Selasa, 27 November 2012

[Fanfic] Twon Moons Chapter 4 => Why Am I So Stupid?






Orang bodoh adalah orang yang mengatakan bahwa orang lain itu bodoh...



Chapter 4     -Why Am I So Stupid?-


Chaeri menatap piring kosong dihadapannya tanpa minat. Sepotong roti panggang sudah habis dan hanya menyisakan remah-remahnya diatas piring. Jika saja tak ada keharusan untuk sarapan, sebenarnya Chaeri tidak ingin duduk di meja makan bersama dengan Namsoo, sepupunya yang menyebalkan itu.

Selain itu, entah kenapa hari ini dia tidak memiliki mood untuk pergi ke sekolah. Kalau mengingat kejadian di sekolah kemarin, rasanya dia ingin mengutuk dirinya sendiri yang terlalu memperhatikan ‘Si Cerewet’ itu. Oh ya, bahkan sekarang Chaeri sudah mendapatkan nama panggilan yang paling tepat untuk Soora.

“Kamu baik-baik saja?” Namsoo memecah keheningan dengan bertanya sambil mengunyah rotinya. “Kamu kelihatan jelek, Chaeri.” ejeknya dengan suara sinis dan kekehan aneh.

Chaeri menjawab teguran Namsoo dengan lirikan sinis dari ekor matanya. Segera diraihnya gelas berisi susu dan diteguknya sampai habis. “Aku akan pergi sekarang,” ujarnya cepat sambil menarik tas, ponsel dan iPad-nya.

Melihat gerak-gerik Chaeri, Namsoo buru-buru menghabiskan roti panggang selai kacangnya. “Chaeri, apa kamu mau berangkat bersama denganku?” serunya sebelum sepupunya meninggalkan ruang makan.

Sebagai jawaban, Chaeri hanya mengangkat satu tangan sebagai penolakan. Akhirnya dengan langkah terburu-buru –takut Namsoo mengikutinya— Chaeri meninggalkan ruang makan keluarganya.

Pikirannya entah kenapa terus terpaku pada Soora. Apa yang harus dia katakan ketika bertemu dengan Soora nanti? Tunggu, tunggu! Kenapa Chaeri harus memikirkan Soora sebegininya? Bukankah Soora SAMA SEKALI tidak ada hubungannya dengannya. Jadi, Chaeri juga seharusnya tidak perlu memikirkan apa yang akan dia katakan nanti dengan Soora.

Langkah berisik Yoogeun yang berlari di koridor rumahnya membuat Chaeri menoleh. Bocah kecil itu berlari kearah Chaeri dengan senyum riang. Satu tangannya membawa gelas bertutup dan satu tangan lainnya menenteng roti coklatnya. Langkah larinya menimbulkan gema di seluruh koridor.

Noona~ Noona!” serunya dengan bicaranya yang agak cadel. “Celamat belangkat ke cekolah!”

Untuk sesaat Chaeri mengerutkan keningnya untuk mengartikan kalimat Yoogeun. Saat anak itu berdiri dihadapannya, Chaeri menunduk, menyamakan tingginya dengan Yoogeun dan menepuk kepala anak itu dengan wajah TANPA EKSPRESI.

Berikutnya, tanpa salah, Chaeri menarik kedua pipi gembul Yoogeun.

“Awawawa~ Caaakiit~”

“Nona Muda?”

DEGH! Mendengar panggilan Boa, Cherin langsung melepas pipi Yoogeun dan berdiri.

“Eomma~ Chaeri Noona cubit aku~” rengek Yoogeun sambil berlari mendekati Boa yang sudah menenteng kunci mobil.

Tak ada kata maaf yang meluncur dari bibir Chaeri. Namun wajahnya sekarang memerah, seakan ketahuan sudah mencuri atau melakukan kejahatan memalukan. Sambil merapikan earphone-nya yang berantakan, Chaeri melewati Yoogeun dan Boa begitu saja.

“Baiklah, Chagiya… Eomma mengantar Chaeri Noona ke sekolah dulu, ya? Yoogeun jadi anak baik di rumah, oke?”

“Ciaap~ Eomma!”

Sejenak Chaeri menoleh kebelakang dan meihat Boa tengah memeluk Yoogeun dengan hangat. Tatapan mata Chaeri sejenak hampa melihat adegan itu. Ada sebersit perasaan aneh dalam dirinya, tapi Chaeri tidak bisa mengetahui perasaan apa itu.

Dan sebelum Boa menyadari kalau dia memperhatikannya, Chaeri segera keluar dari pintu utama rumahnya dan mendekati BMW hitam yang terparkir di depan pintu rumahnya.

xxx

“Aaaahhh~ Aku lupa mengerjakan PR Matematika!!!”

Entah kini sudah ada sensor yang aktif di kepala Chaeri atau apa, tapi satu suara berisik itu membuat perhatian Chaeri teralih. Musik yang berdengung-dengung ditelinganya justru terdengar samar, khususnya ketika ada sebuah tas dilempar tepat ke meja disampingnya dan seorang anak duduk di sampingnya dengan BERISIK.

“CL! Kamu sudah mengerjakan PR?! Aku lupa banget kalau ada PR Matematika dan aku belum mengerjakannya!!”

Chaeri tak mempedulikan Soora. Lagipula, tadi kan Soora berbicara dengan seseorang yang dipanggil ‘CL’, dan itu bukan Chaeri. Seharusnya memang bukan dia.

“CL~~~~~” Soora menarik satu earphone Chaeri. “Aku bicara padamu, lho.”

“Namaku Lee Chaeri,” balas Chaeri gusar sambil menyambar earphone-nya dan kembali memasangnya. Tapi sebelum dia berhasil memasangnya, Soora sudah merebutnya lagi. Membuat kedua gadis itu sekarang saling bertatapan.

Soora nyengir, “Aku kan memanggilmu CL,” Dia memutar bola matanya seraya berpikir, “sejak kemarin!” lanjutnya mantap. “Oke, kamu sudah mengerjakan PR, kan? Humm~ Sebenarnya itu juga bukan PR di kelas kita, hari ini kan nggak ada pelajaran Matematika.” Dengan panik Soora membuka tasnya dan mengambil sebuah buku tulis bersampul kertas merah muda dan menyodorkannya kearah Chaeri. “Bantu aku sebentar, mau, kan?”

Kalimat Soora membuat Chaeri seketika menoleh kearahnya. “Kau sendiri bilang kita tidak ada pelajaran matematika hari ini. Jadi, kenapa kau heboh untuk sesuatu yang BUKAN pada saatnya?” Chaeri bertanya dengan ketus sambil memasang earphone-nya lagi.

Soora terkikik pelan. “Ini PR Sunhee, sih.”

Sensor… Lagi-lagi Chaeri langsung menatap Soora, kali ini dengan alis berkerut. “Sunhee?”

Soora mengangguk sambil memutar-mutar sejumput rambut yang tergerai disamping pipinya, “Ini PR Sunhee.” ulangnya membenarkan pertanyaan Chaeri. “Dan aku harus mengerjakannya.” Berikutnya, gadis itu tersenyum lebar seakan mengerjakan tugas orang lain bukanlah hal yang patut dipermasalahkan. Satu tangannya sudah bergerak merogoh tempat pensilnya dan langsung mengeluarkan pensil mekaniknya, Kedua mata bulat jernihnya kembali melirik Chaeri. “Mau membantu, kan?”

BRAKK! Chaeri hanya menggebrak mejanya dengan kesal sambil berdiri. Beberapa siswa disekitarnya langsung menoleh kearahnya.

“Dasar bodoh,” bisik Chaeri dingin.

Bukan Soora namanya kalau dia diam saja ketika Chaeri mengatainya begitu. Matanya membulat sempurna sambil memandangi Chaeri kaget. “Bodoh? Aku? Kenapa kamu selalu mengataiku bodoh, sih?!” protes Soora cepat sambil menunjuk kearah Chaeri dengan pensilnya. “Orang bodoh adalah orang yang mengatai orang lain bodoh!” tantangnya dengan suara lantang. Tapi entah kenapa cengiran Sooran tak hilang dari wajahnya.

