Rabu, 01 Juli 2015

[Fanfic] The Unintended Chapter 5



The Unintended Chapter 5




Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage, marriage life.

Description: 
Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise. And the best love story is when you fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time - Unknown

Foreword:

Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah permintaan?  


Jaehyun pulang dan menemukan Hana sedang tertidur, menggulung badannya di sofa dengan lilitan selimut tebal dan bantal empuk.

“Penidur, kenapa tidur disini, heh?”

Jaehyun melepas  jas yang dia pakai, berjalan hendak menyampirkannya di leher sofa yang kosong, namun sejenak berubah pikiran dan dengan iseng menutupi sisa wajah Hana yang tak ikut tergulung dalam bungkusan selimut.

Jaehyun mengharapkan Hana akan meledak dan menyemprotnya dengan galak seperti biasa saat  dia menjahili Hana.  Namun alih-alih mendapatkan apa yang dia ekspektasikan, dia justru mendengar isak tertahan dari Hana yang , tentu saja membuatnya mendadak gelagapan.



“Kenapa? Ada apa?”

Jaehyun buru-buru berlutut di sebelah Hana, memeriksa dibalik lilitan selimut, kalau-kalau kejahilannya ternyata membuat Hana terluka atau apa.

“Apa aku menyakitimu? Dimana yang sakit? Apa kancing  jasku mengenai wajahmu?”

Tak menjawab, Hana justru bangun mendadak dan memukuli kepala Jaehyun dengan telapak  tangannya, masih sambil menangis.

“Hei, apa-apan, wait,  hoi.. sakit tau!” Jaehyun menangkis semua pukulan Hana dengan tangannya.

“Kau ini kenapa menyebalkan? Tak bisa ya, langsung menanyaiku tentang apa yang kurasakan?”  kedua tangan Hana dipegang Jaehyun untuk mencegah Hana memukulinya lagi, tapi airmatanya tetap mengalir deras sembari mengomel.

“Aku kan tadi sudah bertanya, kau kenapa ? apa ada yang sakit? Tapi kau malah memukuliku, heran deh.” Jaehyun membela diri.

“Tapi kan, itu sesudah kau melemparkan jasmu ke wajahku, apa kau pikir hidungku itu untuk cantelan jas kotor, ha?” Hana masih ngotot, airmata dan ingusnya masih juga deras mengalir.  Jaehyun hampir saja tertawa melihatnya.



“Maafkan aku jika mood jahilku muncul di saat yang salah, tapi, apa kau baik-baik saja? Sudahlah, jangan menangis. Kau terlihat makin jelek karenanya..” nada ucapan Jaehyun melembut, diusapnya airmata dan ingus Hana dengan lengan kemejanya tanpa rasa jijik.

“Aku memang jelek, lalu kenapa? Ada masalah?” Nada ucapan Hana makin meninggi, Jaehyun menepuk jidatnya, lelah…. Duh salah ngomong nih…

“Aku tau, sejelek  apa aku saat seperti ini, tapi aku tak butuh kau melemparkan fakta itu ke wajahku, tau!  Apalagi jika fakta itu berbentuk jas menyebalkan!” Hana melepaskan cekalan tangan Jaehyun dan bangkit dari sofa, dengan sedikit kesusahan karena lilitan selimut, lalu  beranjak ke kamarnya.

Jaehyun masih berlutut di samping sofa, raut wajahnya menyiratkan rasa tak percaya, “Sensitif sekali sih….”

“Aku mendengarnya!”

Hana berteriak sebelum naik tangga menuju kamar, tanpa menolehkan wajah ke Jaehyun. Tak bisa ditahan, Jaehyun terkekeh melihatnya.




***
Jaehyun keluar dari dapur dengan secangkir  teh di tangan,  disaat  yang  bersamaan Hana sedang menuruni tangga dengan coat tebal dan syal yang menutupi setengah wajahnya.

“Kau mau ke-..” belum sempat kalimat itu selesai diucapkan olehnya, Jaehyun buru-buru mendekati Hana karena dia melihat Hana mengernyit seperti menahan sakit dan memegangi perutnya.

