“Wae? Aku
membuat tehku sendiri, bukan menyuruhmu. Lagipula ini ocha, bisa menenangkan
pikiran dan mengurangi zat-zat racun dalam tubuh, kau harus mencobanya
sesekali..” Soohyun menjelaskannya dengan panjang lebar.
“Yuck.. kau sudah pernah membuatku
mencobanya sekali saat kita main truth or
dare dan rasanya sepat.. aku heran kenapa kau bisa tahan rasanya..”
Soohyun
melipat tangannya di belakang kepala dan bersandar ke sofa sudut yang dia
duduki, berseberangan dengan bangku busa Hana.
“Kau tau,
kadang-kadang kita butuh sedikit rasa lain untuk bisa menikmati setiap tetes
rasa manis yang kita punyai.” Jawab Soohyun berwibawa.
“Oh, lupakan
jika aku pernah menanyakannya..” Hana memutar bola matanya. “Ngomong-ngomong,
kau benar, cincin ini tak cocok dengan semua gaun pestaku, kau harus mengajakku
belanja dan beli gaun baru..” Hana nyengir tanpa malu-malu.
“Kau gila?
Kau kan sudah punya suami, berhenti menjadi benalu padaku.. kau tau gaji guru
SMA itu hanya cukup untuk pria lajang hidup sendirian” Soohyun menyahut singkat
sambil mengerutkan keningnya, sedikit kesal.
Hana
meluruskan kaki kirinya dan mencubit pinggang Soohyun dengan ibu jari dan
telunjuk kaki, “Setidaknya anggap yang kali ini sebagai kado pernikahanku,
ayolaaah..” Hana merengek, kakinya tak berhenti mencubit setiap bagian tubuh
Soohyun yang terjangkau oleh kakinya.
Soohyun
menggelinjang kegelian, “Hentikan, Hana.. atau aku akan memuntir pergelangan
kakimu hingga terkilir.. hahaha tolong hentikannnn..”
“Ayoooh,
berikan aku kado pernikahan.. Oppa macam
apa kalian itu, adik satu-satunya menikah tapi sama sekali tak memberi kado”
Hana masih ngotot sambil menendang, mencubit dan mecolek Soohyun dengan kaki.
Tawa mereka
baru terhenti saat Soohyun memegang kedua kaki Hana dengan keras. “Kubilang
berhenti Ahn Hana..”
Hana
mengerang, “Jangan memanggilku begitu.. nama itu terdengar jelek, anggap saja
aku masih Jung Hana.”
Soohyun
terkekeh, “Hei, itukan nama akhir suamimu sendiri, kau harus memakainya mau
atau tidak mau.” Soohyun bangkit dari tempat duduknya lalu pindah ke sisi
tempat Hana duduk.
“Pergi dari
sini, busa ini bisa gepeng jika diduduki dua orang” Hana mendorong Soohyun,
tapi Soohyun justru merangkul kepala Hana dan mencubit hidungnya.
“Segitu
bencinya kah kau dengan suamimu hingga tak mau berpindah nama belakangnya dan
pergi bulan madu dengannya?”
“AAA
sakiitt..” Hana berusaha melepas cubitan Soohyun pada hidungnya. “Aku tidak
membencinya, aku hanya tak suka nama belakangnya, jelek jika dipadukan dengan
namaku, akan lebih baik jika dia memakai marga Moon seperti Joowon oppa” Hana
mengelus hidungnya yang perih karena cubitan Soohyun, bibirnya mengerucut
sebal.
“Dan kami
tak ada rencana bulan madu, buang-buang duit saja..” lanjut Hana.
“Apa?! Lalu
bagaimana nasibnya paket bulan madu yang Joowon hyung dan aku berikan padanya?”
Soohyun benar-benar terlihat terkejut.
“Apa
maksudmu?” Hana mendongak ke arah Soohyun yang masih menyesaki tempat duduknya.
“Paket bulan madu apa?” keningnya berkerut penasaran.