Anak aneh…

Tanpa mempedulikan sekelilingnya, apalagi Soora, Chaeri memilih berjalan meninggalkan kursinya. Entah kenapa dia merasa kesal, sangat kesal. Tapi bukan Soora yang membuatnya kesal. Mungkin… Kebodohan Soora yang membuatnya gusar bukan main.

“CL~ CL~ Mau kemana~? Bantu aku, dong!”

Chaeri meraih iPad di saku seragamnya dan mengencangkan volume musik yang didengarnya agar dia tak bisa mendengar panggilan Soora yang sangat mengusik itu. Segera Chaeri berjalan keluar dari kelasnya dan menyusuri koridor sekolah.

Tepat di kelas yang terletak disamping kelasnya, tatapannya tertuju pada seorang gadis cantik nan modis yang tengah tertawa riang dengan empat temannya yang juga berpenampilan sama persis dengannya.

Dengan langkah disentakkan, Chaeri berjalan melewati mereka, “Kau, seharusnya tidak memanfaatkan kebodohan orang lain.” bisik Cherin tepat ketika dirinya melangkah disamping Sunhee, gadis modis yang tengah tertawa tadi.

Seketika Sunhee berhenti tertawa dan menoleh kearah Chaeri yang semakin menjauhinya, “Apa? Dia bicara dengan siapa tadi?”

“Entahlah,”

“Ngomong-ngomong, PR-mu bagaimana, Sunhee-yah?”

Sunhee tersenyum lebar sambil mengibaskan rambut panjang yang dicat coklat gelap itu dengan santai. “Sudah kuserahkan kepada Soora. Tenang saja, deh.” gumamnya sambil tertawa dan keempat temannya ikut tertawa bersamanya.

Tawa berisik Sunhee dan teman-temannya masih bisa didengar Chaeri, tak peduli gadis itu sudah berjalan cukup jauh dari mereka. Konyolnya, Chaeri benar-benar tidak tahu kenapa dia merasa sangat marah karena tawa Sunhee.

“Dasar anak bodoh,” geramnya sendirian.

xxx

Sepanjang hidupnya, mungkin hanya beberapa orang yang bisa dibilang menjalin hubungan ‘dekat’ dengan Chaeri. Diantaranya mungkin Namsoo, yang secara tak Chaeri sadari, kehadirannya termasuk selalu membuat Chaeri merasa ‘hidup’. Juga Boa dan Yoogeun yang membuat Chaeri tidak merasa sendirian di rumah.

Tapi ini PERTAMA kalinya Chaeri merasa terganggu karena seseorang yang tak dikenalnya sama sekali. Namsoo yang bawel dan menyebalkan saja sudah cukup mengganggunya, dan sekarang ditambah Soora yangn cerewet yang entah kenapa suka sekali mengusik ketenangannya.

Apa Tuhan ingin memberikan hukuman bagi Chaeri? Tapi, memang apa kesalahan Chaeri sehingga Tuhan mempertemukannya dengan orang-orang menyebalkan disekitarnya? Entahlah…

Petang akhirnya tiba dan berapa menit telah berlalu sejak bel pulang berdering. Sebelum kelas sepi, Chaeri sudah merapikan semua bukunya. Earphone-nya sudah dengan setia terpasang di kedua telinganya meski belum ada satupun musik yang didengarnya.

Gadis itu berdiri dan melihat Soora yang masih sibuk memilah-milah buku dimejanya. Sudah ada tiga buku yang disusunnya berurutan. Satu bersampul merah muda dan dua lainnya bersampul biru dengan gambar Piro Piro didepannya.

“Ini milik Sunhee—ah, ini punya Taera, deh~ Lalu… Ini milik Hyunah? Humm~ Tapi ini seperti milik Sunhee~ Aduuh! Kenapa sih mereka tidak menuliskan nama di sampul depannya?!” gerutu Soora sambil menukar-nukar dua buku yang ada ditangannya dan ditumpuknya kesusunan buku lainnya.

Sadar kalau diperhatikan, dia menoleh kearah Chaeri, “Lho? Kenapa melihatku?” tanyanya agak ketus sambil memajukan bibirnya dengan mimik meledek Chaeri. Entah kenapa Soora suka sekali menggoda gadis itu.

Kesal? Tentu saja. Tapi bukan Chaeri kalau dia membalas muka jelek Soora dengan muka aneh lainnya. Tanpa bicara apapun dia berjalan meninggalkan Soora yang sudah hampir sendirian di dalam kelas.

Chaeri sudah bertekad untuk TIDAK ikut campur dengan segala hal yang berhubungan dengan Soora. TITIK!

“CL~ CL~!!” Beberapa detik berikutnya Soora sudah berlari dibelakang Chaeri sambil memeluk lima buku yang tadi disusunnya.

Chaeri tentu dengan senang hati mengabaikannya.

“Eh, hari ini kamu dijemput? Aku belum sempat minta maaf secara formal ke ibumu karena kemarin membuatmu pulang terlambat. By the way, ibumu cantik, ya? Seperti model, deh. Ibuku juga model dan sangat cantik, lho.” Sepertinya juga Soora tak peduli kalau Chaeri mengabaikannya. Dengan setengah berlari dia berusaha menyusul langkah Chaeri. Tubuhnya yang sedikit lebih pendek tentu membuatnya sulit menyamakan langkah dengan Chaeri. “Duh, CL~ Bisa nggak kamu jalan lebih pelan? Aku kan jadi tak perlu berlari untuk menyusul_”

Kalimat Soora berhenti tepat ketika Chaeri berhenti dan memutar tubunya untuk menatapnya.

“Nah… Kalau CL mau menungguku kan enak_”

“Dengar!” Chaeri memotong dengan gusar. “Satu, berhenti memanggilku CL!” Dia menunjukkan satu jari telunjuknya tepat dihadapan Soora. “Dan dua, kamu nggak perlu meminta maaf secara formal atau apapun atas kejadian kemarin karena aku NGGAK mau tau!”

Untuk beberapa detik Chaeri menarik nafas lalu melanjutkan sambil menjunjung ketiga jarinya didepan wajah Soora, “Tiga, yang kemarin itu bukan ibuku dan aku juga nggak peduli apakah ibumu model atau bukan. Dan EMPAT, berhenti mengekor dibelakangku, Jung Soora!!!”

Mendadak Soora tergelak. Dia memeluk lima bukuya lebih erat sambil setengah menunduk. Tawanya menggema di lorong sekolah yang sudah cukup sepi dan membuat Chaeri langsung mengerutkan keningnya keheranan.

Apa anak ini sudah gila? pikir Chaeri keheranan. Atau Soora mendadak gila karena dimarahi olehnya? Kalau yang itu sih lebih tidak mungkin lagi…

“Sumpah deh kamu ini lucu sekali!”

Chaeri nyaris saja menganga karena ucapan Soora tadi. Lucu? LUCU APANYA?

“Jung Soora!!” Satu seruan kencang sontak membuat Soora berhenti tertawa. Keduanya langsung menatap ke satu arah—dibelakang Chaeri, dimana ada Sunhee dan teman-temannya berdiri di depan kelas sambil memandangi mereka dengan sinis.

Chaeri kembali melirik Soora yang entah kenapa matanya langsung berbinar kegirangan. Dan tanpa mempedulikan Chaeri, Soora sudah berlari menghampiri Sunhee dan teman-temannya dengan ceria.

Dia itu bodoh atau apa, sih? Sudah tau dimanfaatkan, tapi kenapa tetap mau diperalat mereka? Lagi-lagi Chaeri menggerutu dalam hatinya. Segera diraih iPad di sakunya dan mulai menyalakan musiknya keras-keras.

Bukankah Chaeri bertekad tidak mau mempedulikan Soora?