“Kau kenapa?” ucapan Jaehyun terdengar asing bahkan di telinganya sendiri sembari dia menopang tubuh Hana yang agak membungkuk kesakitan. Ini sudah kedua kalinya Jaehyun bertanya kenapa kepada Hana untuk hari ini, rekor terbanyak.

Hana meringis sebelum menjawab, “Dysmenorrhea..”

Kening Jaehyun berkerut, hah?

Hana meringis sekali lagi, dia menyandarkan sebelah sisi badannya ke Jehyun karena kram perutnya tak tertahan, setelah kramnya agak mereda dia menjelaskan ke Jaehyun, “Nyeri haid.. tau kan?”

Sejujurnya Jaehyun tak tau, seumur hidupnya dia tak pernah melihat hal-hal seperti itu bahkan dari teman-teman wanitanya sekalipun. Dia pikir semua wanita selalu tampak bahagia di sepanjang minggu dalam 12 bulan hari-hari mereka, bahagia dan cantik.

“Lalu, kau mau kemana? Ke rumah sakit? Aku antar , ya?”

Hana masih menyandarkan dirinya ke Jaehyun, tapi perlahan mulai bisa menegakkan diri. Kramnya sudah tak terasa lagi, “Tak perlu, lagi pula aku tak butuh ke rumah sakit. Aku hanya mau pergi ke minimart, pembalutku habis.”

Di kesempatan lain, bersama wanita lain, mungkin Jaehyun akan memerah telinganya mendengar kata yang asing namun dia paham artinya tersebut, pembalut, tetapi mengherankan jika yang terjadi selanjutnya Jaehyun justru menawarkan diri untuk membelikannya buat Hana. What have you gotten into, Ahn Jaehyun

Lalu disinilah sekarang Jaehyun berdiri jengah, separo wajahnya ditutupi syal yang tadi dipakai Hana, awkward dan bingung di depan rak yang berisi bermacam-macam pembalut. Setelah berpikir agak lama, dia memutuskan untuk mengambil masing-masing satu dari setiap merek yag ada lalu membawanya ke meja kasir.



Pria penjaga minimart melotot matanya melihat jumlah pembalut yang disodorkan Jaehyun di depannya dalam keranjang belanjaan di meja kasir.

“Apa anda dari departemen kesehatan?” rasa penasaran terpancar kuat, tak mampu untuk disembunyikan lagi dari si penjaga minimart. “Anda ingin menguji coba keamanan produk-produk ini?”

Jaehyun gelagapan, “Eh..uh, bukan. Er…ini hanya karena… um” si penjaga minimart masih memandangnya dengan tatapan separuh curiga separuh penasaran.

Jaehyun menarik nafas panjang, dia memutuskan untuk jujur, hal yang paling mudah. Siapa tahu, penjaga minimart ini bahkan bisa membantunya.

“Um, begini. Kami, uh, saya dan istri saya baru saja menikah sekitar dua atau tiga bulan yang lalu. Lalu…. Istri saya kehabisan persediaan pembalut, uh, dan saya..” Jaehyun menjawab, menelan ludah sekali lalu melanjutkan, “saya……lupa menanyakan merek yang biasa dia pakai..” ujung jawaban Jaehyun terdengar lebih pelan.

Si penjaga minimart, yang dilihat dari wajahnya kurang lebih seusia Soohyun, tertawa sambil tangannya sibuk menjalankan alat scan harga di semua pembalut yang dibeli Jaehyun.

“Saya turut bersedih, terus berusaha ya, Pak. Hwaiting!” dia mengepalkan tangannya, memberi semangat.

Jaehyun setengah mengangguk, tak begitu memikirkan yang dia dengar, dia justru menimbang seperti hendak menanyakan apa yang dia pikirkan atau tidak.

“Apa kau tau, obat apa yang kira-kira bisa meredakan nyeri haid?” telinga Jaehyun memerah karena malu, saat dia berusaha menanyakan hal yang dia pikirkan.

Pria penjaga minimart tersebut mengerutkan keningnya sejenak, “Kalau boleh saya menyarankan, seduhkan istri anda teh apel hangat, itu biasanya sangat membantu jika istri saya sedang nyeri haid. Tehnya bisa anda temukan di rak sebelah kanan.”