Soohyun
memegang pundak Hana dan memaksanya untuk menatap kearah Soohyun penuh. “Entah
mengapa aku punya firasat buruk tentang ini..” gumamnya tapi dia buru-buru
melanjutkan dengan serius.
“Aku memang tak
memberimu kado pernikahan dalam bentuk barang, tapi aku dan Joowon hyung
sepakat mengumpulkan tabungan kami berdua untuk membelikanmu satu paket bulan
madu ke Paris.”
Hana
terbelalak, “Kau bohong!” raut mukanya menyaratkan rasa tidak percaya yang
sangat kuat.
“Aku
bersungguh-sungguh, kami memberikan sendiri amplop berisi tiket dan semuanya ke
tangan Jaehyun sesaat sebelum resepsi pernikahan kalian. Saat itu Jaehyun
berniat membuka isinya tapi Joowon memaksa kakaknya tersebut untuk membukanya
bersamamu di rumah baru kalian, apa dia tidak bilang?” Ungkap Soohyun serius.
Hana hanya
terdiam, mulutnya masih melongo dan tatapannya penuh rasa terkejut dan tak
percaya..
“Oppa, aku
tau Jaehyun Oppa tak mungkin menipuku dengan memakai paket bulan madu itu
dengan orang lain atau pun sendirian, tapi aku memikirkan sesuatu yang lain.. ”
Hana menatap mata Soohyun dengan penuh horor, “Apa kau memikirkan apa yang aku
pikirkan?”
Kini giliran
Soohyun yang membelalakan matanya, “andwae.. andwae.. itu tak mungkin..”
suaranya hilang di ujung kalimat membayangkan hal paling buruk dari yang
terburuk yang bisa dia pikirkan saat itu.
***
“Mana Hana?”
Joowon
melepas topi dan apron yang dia kenakan sebelum merebahkan dirinya setengah
berbaring di sofa. Soohyun masih terduduk sambil termangu di tempat dirinya dan
Hana duduk tadi, tangannya memegang handphone namun tatapannya kosong dan
sedikit syok.
“Kau kenapa,
Soohyun-ah?” Joowon mengangkat kepalanya dan menyangga dengan satu tangan
sambil menghadap ke arah Soohyun.
“Yah, Kim
Soohyun!!” Joowon sedikit membentak karena Soohyun tak menjawab pertanyaannya
pun seolah tak menyadari kehadirannya.
Perlahan
bibir soohyun bergerak, tatapannya menemukan mata Joowon yang penasaran.
“Hyung, apa
kita harus membunuh suami Hana.. kakakmu itu?” Soohyun bertanya dengan nada
yang seolah masih mengambang antara sadar dan tidak.
Joowon
menautkan alisnya, lalu mengubah posisinya menjadi duduk. “Ada apa dengan
Jaehyun hyung? Apa dia menyakiti Hana? Apa Hana baik-baik saja?” tiba-tiba
sorot mata Joowon penuh rasa panik, dia bangkit dan merebut handphone dari
tangan Soohyun. Saat tangannya sedang mengetik nomor yang akan dia hubungi,
Soohyun mendongak kearahnya dengan tatapan sedih dan mata berkaca-kaca.
“Kita telah
melakukan hal yang sia-sia dengan memberi mereka paket bulan madu..” Soohyun
tak melanjutkan kalimatnya. Joowon menghentikan gerakan tangannya yang
siap-siap hendak menelepon.
“Kenapa
memangnya?”
“Hyung..
tabungan kita hyung.. aku bisa membayar cicilan mobil baru dengan uang itu..
dan kakakmu.. kakakmu menghancurkan semuanya” Soohyun berkata terbata-bata,
lalu mengacak rambutnya sendiri frustasi “Amplop dan isinya hancur karena
Jaehyun mengirim tuxedo yang dia kenakan selepas resepsi ke laundry
AAAAARRGGGHHHH!! Aku bisa gila hyuuunggg... uangkuuuu...!!!” Soohyun mengeluh
dengan pilu sambil tak bentu-hentinya mengacak rambut dan sesekali menendang
meja di depannya dengan penuh rasa jengkel.