“CL~ Sampai jumpa besoook~”

Suara nyaring itu membuat Chaeri reflek menoleh kearah Soora yang sudah melambaikan tangannya kearah Chaeri. Tapi Chaeri tidak membalasnya. Dia hanya berjalan semakin menjauh dari Soora, Sunhee dan teman-teman mereka.

xxx

“Nona Chaeri, apa masih mau menunggu? Namsoo saja sudah pulang sejak tadi,” teguran lembut Boa membuat Chaeri yang sejak tadi menatap kearah gerbang sekolah menoleh kearahnya. Iris coklat wanita itu tampak teduh ketika menatap Chaeri. Tatapan keibuan yang entah kenapa sangat dirindukan Chaeri.

Sadar terlalu lama memandangi mata Boa, Chaeri kembali menoleh ke arah gerbang sekolahnya. “Sebentar lagi,” gumamnya sambil menghela nafas.

Sudah sepi di sekolah, mungkin sudah tidak ada siapapun lagi disana. Tapi entah kenapa Soora ataupun Sunhee masih belum kelihatan keluar dari dalam sekolah. Dan padahal langit juga sudah mulai gelap, ditambah dengan awan kelabu yang sejak tadi sudah memayungi langit. Kelihatannya hujan akan turun.

“Sebenarnya, apa yang kau tunggu?” Boa kembali bertanya.

“Bukan apa-apa,” balas Chaeri lagi dengan dingin.

Kembali keheningan mengisi mobilnya. Dari balik kaca mobil, Boa memperhatikan wajah Chaeri yang sebenarnya tampak cemas. Wanita itu tersenyum samar. Chaeri memang dingin dan tampak tak mau peduli akan sekelilingnya, tapi sesungguhnya dia sangat memperhatikan apapun yang ada disekitarnya. Chaeri hanya terlalu pemalu untuk mengakuinya. Bahkan dirinya sendiri juga tak akan mau mengakuinya.

“Gadis yang kemarin pulang bersamamu,” Boa kembali bicara, “apa hari ini kalian tidak pulang bersama?”

“Kenapa aku harus pulang bersama dia? Toh dia juga BUKAN temanku.” Nada suara Chaeri terdengar tersinggung dengan pertanyaan Boa.

“Oh, iya? Tapi saat dia salah mengenaliku sebagai ibumu, aku merasa dia sangat lucu. Itu pertama kalinya Nona pulang dengan seorang teman, kan?”

Chaeri melirik Boa kesal. “Dia BUKAN temanku.” tegasnya. “Jalankan mobilnya. Lebih baik kita pulang sekarang.” Akhirnya Chaeri menyandarkan tubuhnya di bantalan jok mobil sambil menarik nafas. Kenapa juga dia harus menganggap si bawel Soora sebagai temannya?

Dia tidak pernah mau mempunyai teman. Chaeri tidak butuh teman.

Perlahan mesin mobil itu berdengung dan bergetar samar. Tak butuh waktu lama sampai mobil itu mulai bergerak perlahan menyusuri jalan setapak di depan gerbang sekolanya. Dan ketika mobil itu melewati gerbang sekolah, Chaeri bisa melihat Sunhee dan keempat temannya berjalan keluar.

Sunhee dan keempat temannya. TANPA Soora.

“Tunggu! Berhenti!!” Reflek, Chaeri menepuk jok depan tempat Boa duduk dibelakang kemudi dan mobil itu mengerem mendadak. Sebelum Boa memiliki kesempatan untuk bertanya, Chaeri sudah membuka pintu mobilnya dan berlari keluar.

Buru-buru dia masuk lagi ke sekolah dan menghampiri Sunhee. “Mana Jung Soora?” tanyanya cepat.

Tentu saja butuh waktu bagi Sunhee untuk memahami pertanyaannya. Dia kenal Chaeri—meski Chaeri belum tentu mengenalnya. Chaeri yang dikenal pendiam itu tidak mungkin mempedulikan orang lain, kan? Apalagi Soora yang aneh.

“Kenapa bertanya kepadaku?” balas Sunhee sinis sambil menyibakkan rambutnya kebelakang dengan gaya angkuh.

“Karena tadi dia bersamamu.” balas Chaeri tak kalah sinis. Ini sudah seperti pertandingan kesinisan.

Sunhee berdecak sebal sambil memutar bola matanya tak peduli. “So, bukan urusanmu, kan?” Gadis itu sudah berjalan melewati Chaeri begitu saja.

Tapi Chaeri tak membiarkannya pergi, Chaeri ingat sekali kalau kemarin Sunhee sudah mengerjai Soora dengan membuang tasnya. Ditahannya lengan kurus Sunhee dan keduanya saling melempar tatapan mematikan satu sama lain.

“Dimana dia?” ulang Chaeri dengan suara mengancam. Dan kali ini wajahnya sudah kelihatan sangat marah.

“Apaan, sih?!” Sunhee menyentakkan tangan Chaeri sambil memelototinya galak. “Dia di kelas. Kalau kau mau menyusulnya, susul saja! Dasar aneh. Lagipula apa sih peduli Quenn of Perfection sepertimu terhadap anak semacam Soora?” Sunhee mendorong bahu Chaeri kesal dan membuat gadis itu mundur.

Tak ada keinginan bagi Chaeri untuk memulai pertengkaran dengan orang semacam Sunhee. Tanpa bicara apapun lagi, Chaeri memutuskan untuk berlari kearah gedung sekolah dan meninggalkan Sunhee dan gerombolannya. Dia masih mendengar Sunhee berteriak memakinya, tapi Chaeri tak mau peduli.

Entah Soora atau kebodohannya itu yang membuat Chaeri mau tak mau HARUS peduli. Yang pasti sekarang Chaeri tidak bisa merasa tenang kalau belum melihat Soora keluar dari sekolah.

Satu hal yang pasti, Sunhee pasti mengerjainya lagi.

xxx

Seperti yang diduga, akhirnya gerimis turun begitu saja. Sudah tepat jam enam sore dan sepertinya sekolah sudah benar-benar kosong. Hanya lampu-lampu koridor yang dibiarkan menyala—itupun tidak semua lampu, hanya sebagian. Dan hampir semua lampu kelas sudah padam.

Chaeri berlari terengah-engah menaiki tangga. Dia sudah mengecek koridor di lantai satu dan dua. Hampir seluruh bagian di lantai itu ia telusuri, tapi Soora tak ada disana. Padahal kelas mereka terletak di lantai dua, setidaknya mungkin Soora masih di kelas mereka.

Kini dia berhenti tepat di ujung tangga lantai tiga untuk menarik nafas. Dia sudah terengah-engah dan keringat menetes di keningnya.

“Bodoh! Kenapa aku merasa sangat cemas gara-gara si bodoh itu, sih!” gerutunya seraya menghapus peluh yang menetes dikeningnya. Segera Cherin berhenti berlari, tapi langkahnya mendadak berhenti ketika mendengar suara dari tangga lantai menuju lantai empat.

Hantu…? Tidak! Chaeri segera menggeleng untuk mengusir rasa takut dalam benaknya. Tidak mungkin ada hantu di sekolahnya. Yang lebih tepat lagi, tak mungkin ada hantu ketika masih jam segini. Setidaknya hantu kan keluar jam sembilan malam keatas.

“Long~”

DEGH! Chaeri kembali terkesiap mendengar suara sayup-sayup dari lantai empat. Dengan langkah agak gemetar, dia mulai meniti satu persatu tangga naik ke lantai empat sambil menajamkan pendengarannya.

Suara itu semakin jelas…

DUK!! DUK!! BUGH!! BUGH!!

Entah kenapa langkah kaki Chaeri akhirnya semakin cepat. Kini dia sudah berlari naik keatas dan sampai di lantai terakhir—lantai empat, dengan jantung berdegup keras. Di lantai itu, suara pukulan pintu semakin terdengar kencang dan jelas, ditambah dengan teriakan yang terdengar samar.