Jaehyun mengangguk, tapi sebelum beranjak mengambil teh tersebut, dia bertanya dengan penasaran.

“Apa yang kau maksud terus berusaha tadi?” dia bahkan tak sadar sejak kapan dia berbicara informal menggunakan aku-kau kepada si penjaga minimart.

“Ah itu, biasanya pasangan suami istri langsung berhasil sekali coba, tapi ada juga yang harus menunggu hingga setahun atau lebih untuk mendapatkan anak, anda harus bersabar, saya sendiri langsung berhasil di bulan pertama kami menikah.” Pria si penjaga minimart nyengir lebar.

Jaehyun melongo tak percaya. Itu sungguh sangat-sangat-sangat vulgar. Dan sangat menghina sekali.

***
Jaehyun masih sebal saat dia meletakkan seluruh belanjaannya di depan Hana yang duduk di sofa.

“Yah..ini.. ap..” Hana seolah tak mampu melanjutkan ucapannya. Matanya membelalak saat dia memeriksa isi kantong belanjaan Jaehyun.

Jaehyun hanya memutar bola matanya lalu mengambil kemasan teh apel yang tadi dia beli, bersiap menyeduhkannya untuk Hana.

“Oppa, apa kau sudah terlalu kaya? Kau memborong separuh minimart, nih! Ini cukup buat persediaanku selama setahun.”

Hana menyusul ke dapur, tangannya menenteng seluruh belanjaan tadi seolah belum jelas apa saja tadi yang sudah dibeli Jaehyun.

“Kau kan, tak bilang, merek apa yang harus aku beli.” Jaehyun menyahut sambil lalu, cemberut.  Tangannya masih sibuk menyeduh teh untuk Hana.

“Aku melakukan apa yang kuanggap paling cerdik” Jaehyun buru-buru menambahkan sembari membalikkan badannya dan menyodorkan teh apel dalam cangkir ke tangan Hana.

Hana tergelak, “Cerdik? Oppa, kau idiot! Kan kau bisa telepon aku untuk menanyakannya,” Hana masih tertawa lepas, tak mampu menahannya, namun dia melanjutkan, “Kupikir kau sudah tau merek apa yang ku pakai dari kemasan yang sering kuletakkan di kamar mandi hahahha…”

Jaehyun melirik Hana, sebal. Menggerutu, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur. Sebelum benar-benar keluar dapur, Jaehyun berbalik, tak mampu menahan lagi.

“Asal kau tau, aku bisa saja membuatmu hamil dalam sekali coba, tau!”

Hana terbatuk-batuk, entah teh apel panas tadi atau ucapan Jaehyun yang membuatnya tersedak.

“uhuk-uhuk-uhuk….HAH??!”

***
Hana duduk di ujung tempat tidur Jaehyun, nyerinya sama sekali sudah tak terasa. Tapi ada yang mengganjal dalam pikirannya. Dan dia tak mampu mengucapkannya keras-keras. Dia memperhatikan Jaehyun yang sedang sibuk packing dengan perasaan campur aduk.

“Oppa, katakan padaku, kau ini marah atau kenapa?” Hana menyeletuk, tak tahan, “Hal macam apa sih yang membuat kau sampai hendak meninggalkan aku malam-malam begini, kalau kau marah, marah kenapa?”

Jaehyun melirik Hana disela-sela kesibukannya memasukkan beberapa potong baju ke kopernya.

“Oppaaaaa…!”

“Perutmu sudah tak nyeri lagi?” Jaehyun tiba-tiba bertanya

“Tidak sih, tapi memang begini, apa kau pikir nyerinya akan bertahan sepanjang minggu?”

“Kalau begitu, aku bisa bebas meninggalkanmu selama beberapa hari di rumah sendirian kan?”

Hana mengerucutkan bibirnya. “Kok gitu? Kau ini kenapa sih, apa kau lagi PMS juga? Yang haid kan…aku, bukan kau… kenapa sampai minggat sih, ADUH.. kenapa menjitakku???!”