Joowon
membeku, telinganya mencerna apa yang Soohyun keluhkan sedikit lebih lama dari
yang harusnya diperlukan “Kau bilang apa??”
Soohyun
berhenti mengacak rambut dan melampiaskan tantrum, lalu menatap mata Joowon,
dia terlihat lemas.
“Mereka
benar-benar jodoh, bukan?” ucap Soohyun sarkatis lalu semakin melesakkan
punggungnya ke lekukan bangku busa yang dia duduki, seolah ingin menenggelamkan
diri ke dalamnya.
“Apa.. apa
ini artinya.. artinya peristiwa musnahnya uang wisata kita ke Maldive itu
terulang lagi, Soohyun-ah?” Joowon yang masih membeku terlihat memaksakan diri
untuk bicara, pelan dan seolah tak stabil nada suaranya.
Soohyun
hanya melenguh, kembali frustasi.
“Mereka
benar-benar, benar-benar, jodoh yang sebenar-benarnya.. daebakkkk...” Soohyun
masih saja berucap dengan penuh sarkatis.
“U-UUANGKUUUUUUUU~!!!”
Soohyun
hanya melirik ke arah Joowon yang sekarang histeris dan berjalan mondar-mandir
di dalam ruangan tersebut lalu kembali menenggelamkan dirinya, meratapi
kesialannya dalam gerutuan pelan karena seruan Joowon sudah menenggelamkan
semua suara di sekitarnya.
***
Hana melongo
di pantry, Jaehyun juga. Tangan Hana masih memegang handphone yang dia gunakan
untuk menghubungi Soohyun barusan. Suasana hening, tapi hening yang sedikit
seram.
“Eottohkae?”
Perlahan
bibir Hana bergerak, matanya masih saja kosong. Jaehyun masih diam. Hana
mengerlingkan mata ke arahnya, lalu
turun dari tempatnya nangkring di atas tepian wastafel. Dia berjalan ke arah
Jaehyun yang masih saja tenggelam dalam pikirannya sendiri, lalu menyentuh
lengan suaminya tersebut.
“Oppa, apa
yang harus kita lakukan?”
Jaehyun
seolah tersadar dengan pertanyaan Hana, lalu memandang tepat ke mata Hana.
“Bukan kita,
tapi aku. Tentu saja aku harus meminta maaf kepada mereka. Dengan apa kita
harus meminta maaf? Sepertinya ucapan saja tak akan mampu mengganti semua itu.”
Berbeda dengan raut wajahnya yang tegang, suara Jaehyun terdengar sangat
tenang.
Hana
mendesah, “Berhentilah menanggung semuanya sendiri, kau sudah punya istri
sekarang. Lagipula itu kan kado pernikahan kita.” Sahut Hana, wajahnya sedikit
kesal karena rasanya Jaehyun membuangnya dari figura pernikahan mereka yang
baru berumur beberapa hari.
“Tapi kan
ini kesalahanku.. aku yang teledor dan..”
“Cut it off, we’re
doing this together. Kita akan meminta
maaf kepada mereka..” Hana memotong sanggahan Jaehyun lalu
menarik tangannya berdiri untuk pergi ke café milik Joowon.
Perjalanan menuju café terasa sangat lengang. Tak ada
suara apapun selain deru mobil di luar mobil mereka. Hana tak tau apa yang ada
di pikiran Jaehyun, tapi pikirannya sendiri terasa penuh dengan kekhawatiran
hendak memasang wajah apa nanti dia di depan Joowon. Memang semenjak pernikahan
itu, Hana belum pernah bertemu dengan Joowon lagi. Lagi pula ada sesuatu yang
masih mengganjal di hatinya untuk bertemu dengan Joowon. Pertengkaran terakhir
mereka sebelum Hana menikah…
Hana
sedang terlentang di kasurnya, memandangi langit-langit kamarnya yang penuh
dengan wallpaper bermotif bintang yang bisa menyala dalam gelap. Dia mendesah
sekali. Kepalanya terasa sangat pusing. Segalanya terasa sangat berat.