“Soo…ra…” Mata Chaeri terbelalak seraya dia berlari menyusuri koridor, kearah sebuah pintu yang sejak tadi berdebum-debum tak karuan.

Di depan sebuah pintu yang bertuliskan ruang musik, Chaeri menghentikan langkahnya. Suara pukulan itu sangat jelas dan kini suara tangisan juga jeritan terdengar jelas dari dalam ruangan itu.

BUGH! BUGH! DUGH!!

“Kumohon—hiks~ Kumohon~ Sunhee~ Ini nggak lucu—hiks~ Ke-keluarkan aku~ Kumohon~ Tolong aku~ Siapapun…hhh… SIAPAPUN KUMOHON~~ Arrgh!! HENTIKAAAANN!!!”

Tangisan Soora berhasil membuat jantung Chaeri seakan berhenti berdetak. Tenggorokan Chaeri terasa kelu dan kering. Entah kenapa Chaeri merasa mual mendengar isakan itu. Ada sesuatu yang mengoyak perut dan hatinya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa familiar dengan tangisan Soora.

Itu… Tangisan ketakutan. Soora yang ceria? Soora yang periang dan menyebalkan… Ketakutan seperti itu…?

“Kumohon~ Kumohon~ ARGGHH!! HENTIKAN! HENTIKAAAAN!!!”

BUGH!! BUGH!!!

Perlahan Chaeri meraba pintu itu dan bisa merasa getaran yang kuat ketika Soora kembali memukul pintu itu. Dia mendekatkan wajahnya ke daun pintu seraya menarik nafas dalam-dalam.

“Jung Soora… Kau di dalam?” Suaranya akhirnya mampu keluar. Suara Chaeri terdengar gemetaran.

Suara tangisan itu memelan. “Tolong~” balas Soora lirih. “Siapapun~ tolong aku~ Tidak mau… Aku tidak mau disiksa lagi~ Eomma…” Kini pukulan di pintu melemah, terdengar seperti ketukan halus. Menunjukkan siapapun yang ada di dalamnya pasti sudah merasa kelelahan.

Chaeri mundur sebentar untuk mencari cara membuka pintu itu. Ternyata ada sebuah selot di dekat engsel pintu itu. Beruntung Sunhee tidak mengunci pintunya, dan hanya memasang selot di depannya.

Dengan tangan gemetar, Chaeri menggeser selot itu dan mendorong pintu itu agar terbuka. Nafasnya kembali tercekat saat melihat Soora sudah dengan wajah pucat berantakan duduk di hadapannya dengan penuh air mata.

“CL…?” Soora memandangi Chaeri tak percaya. Meski ruang musik itu gelap gulita, Chaeri bisa melihat kalau tubuh Soora gemetar hebat.

“Kau…__”

Mendadak mulut Chaeri terkatup rapat saat Soora sudah bangun dan meloncat memeluknya. Dorongan Soora membuat Chaeri harus mundur kebelakang dan sempat oleng sejenak. Pundak Chaeri basah karena air mata Soora.

Tak ada ucapan apapun dari Soora. Tak ada ucapan terima kasih, tak ada kalimat apapun, karena Soora hanya terisak dalam sambil memeluk Chaeri dengan tubuh gemetar ketakutan. Dan ini pertama kalinya bagi Chaeri, melihat orang menangis sambil memeluknya.

Sejujurnya, Chaeri tak tahu apa yang harus dia lakukan.

Mendadak dia teringat apa yang Boa lakukan kalau Yoogeun menangis.

Tangan Chaeri bergerak perlahan ke pundak Soora dan perlahan menepuknya selembut mungkin. Chaeri tak bisa membalas pelukan Soora, tapi dengan hati-hati dia menepuk pundak gadis itu. Berharap kalau yang dilakukannya bisa sedikit membantu menenangkan Soora.

“Aku… Takut…” bisik Soora akhirnya sambil terisak. “Aku takut sekali~” tangisan Soora kembali terdengar pilu. “Sangat takut…”

Dengan lemah, Chaeri hanya mengangguk dan mendorong Soora agar melepaskan pelukannya. Dia tak bisa mengatakan apapun dan langsung menarik tangan Soora yang masih menangis untuk berjalan menyusuri koridor. Chaeri hanya ingin keluar dari sekolah secepatnya sebelum hujan turun semakin deras.

Untuk kesekian kalinya Chaeri hanya bisa mengutuki kebodohannya yang terlalu memperhatikan Soora.

xxx

“Ini rumahmu?” Boa menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang cukup luas dan sebuah mobil diparkir di depannya. Hujan sudah turun lumayan deras. Dari balik kaca mobil, Boa melirik kebelakang, ke tempat Soora duduk dengan mata merah dan tubuh menggigil ketakutan. “Kamu baik-baik saja, Agashi?”

Soora mengangguk sambil memaksakan diri untuk tersenyum. “Iya. Terima kasih, Omoni~ Eh—maksudku…” Dia kelihatan bingung menatap Boa. Diliriknya Chaeri ketakutan. “Dia bukan ibumu, kan? Aku harus memanggilnya apa?”

“Panggil saja aku Boa,” Boa yang menjawab dengan ramah sedangkan Chaeri tampak enggan melirik Soora.

Soora tersenyum tipis. “Baiklah. Terima kasiha atas tumpangannya, CL… Dan Boa-sshi…” Soora mendorong pintu mobil itu agar terbuka namun sebelum dia keluar, dia kembali menoleh kearah Chaeri. “Dan terima kasih karena telah menolongku lagi. CL ternyata sangat baik.” ujarnya kemudian dengan lembut.

Chaeri tak membalas, dan Soora yang sudah hapal sifatnya memilih langsung keluar dan berlari masuk ke dalam rumahnya sambil menerobos hujan.

Sepeninggal Soora, Boa kembali menjalankan mesin mobil itu sambil melirik kearah Chaeri. “Sudah berapa kali Anda menolong gadis tadi?”

Chaeri mengabaikannya.

“Anak itu… Sepertinya mengidap claustrophobia.” gumam Boa sambil mulai menjalankan mobil itu dan berjalan hati-hati menyusuri jalan yang cukup sepi malam itu.

Kali ini Chaeri merespon dengan melirik Boa. “Claustrophobia…?”

Boa mengangguk. “Itu hanya pendapatku saja. Saat Nona membawanya keluar dia tampak sangat ketakutan dan shock. Tubuhnya gemetaran dan dia tak bisa berhenti menangis. Wajar memang kalau seseorang yang dikunci dalam ruangan gelap akan mengalami hal itu. Tapi dari ketakutannya, aku rasa dia agak berlebihan. Jadi kukira dia pernah mengalami trauma dalam ruangan terkunci atau gelap, atau semacamnya. Seperti itulah…”

“Entah. Aku tak tau.” Chaeri kembali menatap keluar jendela mobilnya. Matanya mengawasi jalan sepi yang mereka lalui tanpa perasaan apapun.

Dia masih ingat bagaimana kacaunya Soora tadi dan itu membuatnya enggan mengingat Soora yang biasanya kelihatan bodoh dan kelewat ceria.

Soora dan dirinya… Entah kenapa seperti memiliki kesamaan yang tak terlihat jelas.

Dan pemikiran itu mengganggu Chaeri.

Satu yang akhirnya Chaeri perlahan sadari… Entah sejak kapan, tapi Soora berhasil membuatnya tahu seperti apa itu rasanya mencemaskan orang lain. Setelah kejadian hari ini, haruskah dia memperbaiki hubungannya dengan Soora, atau semakin menjauhinya?

Kenapa dirinya jadi sebodoh ini...?

~tbc~

Rabu, 21 November 2012

[Fanfic] Two Moons Chapter 3 => You ,-and me-,






“Kau yakin?”

                        “Kenapa? kau terdengar khawatir.”

“Hanya memastikan”

                        “ Tapi penuh rasa khawatir, kan?”

“Apa kau merasa tersanjung?”


CHAPTER 3 You ,-and Me-.