Jaehyun mendecakkan lidahnya, “Aku bukannya mau minggat, pabo. Aku harus pergi ke luar kota malam ini, ada acara kantor besok yang harus aku hadiri.”

Hana menyipitkan matanya, menatap Jaehyun dengan curiga. “Yakin, mau meeting? Bukannya mau kencan sama model yang katanya cinta pertamamu itu kan?”

Jaehyun menghentikan kesibukannya packing, “Kalau kau cemburu, kau bisa memintaku untuk tidak pergi dan aku akan menurutinya, kau tau?”

Smirk itu, sialan. Hana sangat membenci ketika Jaehyun smirk dan so full of himself begitu.

“Kau tidak menyangkalnya, benar kan kau mau ketemuan sama cewek itu?” Hana semakin mengerucutkan bibirnya, tak suka.

Jaehyun hanya meliriknya sebentar lalu melanjutkan packingnya lagi.

“Sudah kubilang, kalau kau cemburu kau bisa memintaku untuk tidak pergi dan aku akan tetap di rumah menemani kau.”

Hana mendengus, “Cemburu eek kucing.” Hana menjulingkan matanya dengan konyol, “ Aku cuma tak ingin tidur di rumah sendirian, asal kau tau aja.”

Jaehyun meliriknya, separuh geli separuh terlihat kecewa, “Ah, kupikir karena kau cemburu, tak kusangka kau cuma egois, huh?”

 

Hana diam, tak menanggapi ledekan Jaehyun. Tangannya memainkan ujung selimut di kaki tempat tidur Jaehyun.

Jaehyun benar-benar menghentikan kesibukannya sekarang, dia mendekat dan duduk di sebelah Hana, memeluknya.

“Kalau kau takut di rumah sendiri, kau boleh mengajak Joowon atau Soohyun menginap di sini..”

Hana mendongak dalam pelukan Jaehyun, menatap Jaehyun tak percaya. “Serius nih, kau menyarankan aku untuk mengundang pria lain menginap di rumah kita? Suami macam apa kau ini..”

Jaehyun tersenyum, “Ini kan bukan pria lain, ini Joowon dan Soohyun, kau tau kan? Bukankah mereka orang-orang terdekatmu?” Jaehyun melanjutkan, matanya mengedip menggoda, “Lagian kan, kau juga naksir Joowon. Ini kesempatanmu.”

Hana merasa wajahnya memanas, salah tingkah, “Gimana sih kau ini, justru itu kan. Suami macam apa yang memberi kesempatan istrinya untuk mendekati pria lain yang dia taksir, eh?”

Jaehyun tergelak, “Suami terbaik tentu saja.” Saat Hana melirik Jaehyun dengan tatapan tak percaya, Jaehyun menimpali lagi, “ Yes, I am that awesome, baby~..” tak lupa matanya mengedip, wink.

YA AMPUN KENAPA SIH DIA DENGAN MENGEDIP DAN SMIRK? MENYEBALKAN SAJA… Hana membatin.

***
Rasanya sudah berhari-hari semenjak Jaehyun pergi, padahal sih baru beberapa jam yang lalu. Hana bolak-balik berguling di kasurnya sendiri, biasanya juga sendirian, tapi tanpa Jaehyun rasanya sunyi berteriak lebih kencang.


 aku merindukan kehadiran Jaehyun Oppa...

Hana menghela nafas panjang berkali-kali, nyeri di perutnya sama sekali belum juga hilang. Tapi sedetik kemudian, Hana seolah ingin tertawa, apa-apaan sih, kaya jadi istri beneran aja..