Akhirnya
dia akan menikah. Akhirnya dia akan menjadi menantu Nyonya Moon, tapi bukan
untuk menjadi istri Joowon.
Hana
mendesah lagi, kali ini nadanya pilu..
Siapa
yang tau jika ternyata Nyonya Moon akan mengambilnya sebagai menantu untuk anak
sulungnya, kakak tiri dari Joowon? Siapa yang tau jika kebahagiaan Hana
beberapa hari ini terasa semu dalam sekejab, seolah ada lubang kehampaan yang
menyedot semua gelembung bahagianya hingga tandas tak tersisa.
Apa yang
harus Hana lakukan?
Melarikan
diri?
Menolak
pernikahan ini di saat-saat terakhir?
Hana tak
bisa… entahlah.. dirinya memang tak mau, tapi untuk menolak semuanya juga tak
sanggup.
Lalu apa
tanggapan Joowon? Pria itu terlihat bahagia, sangat bahagia, dan itu
menyakitkan. Apa lagi yang bisa kau harapkan dari seseorang yang selama ini kau
cintai setengah mati tapi justru bahagia saat melihatmu hendak jadi milik orang
lain selain dirinya? Perih jenderal!
Hana
berguling di atas tempat tidurnya, rasa-rasanya jalan menuju masa depannya
sangat gelap, tak pernah terbayang di matanya dia akan menikah dengan orang
yang bukan Joowon, pria yang dia cintai.
Tuk!
Hana
tersentak, ada yang melempar sesuatu ke jendela kamarnya.
Tuk!
Sekali
lagi terdengar suara yang sama.
Kali ini
Hana bangkit dari posisi berbaringnya, lalu berjalan menuju ke sumber suara,
jendela kamarnya. Disibaknya tirai, lalu terlihat olehnya sesuatu yang membuat
darahnya terpompa lebih cepat.
Joowon
ada di sana, melambaikan tangan dengan heboh sembari tersenyum lebar.
Seperti
seseorang yang melihat harapan, Hana sedikit tergesa membuka jendela kamarnya,
namun Joowon memberinya isyarat untuk diam dan memelankan suaranya.
“Apa kau
bisa keluar melalui jendela? Aku akan menculikmu malam ini”
Joowon
berbisik agak keras namun masih dalam taraf jangkauan dengarnya saja. Hana
mengangguk menyanggupi, lalu dibantu Joowon dia berusaha membuka jendela
kamarnya lebih lebar untuk keluar lewat sana.
Saat di
hari-hari biasa mungkin kejadian ini akan membuatnya merengek dan mengeluh, namun jika dikaitkan dengan peristiwa yang akan
dia jalani besok pagi dan posisi Joowon di matanya, kejadian seperti ini seolah
membuat adrenalinnya terpacu. Seolah Joowon sengaja memberinya harapan.
“Kemana kau akan membawaku?” bisik Hana
sembari mengikuti langkah Joowon menuju mobilnya yang terparkir tepat di depan
pintu masuk halaman rumahnya.
Joowon hanya mengerling dan melajukan
mobilnya dalam diam dengan penuh senyum misteri.
“kau akan menghabiskan malam terakhirmu
menjadi wanita lajang dengan cara yang tak pernah kakakku bayangkan, Hana”
Joowon terkekeh, namun nada bicaranya penuh rahasia dan teka-teki. Hana hanya
mengerutkan kening, namun setengah hatinya merasa ragu dan sedikit ngeri,
menduga-duga apa yang kira-kira akan disiapkan oleh Joowon.
Tak berapa lama kemudian...