Bel pergantian jam pelajaran berdering, seluruh siswa di kelas Soora bersorak heboh seolah lepas dari penjara.

Senyum Soora melebar hingga telinga, dia menyukai euforia ini. Pada saat seperti inilah dia merasakan kelasnya hidup. Dia menoleh ke arah Chaeri yang masih saja termangu menatap ke arah luar jendela dengan headphone terpasang di kepala. Soora menggelengkan kepalanya heran, sepertinya teman barunya ini tidak tau bagaimana cara menikmati sekolah.

“YEAHH!!!”

Soora sengaja mengepalkan tinjunya tanda histeris ke hadapan Chaeri hingga gadis itu tersentak kaget.

“Kau lapar tidak? Ini saatnya menyerbu kantin!!”Soora terkikik kecil melihat wajah kaget Chaeri, yang segera berubah menjadi sorot penuh kebencian. Sedikit merasa puas akan apa yang telah dia lakukan, Soora mengerjapkan matanya sepolos yang ia bisa ke arah ‘Angry Chaeri’. Chaeri berdiri seketika, ia mengepalkan tinjunya dengan sikap mengancam, tatapan matanya tak lepas dari Soora.

“Woo, chill maaaann! Aku tak berniat benar-benar memukul, kau tau?” Ujar Soora santai sambil berjinjit, sekali lagi dia bermaksud membuat Chaeri marah dengan berusaha menepuk-nepuk pelan kepala gadis tersebut. Chaeri menepis kasar tangan Soora yang hampir menyentuh kepalanya.

“Apa kau tidak makan siang? Kau sedang diet?” Soora menanyakan hal tersebut sambil lalu, karena seakan merasa sangat lapar, Soora tak menunggu jawaban Chaeri atas ucapannya. Dia segera melesat menuju kantin, menelusup di antara rombongan perut-perut kelaparan lainnya.

Chaeri mendenguskan nafasnya sepeninggal Soora, nyata benar dia merasa terganggu duduk sebangku dengan Soora.

***

Kedua tangan Soora sedang penuh saat ini, cup ramyeon di tangan kanan, roti melon dan susu kotak di tangan kiri, belum lagi dua pack penuh mandu yang dia jepit di antara lengan dan badannya, beberapa kemasan camilan renyah yang dia peluk, serta sumpit yang dia gigit karena tak ada tempat lagi. Tak ada yang tau, bagaimana ceritanya dia tadi bisa membayar semua itu dengan dompet yang terjepit di antara lekukan leher serta dagunya.

Setengah kerepotan, mata soora melirik di sekitar kantin. Sialnya tak ada tempat duduk yang kosong untuknya. Setengah cemberut Soora memutuskan untuk makan di dalam ruang kelas.

Ketika sedang berbelok di koridor di dekat kelasnya, Soora melihat Chaeri keluar dari kelas. Karena tak bisa memanggil Chaeri dengan sumpit di mulutnya, Soora memutuskan untuk mengekor ke mana Chaeri hendak pergi.

Rupanya Chaeri menuju gedung olahraga, mau apa dia di sana?

Perlahan Soora membuka pintu yang di tutup Chaeri beberapa saat sebelumnya, sedikit kesulitan dengan yah.. segala macam barang tadi. Soora berusaha tidak membuat suara sehingga ketika dia terpekik takjub dengan gedung olah raga yang luas, dia sedikit mengagetkan Chaeri.

“Whoaa~ daebak!”

Chaeri terperanjat, lalu menoleh ke arah Soora, ke arah semua benda yang Soora pegang. Soora tak merasa bersalah sama sekali, dia justru menuju bangku terdekat yang sering di gunakan untuk menonton pertandingan atau sekedar untuk istirahat. Satu persatu dia meletakkan makanan yang dia bawa dengan hati-hati.

“Apa yang kau lakukan di sini?!” hardik Chaeri dengan nada dingin.

“Apa yang KAU lakukan di sini?” mata polos sora mengerjap sekali, dia balik bertanya dengan nada serius ke Chaeri, sembari menata semua makanan yang dia bawa di sekitar dia duduk.

“Pergilah, aku sedang ingin sendiri.” Chaeri membalas ucapan Soora dengan malas, dia memasang headphonenya dan memilih tempat duduk yang paling jauh dari Soora. Tatapannya termangu ke arah lapangan basket yang ada di depannya.

“Shireooooo~” Soora melagukan jawabannya atas pengusiran chaeri, dia mulai memakan ramyeon yang dia bawa tadi.

Chaeri menoleh ke arah soora dengan cepat, “Sebenarnya apa maumu?!”

“Wae?” Soora menyahut enteng, dia memakan ramyeonnya dengan berisik.

“Di mana dari ucapanku yang tak kau pahami, hah?” Chaeri terlihat sangat terganggu, “Aku bilang aku mau sendiri, itu artinya aku tak ingin kau ada di sini. Dalam kamus, sendiri itu berarti tak ada kau di sekelilingku, neo ara??”

Soora meletakkan cup ramyeonnya dengan keras. Dia bergaya menirukan kalimat Chaeri tanpa suara dengan mulut mencong kanan mencong kiri sebelum membalas.

“Kau pikir kau spesial?! Kau mau menikmati gedung sebesar ini sendirian? AKU JUGA MEMBAYAR UNTUK MASUK SEKOLAH INI, NEO ARA!!” Soora balik menghardik Chaeri yang ternganga, apa dia pikir aku juga tak bisa berkata keras? Batin Soora bangga.

“Lagi pula, aku tak pernah berpikir kalau gedung olahraga ternyata seluas ini~ saat kita ada jam olahraga di sini rasanya selalu sempit dan pengap.” Soora melanjutkan, dia menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuk sembari memperhatikan sekelilingnya, takjub.

“..itu karena kita sekarang hanya berdua di sini, pabo~” Chaeri terdengar menggumam menanggapi, namun dia lantas menoyor keningnya sendiri. “Kenapa pula aku harus menanggapinya?”

Soora terkekeh, dia kembali fokus ke arah makanan di hadapannya. Sekarang dia mulai membuka bungkus mandu miliknya.

“Kau mau?” tawar Soora.

“Lupakan~ yang aku mau darimu hanyalah kau meninggalkan tempat ini secepatnya.” Dengus Chaeri, tangannya sibuk mengotak-atik ipodnya lalu memejamkan mata sambil bersandar di punggung bangku yang dia tempati.

Soora nyengir, dia tak berkata apa-apa lagi. Tangan dan mulutnya sibuk bekerjasama untuk menghabiskan apa yang tadi dia bawa dari kantin.

Beberapa menit berlalu dan jumlah makanan di depan Soora menipis dengan cepat. Iseng, Soora melemparkan bekas pack mandu yang telah kosong ke arah Chaeri.

Tuk!

Chaeri membuka matanya dengan cepat karena kaget.

“APA KAU BENAR-BENAR BERNIAT UNTUK MENANTANGKU, HAH?!”

Soora mengerjapkan matanya polos, dia masih menjilat sisa bumbu snack yang melekat di tangannya ketika Chaeri meledak lagi.

“A-anieyo.. aku memanggilmu tapi kau menyumpal telingamu dengan headphone. Keuronikka,..”Soora mencoba menjelaskan, dia masih saja sibuk mengulum telunjuk dan ibu jarinya yang belepotan bumbu snack.

Chaeri meringis melihat pemandangan tersebut, “Hajimaa~! Itu menjijikkan, ugh~”

“Uh? Tapi kau tak bisa makan snack tanpa menjilati sisa bumbunya~” Soora menyahut, pandangannya menyiratkan rasa heran.

Chaeri tak menanggapi.

Soora menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Chaeri, “Kau yakin tidak makan siang? Aku masih punya beberapa butir mandu dan roti melon yang masih utuh jika kau mau..”

“Tak usah mengurusiku, aku yakin kau masih punya ratusan cacing di perutmu yang harus diberi makan” Chaeri membalas ucapan Soora dengan tatapan dan ucapan yang sinis.