Hana bangkit dari posisinya yang tadinya rebahan menjadi duduk bersandar pada kepala tempat tidur, masih saja mikirin Jaehyun, tangannya bergerak ke arah HP lalu dengan cepat mengetik kalimat "sudah sampai?" sebelum dia berhasil menahan dirinya untuk mengirimkannya pada Jaehyun. Demi tuhan, kan Jaehyun juga baru berangkat sekitar sejam setengah yang lalu. Bisa saja mungkin sekarang dia bahkan belum sampai di airport.
Akhirnya Hana benar-benar bangun dari kasur, lalu beranjak menuju kamar Jaehyun.  Pelan-pelan Hana menelusuri seluruh permukaan meja, kasur dan tepian lemari pakaian Jaehyun. Sekedar membuka-buka seluruh isinya lalu kembali menyusurkan jemarinya ke gantungan kemeja dan jas-jas milik Jaehyun. Tiba-tiba ada yang tercekat di tenggorokan, inikah rindu? bisik hati Hana.

Terlihat oleh mata Hana, gantungan sweater kotor yang tadi siang habis dipakai Jaehyun.

Sekelebat pikiran tercetus di benak Hana, yang menyebabkan dirinya terkikik geli dan merona. Hana kau ini creepy sekali, pikir Hana dalam hati setengah mengomeli diri sendiri.

***

Jowon dan Soohyun mengendap-endap di depan rumah Hana, mereka berdua baru saja meloncati pagar belakang rumah Hana dan Jaehyun. Soohyun menendang sesuatu di belokan menuju dapur hingga terdengar bunyi kelontangan keras.

"SSSSSTTTTTT....!!" hardik Joowon. "Dia sedang tidur, dimana otakmu hah!"

Soohyun mencemberutkan bibirnya, toh Hana kalau tidur kan kaya orang mati yang tak mungkin dengar apa-apa, harusnya sih bunyi segitu aja tadi ngga ngaruh.

"Jangan berisik... kita disini untuk menemaninya, bukan membangunkannya, tau!" Joowon masih saja mengomel dalam desisan sementara Soohyun berusngut-sungut mengikutinya, melipir tembok disekitar pintu dapur Hana.

"Kau yang berisik hyung.." Balas Soohyun.
Joowon mengacuhkannya dan berhenti tepat di pintu dapur, lalu membalikan badan ke Soohyun. 

"Kau bawa bobby-pin, tidak?"

Soohyun memutarkan matanya, kadang kalau panik gini Joowon memang cenderung terlihat seperti idiot. padahal dari tadi yang paling bawel memastikan Soohyun untuk membawa bobby-pin sebagai senjata masuk rumah Hana.

Soohyun menyingkirkan Joowon, lalu mengambil posisi di depan lubang kunci pintu dapur Hana. Baru saja Soohyun memasukkan jepitan tadi, sudah terdengar bunyi kunci berputar terbuka, klik!

Soohyun ternganga, perasaan tadi belum sempat memutarnya deh. Joowon tak memperhatikan hal itu, malah buru-buru menyingkirkan punggung Soohyun yang masih membungkuk sembari mengintip lubang pintu.

"Kau hebat juga, Soo.... AAAAAARRRGGGHHHHHHHHHHH!!!!!!!!"

Soohyun mengindar tepat waktu, karena pada saat Joowon mendorong daun pintu agar terbuka, sekantung penuh terigu dan beberapa buah telur mendarat tepat di kepalanya.

Soohyun melewati fase dari kaget, melongo lalu ngakak tanpa bisa dikontrol karena tak lama setelah serangan terigu dan telur tadi, Hana keluar dan justru memukuli Joowon dengan menggunakan spatula.

"MALING...! PENCURI...! BEGAL...! PERAMPOK...!" Hana menekankan masing-masing kata dengan pukulan spatulanya yang bercampur adonan.

Soohyunharus menguatkan diri untuk menghentikan tawa disela-sela chaos di depannya ini, Joowon yang merintih dan minta ampun dengan menyedihkan sementara Hana terlihat beringas dan penuh nafsu membunuh sedang memukuli Joowon sekenanya dengan spatula yang ia bawa.

"Hana, Hana berhenti...! ini kami..!" Soohyun meraih Hana menjauh dari Joowon, berhati-hati untuk tidak terkena sisa adoanan beserta tepung dan telur di badan Joowon.


Hana terlihat terkejut, seketika berhenti memukuli Joowon dan memberontak dari rengkuhan Soohyun. "KALIAN?? APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI? DINI HARI BEGINI HHMMPHHH KKHH...??!!"