“Apa seperti ini biasanya pesta lajang..”cetus
Hana, dirinya saat ini sedang terlentang di atap ruko milik joowon dan
memandang ke langit penuh bintang sementara Joowon dan Soohyun ikut berbaring
di sisi kanan dan kirinya, memandangi langit berbintang yang sama.
Soohyun terkekeh, “Tidak, calon pengantin
lainnya menghabiskan bachelorette party mereka dengan mabuk-mabukan dan pamer
gaun pesta..”
Hana menoleh ke kiri, ke arah Soohyun
berbaring di sisinya, “Bagaimana kau bisa tau? aku curiga, jangan-jangan kau
pernah mengikuti pesta macam itu..” tanya hana penasaran, joowon meledak dalam
tawa.
“kau lupa ya, siapa yang sedang bersama kita
saat ini.. Don Juan kelas kakap nona..”Joowon masih tertawa sembari menimpali
pertanyaan hana, Soohyun hanya nyengir.
Hana juga ikut tertawa, tapi di ujung tawanya
terdengar sangat pahit.
“jadi.. besok aku akan menikah..” pelan Hana
mencetus, nada suaranya terdengar mengambang seolah masih tak yakin.
Joowon dan Soohyun menanggapinya lain, mereka
berdua mengira jika Hana terharu akan pernikahannya yang segera akan dia
jalani. Dengan perasaan sayang ala kakak mereka berdua memeluk hangat Hana dari
kedua sisi, berusaha menenangkan.
“Semuanya akan berjalan lancar, tenang saja..”
bisik Joowon, dia menenggelamkan kepalanya di bahu Hana.
Hana tertawa kering mendengar bagaimana
Joowon berusaha menyemangati dirinya, “Oppa, tak bisakah jika kau saja yang
menikah denganku besok?” Hana menolehkan kepalanya ke arah Joowon dengan
pandangan putus asa. Dia bisa merasakan respon badan Joowon yang masih memeluknya
kaku sejenak lalu kembali seperti biasa. Soohyun pun menghentikan gerakannya
yang sedang mengusap-usap rambut Hana. Suasana berubah canggung.
Joowon tak menjawab tapi balas menatap tepat
di mata Hana dengan tajam, lalu memutuskan untuk bangun dari posisi tiduran
mereka. Saat Joowon hendak berdiri dari duduknya, Hana mencengkeram pergelangan
tangan Joowon.
“Oppa..”
“Kita sudah membicarakan hal ini ratusan
kali, Hana. Dan jawabanku masih sama seperti terakhir kali saat kau
mendengarnya, itu tak akan terjadi. Berhentilah bermimpi yang mustahil..”
Joowon mengibaskan tangannya dari cengkeraman Hana lalu berdiri dan menuju
balkon atap, memandang lalu-lalang kendaraan dan orang yang ada di bawahnya.
“Ini tak akan mustahil jika kau mau
mencobanya, Oppa. Ini hanya butuh tindakanmu, lalu sisanya bisa kita atasi..”
Hana masih mencoba untuk bersikukuh dengan caranya sendiri.
Joowon membalikan badan dengan sedikit
frustasi, “Bangunlah Hana, selama ini kau tinggal di mana? Kau mau aku
mengecewakan ibuku? Kalau begitu kau tak benar-benar mengenalku..”
“Lalu apa kau pikir kau mengenalku?!” bantah
Hana cepat, “Siapa aku selain Hana yang kau anggap adik kecil? apa yang ku
inginkan? apa yang menjadi mimpiku? Apa kau tau itu??!” nada Suara Hana
meninggi oleh emosi. Joowon memandang Hana dengan ekspresi lelah.
“Aku terlalu mengenalmu, sehingga karena
seluruh pertanyaan itu aku tak akan pernah bisa mencintaimu sebagai seseorang
yang akan menjadi pasangan hidupku. Kau adikku, sahabatku, apa kau tak bisa
melihatnya?” sahut Joowon pelan, ada nada pahit yang terdengar. Soohyun yang sedari
tadi hanya terdiam, merasakan sesuatu yang dingin mengalir di sana.