Soora tak merasa tersinggung, dia menjawab dengan cepat “O? Apa itu sebuah rasa peduli? Kau peduli pada perutku?” bibirnya membentuk senyuman lebar yang ‘sedikit terlalu lebar’.

“Apa-apaan wajahmu itu?” Chaeri membalas dengan tak kalah sengit, “Kau, benar-benar butuh dokter, ada yang tidak beres dengan telingamu. Atau mungkin otakmu. Kau menerjemahkan semua kalimatku dengan.. ah, lupakan. ”

Chaeri kembali memakai headphonenya. Tapi tak lama, sebab dia segera melepasnya kembali sembari memeriksa ipod yang ada di tangan.

.. aish, jinjja. Kenapa habis power disaat seperti ini..

Soora mendengar Chaeri menggerutu pelan.

“Itu bagus jika powernya habis. Kupikir nanti kau yang akan membutuhkan dokter telinga lebih cepat dari aku karena telingamu tuli.” Soora berujar dengan nada santai.

“Yah! Kau mendoakan aku tuli?!”

“Ani.. kau sendiri yang mengucapkannya.” Balas Soora telak, dia menjulurkan lidah ke arah Chaeri. Chaeri mengepalkan tinjunya seolah hendak memukul Soora, yang dituju justru tak berekspresi takut sama sekali.

“Mwo? Mwo? Mwo? Aku mengucapkan hal yang benar, Lee Chaeri..”Soora mengangkat wajahnya dengan sedikit menantang.

Chaeri menyimpan kepalan tinjunya lagi. “Jinjja, aku bisa darah tinggi jika selalu meladeni ucapanmu..” desisnya jengkel.

Soora terkikik, suasana hening sejenak setelah itu.
“Keundae, tidak kah kau merasa namamu sedikit kuno? Lee Chaeri, Chaeri, Lee Chaeri..”sambil berpikir, Soora menelengkan kepalanya. Chaeri mendengus melihat pemandangan tersebut.

“Tak usah berakting sedang berpikir, wajahmu itu tak pantas untuk berpikir. Aku bahkan ragu apa kau punya otak atau tidak.”

Soora seolah tak memperdulikannya, dia meloncat lebih dekat ke bangku yang berada tepat di sebelah Chaeri.

“Ya, Ya, Ya, bagaimana kalau kau menyingkat namamu menjadi dua huruf saja, Jooyeon mengubah namanya menjadi J, dan itu terdengar sangat modern. Jadi bagaimana jika namamu disingkat juga?” Wajah kekanak-kanakan Soora terlihat antusias.

Chaeri memutar matanya lagi, ekspresinya mengungkapkan rasa tidak tertarik.

“Kira-kira disingkat apa ya? Humm.. ah, CL! Eotthae? CL terdengar sangat oke juga. Kadang teman-teman J memanggilku dengan JS.. keren bukan? Itu bisa berarti Jung Soora, atau juga J-Shadow karena aku selalu membuntuti kemanapun J pergi seperti sebuah bayangan” Soora nyengir.

“Oh, aku tak heran jika kau punya kebiasaan selalu mengekor orang. Tapi aku sama sekali tak tertarik dengan ceritamu.” Sahut Chaeri sebelum melanjutkan, “Dan kenapa kau mengubah nama orang lain seenaknya, siapa kau? Ummaku?”hardiknya.

Soora mengerutkan kening, “Ah, wae. CL terdengar sangat keren. Kau tak akan menyesal mengganti namamu menjadi CL.”

“Kenapa aku harus menggantinya menjadi CL?!” Chaeri menantang Soora.

Hening sejenak.

“Lalu, jika aku mengubahnya menjadi LC apa kau setuju? Itu jauh lebih jelek dari Chaeri..” sahut Soora pelan, nadanya sangat lugu.

Uap panas sepertinya sudah mencapai ubun-ubun Chaeri, “Ah dwaesseo. Kenapa juga aku harus menanggapi ucapanmu..” dia bangkit dari duduknya dan beranjak meninggalkan tempat itu menuju pintu keluar.

Soora ikut beranjak, dia berjalan tepat di belakang Chaeri.

“Kenapa kau selalu menggangguku. Lakukan kegiatanmu sendiri!”

“Apa keluar dari gedung olahraga juga termasuk dalam kategori mengganggu? Aku juga punya kelas yang sama denganmu, jadi aku melakukan kegiatanku sendiri kali ini, tau?!!!”

“AAARGH~!! Kau membuatku gila!”

Soora dan Chaeri mulai beradu mulut kembali, beberapa murid yang berpapasan dengan mereka terlihat sangat terkejut. Tapi Chaeri dan soora tidak memperdulikannya. Bahkan setelah mereka jauh, masih terdengar cekcok mereka menuju kelas.

***

Pelajaran selanjutnya sudah berjalan selama kira-kira sejam setelah istirahat makan siang. Soora meletakkan dagunya ke meja dengan rasa bosan. Dia melirik Chaeri yang sibuk mencatat, headphonenya mengalung di leher.

Ssst, CL!” Soora berbisik ke arah Chaeri, namun diacuhkan sama sekali oleh gadis itu.

C-L!” kali ini soora berbisik sedikit keras sambil mencolek lengan Chaeri. Chaeri menatap Soora dengan datar lalu kembali berkosentrasi dengan catatannya dan guru di depan.

Yah, Siii-eLLLL!!! Aku memanggilmu!” beberapa siswa yang berada di sekitar bangku mereka menoleh, karena bisikan Soora cukup keras untuk bisa di dengar seluruh kelas.

Chaeri menghentikan gerakan mencatatnya lalu menutup bukunya dengan kesal.

Apa masalahmu?!”Chaeri balik mendesis dengan sangat pelan, namun sorot matanya tajam tertuju ke mata polos Soora.

Aku memanggilmu, tapi kau mengacuhkanku~” Soora balas berbisik sama pelannya, dia sedikit mengerucutkan bibirnya seakan kesal.

APA KAU PIKIR AKU PEDULI?” hardik Chaeri tajam dalam bisikan. Soora memutarkan bola matanya, gadis ini sama sekali tak punya manner yang baik, pikir Soora.

CL-ah, aku memanggilmuuuuu~” Soora kembali ngotot berbisik, dia kembali menusuk-nusuk lengan Chaeri dengan jarinya.

Kau.Tidak.Sedang.Memanggilku” Chaeri menjawab dengan penuh tekanan di tiap kata dalam bisikannya, lalu buru-buru memalingkan muka dari Soora.

Heii, aku memanggilmu! Tapi kau pura-pura tidak dengar~” Bisikan Soora terdengar menuduh, dia semakin mengerucutkan bibirnya.

Chaeri mengabaikannya, dia berusaha tidak menatap Soora. Tangannya menuliskan sesuatu di sesobek kertas.

CEPAT KATAKAN APA MAUMU

Soora membacanya sekilas, lalu menjawab.

Bolehkah nanti aku pinjam catatanmu?

Chaeri menuliskan jawabannya dengan cepat dalam sesobek kertas lagi, tatapannya masih tetap tak tertuju ke Soora. Dia tau jika sekarang Soora sedang menatapnya dengan sorot memohon.

KAU PUNYA WAKTU UNTUK MENCATATNYA SENDIRI. SEKARANG.

Soora mendenguskan nafasnya sebelum berbisik, “Yes i do have time, but i don't have anything 'things' to write.” Soora menjawab pertanyaan Chaeri dengan kuyu.

APA MAKSUDMU KAU TAK PUNYA APAPUN’ lagi-lagi Chaeri tak mau ambil resiko dengan menatap ke arah Soora. Dia kembali menuliskan kalimatnya dalam sesobek kertas.

Soora terkekeh pelan saat membaca kertas yang disodorkan Chaeri ke arahnya.