Soohyun terpaksa membekap muluh Hana agar dia tak makin berteriak kencang.

"SSSttt pelankan suaramu, kami tak bermaksud jahat." Soohyun menghadapkan Hana supaya memandang ke arahnya.

"Jaehyun bilang, kau sendirian di rumah. karena itu dia minta kami menemanimu. Dia takut kau kenapa-kenapa..." Soohyun menghentikan ucapannya lalu melirik Joowon yang masih terbatuk-batuk dalam kepala penuh tepungnya. "well,. lebih tepatnya Jaehyun menghubungi dia untuk menemanimu besok pagi sih, tapi ada yang sudah tak sabar ingin menjagamu dari makhluk-makhluk semacam kecoa atau semut tuh.." lanjutnya.

Hana memutarkan bola matanya, sementara Joowon tersedak tepung sekali lagi mendengar ucapan Soohyun. 

"Bohong, aku kan memang sedang tak ada kerjaa..... HEI, kayaknya aku pernah lihat kakakku memakai sweater itu, deh.." Joowon berusaha menjelaskan, namun terhenti saat matanya menangkap Hana dalam balutan sweater milik Jaehyun yang sedikit kebesaran dan kepanjangan hingga lututnya.

Hana tiba-tiba salah tingkah. Soohyun mencium sesuatu yang tak beres sementara Joowon masih menatap Hana penuh selidik.

***

Hana mengelus-elus sweater kotor beraroma parfum Jaehyun itu di tangannya. Ini serem, tapi rasanya menyenangkan. Hana terkikik sendirian. Setelah sekian lama hidup hanya berputar pada Joowon dan Soohyun, lalu dipaksa untuk selalu bersama Jaehyun, kini setelah beberapa bulan rasanya Hana mulai merasa terbiasa dengan kehadiran, suara, aroma dan segala tentang Jaehyun disekitarnya.

Perasaan ini berbeda dengan apa yang dia rasakan saat bersama Joowon. Segalanya serba kikuk dan mendebarkan jika bersama Joowon, tapi bersama Jaehyun rasanya seperti memakai plester luka dengan motif dan sewarna kulit. Ringan. Kau bahkan tak akan merasakannya menempel di kulitmu sampai plester itu dicabut, karena saking lenturnya plester tersebut.

Perasaan apa ini? Dengan Joowon, cinta selalu terasa seperti sepatu cinderella yang kekecilan satu nomor. Sepatu itu impian Hana, namun Hana tau kemungkinan tumitnya berdarah karena lecet itu selalu ada. Atau dalam kasus ini, hati yang lecet.

Dengan Jaehyun, rasanya seperti memakai selop kamar. Hangat, nyaman dan terasa sangat domestik. yang kaya gini bukan cinta kan? batin Hana sibuk bertanya-tanya.

Bunyi sesuatu yang terguling di arah luar rumah membuat Hana tergeragap dan tersadar dari lamunannya. Suara apa itu? Maling? Kucing?

Hana buru-buru menuju dapur dan mengintip keluar, ada dua orang sedang terlihat mengendap-endap di belakang rumahnya, mencurigakan.

Teringat sisa adonan yang tadi tidak jadi dia olah sebelum Jaehyun pergi tadi, Hana buru-buru mengambil sisa tepung dan beberapa telur di tangan sementara tangan satu lagi meraih gagang kunci pintu dapur. Maling ataupun kucing, Hana merasa dirinya tak takut. justru gelora keberanian serasa menguar di seluruh pori-pori kulitnya.

Hana memutar selotan kunci dengan hati-hati, lalu bersiap-siap dibaliknya. Saat pintu dapur mulai terkuak, amunisi tepung dan telur di tangan Hana sangat siap meluncur.

"Kau hebat juga, Soo.... AAAAAARRRGGGHHHHHHHHHHH!!!!!!!!"

"AAARRRRGGGHHHHHHHHH!!!!!!!"
Hana menjerit, sosok yang mengendap-endap tersebut juga menjerit. Lengkingan keduanya memecah keheningan dini hari, jam dua pagi di komplek perumahan Hana dan Jaehyun.


***