“Kau yang tak bisa melihat. Aku selalu
melihatnya, cinta itu ada di sana, kau saja yang tak mau mengakui!” Hana
menukas pedas.
Joowon tersenyum, tapi bukan senyum yang
membuat hati hangat, karena kalimat selanjutnya penuh dengan pisau-pisau tajam.
“Aku tak pernah tau jika selama ini kau terlalu buta untuk bisa melihat mimpi
di mana kau berada, berhentilah menari di mimpi yang salah, kau hanya akan
terkilir dan jatuh”
Lalu pertahanan Hana pun runtuh, dengan
sisa-sisa harga dirinya setelah memohon-mohon kepada Joowon tadi, Hana
meninggalkan tempat tersebut penuh luka berdarah. Tidak, dia tidak menangis,
tapi luka di dalam yang dia rasakan lebih pedih dari sekedar luka yang bisa
ditangisi.
“Kita sudah
sampai, Hana..”
Suara
Jaehyun menyadarkan Hana dari lamunan, setengah tergeragap Hana menatap mata
Jaehyun. Dengan segenap permohonannya yang tak terucap, tatapan itu dimaksudkan
untuk meminta perlindungan dan dukungan. Mungkin Jaehyun tak tau, tapi ada
lebih dari sekedar permintaan maaf yang akan mereka lakukan di sana, di tempat
yang ada Joowon. Sumber segala sakit dan bahagia Hana. Dan Hana meminta
perlindungan Jaehyun, untuk segala nafas
dan detak jantung yang mungkin kan bertindak lain hari ini.
Jaehyun meremas
tangan Hana pelan, mengisyaratkan jika dirinya ada. Segenap permohonan dan
ketakutan Hana tadi telah sampai pada Jaehyun, hanya dengan tatapan. Ingin rasanya
Hana memeluk Jaehyun saat itu juga. Tapi tarikan pelan Jaehyun di pergelangan
tangannya mengingatkan Hana ada sesuatu yang masih harus mereka selesaikan,
terlepas dari keberadaan Jaehyun yang semakin menonjol di matanya. Sembari
melangkahkan kaki menuju kafe, Hana menemukan bahwa pernikahan ini bukan hanya
sekedar pernikahan karena perjodohan, tapi mungkin akan ada cerita lain di
baliknya. Hana mencatat di benaknya untuk berhati-hati di hari esok yang akan
dia hadapi bersama Jaehyun. Siapa yang
tahu, kan?
***
“Hmm.. dapat
tip lagi dari anak-anak kecil itu?”
Jaehyun menolehkan
kepalanya menuju arah suara Hana, dia tersenyum dan mengangguk pelan. Tangannya
masih sibuk merapikan uang yang tadi sempat diselipkan pengunjung kafe saat dia
mengantarkan pesanan, untuk kemudian mencatat dan memasukkan uang tersebut ke
kotak kasir.
“Apa kau
tau, semenjak kau menjadi karyawan kafe ini omset kita semakin meroket, tapi
bukan dari penjualan melainkan dari tip-tip yang bocah-bocah itu selipkan di
kantong apronmu?”. Ucapan Hana lebih terdengar sebagai pernyataan dibanding
sebuah pertanyaan.
Jaehyun mengangguk
menanggapi, tapi masih tak menyahut. Setelah membereskan semuanya ke kotak
kasir, dia bersiap-siap hendak melepas apronnya. Kafe telah tutup sejak jam 10
tadi dan punggungnya terasa sangat pegal, yang ingin dia lakukan hanyalah tidur
dan meluruskan seluruh otot-ototnya yang kaku.
“Apa saja
yang kau lakukan selain mengantarkan pesanan, sehingga bocah-bocah itu bersedia
membayarmu lebih besar dari harga minuman yang mereka pesan?” Hana masih
mencecar Jaehyun, dia mengikuti Jaehyun menuju tempat loker pegawai di
belakang.