Kalau ini kau maksudkan sebagai pertanyaan, kau kurang menuliskan tanda tanya di ujungnya~

Chaeri memutar matanya dengan ekspresi ‘whatever’, saat mendengar bisikan dari Soora yang mengomentari kalimatnya.

Sunhee menyembunyikan tasku dan seluruh isinya, jadi aku tak punya apapun untuk mencatat sekarang” lanjut Soora berbisik menjelaskan, dia menggelosorkan badannya hingga dagunya terletak di atas meja.

Secepat kilat Chaeri membalasnya dalam tulisan,

‘APA AKU HARUS BERTANYA KENAPA DIA MELAKUKAN ITU PADAMU’

Soora hampir tersedak tawanya sendiri saat membacanya, bahkan dalam tulisan pun Chaeri masih saja tanpa ekspresi.

Tanda tanya, jangan pernah melupakan tanda tanya di akhir kalimat tanya anak muda” Soora menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Chaeri dengan lagak seseorang yang sok tau.

Chaeri tak menanggapi bisikan Soora kali ini, karena hampir sebagian dari murid di kelas mereka merasa terganggu dengan desisan-desisan konyol Soora. Namun seakan tak peduli, Soora kembali melanjutkan bisikannya.

Sunhee menyembunyikan tasku karena aku memakan jatah makan siangnya~

Chaeri memutarkan matanya dengan malas, tapi meski begitu tetap saja jemarinya menuliskan sesuatu.

‘APA AKU HARUS MEMBERI UCAPAN BERDUKA CITA DAN MENGIRIMKAN RANGKAIAN BUNGA’

Pffft~

“BWAHAHAHAHAHAHAHAHAHA, KAU BISA MELUCU, YAAAAAAAH~ aku tak pernah membayangkannya!!! Daebakk!!” Soora meledak dalam tawa saat membaca sobekan kertas tersebut, sementara Chaeri buru-buru memalingkan mukanya seolah tak terjadi apa-apa. Dan Soora masih saja tertawa, hingga tanpa disadarinya seluruh kelas membeku. Semua tatapan tertuju padanya.

“Mwahahaha~!! CL-ah, kau harus sering-sering melucu seperti tadi, itu tadi benar-benar luc-.. UH.OH~” hampir saja tersedak udara, Soora baru sadar dengan keadaan sekelilingnya, terutama tatapan Seongsaenim. Dan Soora pun mengerut dalam tempat duduknya.

***

“Aiyaaaa~ kenapa ini susah sekali dibersihkaaaaan!!!”

Bel pulang telah berbunyi semenjak setengah jam yang lalu, halaman sekolah mulai sepi karena memang hari ini tak ada kelas malam. Namun malang bagi Soora, jadwal yang seharusnya bebas dari kelas malam yang membosankan justru harus dia ganti dengan hal yang lebih membosankan. Jung Soora di hukum membersihkan toilet karena tertawa tanpa kontrol di tengah pelajaran sedang berlangsung.

Kkkrrrkh~

Perut Soora berbunyi, suaranya terdengar cukup nyaring karena bergema di lantai kamar mandi sekolah.

“.. aish.. jinjja, CL benar. Masih ada banyak cacing di perutku yang belum kebagian makan, huks..” Soora menggumam sendiri.

Setelah beberapa gerutuan, beberapa ember air tumpah dan sedikit sumpah serapah, pekerjaan Soora akhirnya selesai. Soora menggerakan pinggangnya guna menghilangkan rasa kaku. Setelah membereskan semuanya, dia bergegas meninggalkan tempat tersebut.

Sekali lagi, kembali perutnya berbunyi.

Kkrrrkkh~

“Yah! Tidak bisakah kalian sabar? Aku harus menemukan tasku sebelum.. OH” Soora terlihat sangat kaget, dia berpapasan dengan Chaeri di belokan setelah kamar mandi sekolah. “Kau masih di sini?” dia melanjutkan setelah rasa kagetnya hilang.

Chaeri hanya terdiam, namun tangannya melemparkan sesuatu yang langsung ditangkap Soora secara reflek.

“UWOO, MWOOYA.. oh, nae kabang! Kau menemukannya? Aku baru saja hendak mencarinya.” Soora tidak jadi berteriak setelah tau benda apa yang dilempar Chaeri tersebut, dia lalu memeluk tasnya dengan gembira.

Chaeri memutarkan matanya, “Kau berkata seolah aku sengaja mencarinya untukmu... bangunlah dari mimpi. Aku ada sedikit urusan dengan guru lalu tak sengaja menemukan tasmu..dan aku bukannya bermaksud menungguimu.. lalu..” sedikit tergagap Chaeri menjelaskan karena tatapan mata Soora terlihat seperti tak percaya dengan senyum menyebalkan di wajahnya itu. Dia menuntaskannya dengan ungkapan protes, “YAH! apa kau tak akan mengucapkan terima kasih?”

Soora terkekeh melihat ekspresi baru Chaeri yang dia lihat. Chaeri terlihat sangat sebal sekaligus salah tingkah. Dia buru-buru balik arah dan melangkah meninggalkan Soora yang masih tersenyum.

 “Tentu saja, aku sangat berterima kasih karena kaulah yang menemukan tasku. Biasanya butuh waktu sehari untukku menemukannya. Tak jarang aku pulang tanpa tas sehingga harus beli tas baru keesokan harinya.” Soora bercerita dengan santai, dia mengikuti langkah tegas-tegas Chaeri dari belakang.

Kening Chaeri berkerut mendengar ucapan Soora, tapi tak lama, sebab dia kembali memasang ekspresi datarnya yang biasa. “Kenapa kau selalu memakan jatah makan siang Sunhee jika itu membuatmu susah sendiri, hah?”

Soora nyengir senang mendengar pertanyaan Chaeri, dia sedikit berlari dan menjajari langkah Chaeri “Mwohae? Apa ini artinya kau perhatian padaku?” dia menusuk-nusuk lengan Chaeri dengan telunjuknya sambil memainkan alis.

Chaeri menghalau tangan Soora, “Dwaesseo, lupakan saja. Anggap aku tak pernah bertanya~”

Soora tertawa keras melihat Chaeri melenggang lurus meninggalkannya yang menghentikan langkah “Gomawo CL-ahhhhh~” Soora melambaikan tangan dengan berlebihan.

“AH, SHUT-UP!” terdengar Chaeri menanggapi meskipun jaraknya sudah agak jauh melewati halaman sekolah dan Soora masih di koridor.

Soora masih tergelak, namun dia beringsut ke bangku yang ada di depan salah satu kelas lalu duduk di sana. Pulang bisa menunggu, J akan tetap menunggunya di depan sekolah. J selalu tau kalau dia biasa kena detensi. Sekarang yang terpenting adalah perutnya yang lapar. Sedikit tak sabar Soora menggerayapi isi tasnya, Roti melon tadi masih dia simpan.

Soora terlihat gembira saat dia menemukan harta yang dia cari tersebut. Roti bulat putih seukuran 2x bakpao berbau harum dengan isian setup melon segar di dalamnya, nyuuummm.. Soora menggigitnya dengan segera, mengunyahnya sebentar. Ekspresi wajahnya berubah. Sepertinya Ahjumma yang di kantin sekolah lupa memilih roti yang sudah kemarin dan mencampurnya dengan roti hari ini.

Penasaran, Soora menggigitnya sekali lagi. Dia menelengkan kepalanya, ini benar-benar aneh, roti ini rasanya saaaaaangat aneh.

Saat Soora hendak menggigit untuk yang ketiga kalinya, ada tangan yang merebut roti tersebut dari genggamannya. Soora mendongak dan melihat dengan heran, Chaeri kembali lagi.

“Ah~ YAAAAH! Waee? Tidak kah kau lihat aku sedang memakannya?”

Tanpa menjawab pertanyaan Soora, Chaeri langsung melemparkan roti tersebut menuju tempat sampah terdekat yang ada di sekitar mereka.

“YAH! NEO WAEGEURAE!!” Soora terlihat sangat marah, dia memang paling tidak suka jika makanannya diganggu.

Chaeri masih tak menjawab, namun ekspresinya menyiratkan perasaan seperti Oh-Tuhan-tebakanku-tepat,  dia mengacak poni depannya dengan sedikit tak sabar lalu melirik Soora dengan tatapan mencemooh.

“APA?! Kenapa melihatku seperti itu?” Soora menantang, perutnya masih lapar dan Chaeri justru membuang makanannya, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“YAH! NEO MICHOSSEO?!” tiba-tiba saja Chaeri meledak. Soora mengerut melihat Chaeri yang seperti itu, kenapa dia ini? Seolma.. apa dia kerasukan setan penunggu sekolah? Pikiran Soora melayang kemana-mana.

“Kenapa kau memakannya? Tidak kah kau melihat roti tadi sudah rusak?!”

“Wae-wae-waeyo?” Soora sedikit tergagap.

“Hoh~ nan michigaetha. Baru sehari aku mengenalmu dan kau sudah membuatku gila.” Chaeri kembali mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. “Apa kau tau di mana aku menemukan tasmu?!” lanjutnya, bertanya pada Soora dengan nada tinggi.

Soora menggelengkan kepala, berulang kali. Dia benar-benar merasa takut sekarang. Apa dia harus memanggil J? Chaeri benar-benar kerasukan!

Chaeri menghembuskan nafas keras sebelum menjawab pertanyaannya sendiri. “Aku berencana tak akan membuka ini kepadamu, ini memalukan. Tapi karena kau keras kepala, keurae, aku akan menceritakan semuanya.. huffff~” sekali lagi Chaeri menarik nafas. Sedikit bergumam sendiri sesuatu mengenai ini-gila!, apa-aku-harus-menceritakannya-atau-diam-saja lalu melanjutkan ucapnnya.

“Keurae, aku sengaja mencari tasmu dan menunggumu karena aku merasa bersalah. Gara-gara aku kau kena detensi, atau begitu yang aku pikir. Aku tak tau kenapa aku seperti ini, kenapa aku bahkan bisa terusik olehmu. Kehadiranmu itu menganggu, tapi juga aku tak bisa tidak peduli” Chaeri berkata dalam satu nafas, namun kalimat terakhir dia ucapkan dengan sangat pelan. “Tapi bukan itu yang penting, aku menemukan tasmu terapung di kolam ikan di taman belakang. Aku sudah bersusah payah mengeringkan tasmu dan isinya semampuku. Tapi tentu saja aku tak pernah berpikir kau akan memakan roti yang bentuknya sudah seperti penghapus begitu!”Chaeri menandaskannya, nafasnya sedikit tersengal seperti habis berlari jauh.

Wajah Soora menyiratkan seperti melihat sesuatu yang horor. Suasana hening kecuali helaan nafas Chaeri yang masih sedikit tersengal. Keadaan sekolah seolah membeku sesaat. Chaeri meneguk ludah, apa dia tadi keterlaluan? Dia kembali didera perasaan bersalah.

“Kau baik-baik saja?” Chaeri bertanya pelan ke Soora yang masih nampak syok dengan mata melebar.

Perlahan Soora kembali berkedip. Chaeri bertanya lagi, “Apa kau baik-baik saja?” dia menggoyangkan tangannya di hadapan Soora yang sudah kembali terlihat fokus.

“Aku.. aku tak paham apa yang kau bicarakan dalam tempo secepat itu, bisakah kau ulangi ucapanmu sekali lagi?” suara Soora memecah kesunyian, rasa bersalah Chaeri, suasana dingin koridor sekolah dan gemanya, namun juga sekaligus membungkam segalanya lebih cepat dari sebelumnya. Suasana lantas kembali sunyi.

Saat itulah rasanya Chaeri sangat ingin bertanya pada Tuhan tentang rasa penasarannya yang paling besar, benarkah ada otak di rongga kepala Soora? Ataukah yang di dalam tengkorak itu hanya udara panas?

..dan sekali lagi, Chaeri meledak.

***

“..jangan dekat-dekat!”

“Tapi tempat dudukku sempit, kenapa tasmu tidak kau pangku saja!”

“Kau menyuruhku?!”

heungh..harusnya tadi aku duduk di bangku depan..”

“Harusnya kau tak usah mengikutiku!!”

“Aku tak mengikutimu, aku MENGANTARMU pulang karena supirmu sudah kau suruh pulang duluan saat kau mencari tasku”

“Tapi INI taksiku, yang aku stop dan aku bayar sendiri dengan uangku!”

“YAH~!! Semua uangku diambil oleh Sunhee, dengan apa aku harus membayar?”

“Itu urusanm..”

“AGASHII!! BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM SEBENTAR?! SAYA SEDANG MENYETIR, DAN JALANAN SANGAT RAMAI! APA KALIAN MAU MATI BERSAMA?!!!”

Pertengkaran Chaeri dan Soora dipotong oleh hardikan supir taksi yang marah karena mereka sangat berisik. Keduanya lantas terdiam, Soora mengerut di tempat duduknya yang sudah mepet di pintu karena terdesak dua tas di tengah, dan Chaeri yang melengos malas ke luar jendela.

Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Tatapan Chaeri kosong dan ekspresinya sudah kembali menjadi gadis pendiam yang tadi pagi, sementara Soora melihat sekelilingnya dengan antusias. Mereka menuju rumah Chaeri, untuk pertama kalinya Soora berkunjung ke rumah teman dan pikirin ini membuatnya sangat antusias.

“Rumah ke dua yang ada anak kecil di depan itu ahjussi~” Chaeri membuka suara saat di lihatnya rumahnya sudah dekat. Soora menoleh dan menjulurkan lehernya untuk melihat lebih jelas arah yang di tunjuk oleh Chaeri.

Ada seorang wanita berusia hampir separuh baya, seorang anak lelaki kecil dan pria muda di depan rumah yang di tunjuk chaeri. Raut ketiganya sama, cemas yang terbaca. Mereka berhenti lalu Soora mengikuti Chaeri keluar dari taksi.

Tak ada suara selain kepergian taksi, mereka hanya saling menatap. Soora menusuk lengan Chaeri dengan telunjuknya.

Apa itu umma-mu?” Bisik Soora pelan.

Chaeri tak menanggapi, dia berjalan masuk tanpa menyapa ataupun memperkenalkan Soora pada mereka. Pun juga dia tak berpamitan dengan Soora. Semua pertengkaran dan cekcok serta interaksi mereka seharian tadi terasa seperti mimpi yang amat jauh. Begitu besar perbedaannya. Semua telah menguap. Soora tertegun kebingungan di bawah tatapan menyelidik orang rumah Chaeri tersebut.

Dengan kikuk, Soora mengucap salam pelan dan membungkuk. Mereka membalas, namun tak menanyakan apa-apa. Si pria muda menatap Soora dengan tajam sebelum masuk dan menyusul Chaeri ke dalam. Tinggal anak kecil dan wanita tadi di hadapan Soora.

“O-omoni, jeoseonghamnida. Gara-gara saya, Chaeri telat pulang~ Jeoseonghaeyeo~” Soora mengucapkan maaf sembari membungkuk. Tanpa di duga sorot penasaran di mata wanita tadi berubah menjadi sedikit lebih ramah.

“Apa kau temannya Chaeri?” wanita tadi bertanya sambil tersenyum.

“e.. kami baru berkenalan hari ini, tapi mungkin akan menjadi teman baik.” Soora menjawab dengan sedikit ragu.

Karena tak ada lagi yang bisa dipercakapkan, Soora buru-buru pamit. Dia tak tau daerah mana ini, tapi dia memilih berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu secepat yang ia bisa. Pandangan wanita tadi masih mengikuti hingga Soora berbelok di tikungan.

Lee chaeri, kau yang sebenarnya, seperti apa? Soora membatin dalam perjalanan pulangnya. Kening Soora berkerut saat memikirkan hal tersebut.

***tbc***