Jaehyun terkekeh,
“Mungkin mereka membayarku karena aku terlahir ganteng plus bersedia
mengantarkan pesanan mereka..”
Hana
mengerutkan alisnya, tak setuju.
“Soohyun juga
sering menjadi pengantar pesanan ke meja pengunjung, tapi tak mendapat sebanyak
kau, dia bahkan bertingkah lebih manis sementara kau selalu bertampang dingin
dan memasang ekspresi kaku” desak Hana lebih lanjut.
Jaehyun
berhenti dari kesibukannya mengambil baju ganti di lokernya, lalu memandang Hana
dengan ekspresi tak percaya..
“Nah, kau
tau kan bagaimana caraku menanggapi mereka? Jika mereka mau menyelipkan uang
tip di kantong apronku lalu aku mengembalikan karena terlalu banyak, bukankah
itu namanya tidak sopan? Berhentilah cemburu, mereka hanya anak-anak SMA..”
“Yah, aku
hanya penasaran saja, lagipula kau bisa dicap sebagai om-om genit yang menggoda
bocah-bocah dibawah umur.. hey, apa katamu? AKU TIDAK CEMBURU PADA MEREKA!”
Jaehyun
tertawa geli, dia menutup lokernya lalu berjalan menuju kamar ganti.
“Kubilang,
aku tidak cemburu! Berhentilah tertawa! Kenapa aku harus cemburu padamu, kau
hanya suamiku!” Hana ngotot, dia masih membuntuti Jaehyun.
Tawa Jaehyun
berhenti tapi dia masih memasang senyum menggoda Hana, “Justru karena aku
suamimulah makanya aku maklum jika kau cemburu..”
Hana semakin
cemberut, “Apa yang harus ku cemburui, aku kan cintanya sama adikmu, bukan kau!”
Tawa Jaehyun
lenyap, Hana sedikit kaget, apa dia telah mengucapkan sesuatu yang seharusnya
tak dia ucapkan? Tapi bukan kah jaehyun sudah tau tentang cinta bertepuk
sebelah tangannya pada Joowon semenjak hari pertama mereka menjadi suami istri?
Jantung Hana berdegup kencang, sedikit takut, dia belum pernah melihat Jaehyun
marah. Dan tatapan Jaehyun yang tajam ke arahnya juga tak mengurangi
ketakutannya.
“Kenapa kau
memandangiku seperti itu?” pelan, pertanyaan Hana terdengar hanya seperti
bisikan.
“Kau mau
masuk atau tidak?” ucap Jaehyun tiba-tiba.
“Apa?” Hana
menatap Jaehyun bingung.
“Dari tadi
kau mengikutiku, bukankah kau menungguku untuk berganti baju bersama?” Jaehyun
mengangkat sebelah alisnya, pandangannya sedikit menggoda.
Hana memandangi
sekitarnya, dia sedang berdiri di depan pintu kamar ganti dengan Jaehyun di
dalam kamar tersebut dan memegang daun pintu, bersiap menutupnya. Oh, no! Sedari
tadi Hana ternyata mengikuti kemanapun Jaehyun berjalan, seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya. Muka Hana memerah dengan cepat.
“Dasar
pervert!” hardik Hana.
Meskipun dia
sudah berusaha kabur secepat ia bisa, namun masih terdengar olehnya tawa
Jaehyun dan ucapannya yang terdengar seperti ‘aku berusaha menjadi suami yang
baik dengan menawarkannya jika kau malu meminta sendiri’. Hana menutup
telinganya, sementara wajahnya terasa menghangat.
“Kau kenapa?”
Di dekat
dapur, Hana berpapasan dengan Joowon yang kebingungan karena melihat Hana
menutup telinga, wajah memerah dan sedang terburu-buru.
“Apa kau
sakit?.. hei kau mau kemana?”
Hana tak
menjawab, tapi buru-buru berlalu dan menuju atap, dia butuh udara segar.
Setelah permintaan maaf itu, Hana memang masih canggung saat berpapasan dengan
Joowon jika mereka hanya berdua. Bukan tentang permintaan maaf, tapi tentang
kalimat terahir yang masih mengakar di bekas-bekas luka hatinya. ‘Aku tak pernah tau jika selama ini kau
terlalu buta untuk bisa melihat mimpi di mana kau berada, berhentilah menari di
mimpi yang salah, kau hanya akan terkilir dan jatuh’. Hubungan mereka
memang sudah kembali seperti biasa, tapi tentu saja tak bisa lagi terasa
senormal semula kan? Karena peristiwa kado bulan madu yang sia-sia itu, Soohyun
dan Joowon menyuruh Jaehyun dan Hana bekerja di kafe, Jaehyun sebagai pengantar
pesanan dan Hana sebagai penjaga kasir, kadang juga mereka berdua bergantian.
Hana dan Jaehyun hanya akan bekerja full di setiap weekend, well tentu saja itu
di luar jatah Hana semula. Jadi bisa dibilang Hana hampir tiap hari
menghabiskan sisa sore dan malamnya setelah jam kerja di kantor usai, untuk
bekerja di toko. Bukannya Hana hendak protes sih, dia sendiri menyanggupinya
dengan antusias, karena itu artinya dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak
bersama Joowon..uh, dan Soohyun juga.
***
Jaehyun
telah selesai berganti baju, dia pun sudah membereskan tas Hana. Dia sangat
ingin beristirahat tapi tak menemukan Hana dari tadi, tentu saja dia harus
pulang bersama Hana kan? Wanita yang jadi ‘istri’nya itu memang seringkali
merepotkan.
“Oh, hyung,
kau sudah mau pulang? mana Hana?” Joowon berjalan menuju arah Jaehyun sambil
membawa lap yang tadi baru saja selesai dia gunakan untuk mengelap seluruh meja
di depan.
“Aku justru
ingin menanyakan itu padamu, kau lihat Hana tidak?”
Joowon
berpikir sejenak, “terakhir aku lihat sih, dia menuju atap.. tapi hyung, apa
Hana sakit? Tadi dia menutup kedua telinganya dengan tangan dan wajahnya
memerah, dia juga buru-buru kelihatannya, apa dia demam atau kenapa-kenapa?”
tanya Joowon khawatir.
Jaehyun
terkekeh teringat obrolan kecilnya dengan Hana tadi. “Kupikir tidak, uh..ya,
kami tadi sedikit berbincang mengenai suatu hal, dan sepertinya aku tau apa
yang membuatnya bersikap seperti itu..” Jaehyun menjawab yakin, senyum masih
betebaran di wajahnya.
Joowon
menatap Jaehyun tak percaya.
“Hyung,
kau.. kau tertawa?”
Tersentak,
Jaehyun memandang ke arah Joowon dengan kaget. Benar, ini tawa pertama Jaehyun
di depan Joowon selama mereka menjadi saudara tiri semenjak yang bisa Jaehyun
ingat. Kedua kakak beradik itu hanya saling menatap dengan isi pikiran
masing-masing, namun semua ujung simpul-simpul itu samar-samar menuju pada satu
arah.
Jaehyun
menelan gumpalan kelu di tenggorokannya, lalu memalingkan wajahnya dari Joowon,
dia berjalan menuju atap untuk memanggil Hana. Joowon memandang kepergian
Jaehyun dari hadapannya dengan diam, tatapannya sudah tak sekaget tadi tapi
hatinya terasa ada tusukan kecil. Dia meraba-raba kemana semua ini akan membawa
mereka. Hana, kemana kau akan membawa
persaudaraan kami yang dingin ini? Joowon tiba-tiba risau.
Bersambung.
PS: jangan lupa kasi feedback ya ehehe XD nih saya kasih bonus wajah ganteng Jaehyun dengan tatapan menggoda :p