Orang bodoh adalah orang yang mengatakan bahwa orang lain itu bodoh...
Chapter 4 -Why Am I So Stupid?-
Chaeri menatap piring kosong dihadapannya
tanpa minat. Sepotong roti panggang sudah habis dan hanya menyisakan
remah-remahnya diatas piring. Jika saja tak ada keharusan untuk sarapan,
sebenarnya Chaeri tidak ingin duduk di meja makan bersama dengan Namsoo,
sepupunya yang menyebalkan itu.
Selain itu, entah kenapa hari ini dia
tidak memiliki mood untuk pergi ke sekolah. Kalau mengingat kejadian di sekolah
kemarin, rasanya dia ingin mengutuk dirinya sendiri yang terlalu memperhatikan
‘Si Cerewet’ itu. Oh ya, bahkan sekarang Chaeri sudah mendapatkan nama
panggilan yang paling tepat untuk Soora.
“Kamu baik-baik saja?” Namsoo memecah
keheningan dengan bertanya sambil mengunyah rotinya. “Kamu kelihatan jelek, Chaeri.”
ejeknya dengan suara sinis dan kekehan aneh.
Chaeri menjawab teguran Namsoo dengan
lirikan sinis dari ekor matanya. Segera diraihnya gelas berisi susu dan
diteguknya sampai habis. “Aku akan pergi sekarang,” ujarnya cepat sambil
menarik tas, ponsel dan iPad-nya.
Melihat gerak-gerik Chaeri, Namsoo
buru-buru menghabiskan roti panggang selai kacangnya. “Chaeri, apa kamu mau
berangkat bersama denganku?” serunya sebelum sepupunya meninggalkan ruang
makan.
Sebagai jawaban, Chaeri hanya mengangkat
satu tangan sebagai penolakan. Akhirnya dengan langkah terburu-buru –takut
Namsoo mengikutinya— Chaeri meninggalkan ruang makan keluarganya.
Pikirannya entah kenapa terus terpaku pada
Soora. Apa yang harus dia katakan ketika bertemu dengan Soora nanti? Tunggu,
tunggu! Kenapa Chaeri harus memikirkan Soora sebegininya? Bukankah Soora SAMA
SEKALI tidak ada hubungannya dengannya. Jadi, Chaeri juga seharusnya tidak
perlu memikirkan apa yang akan dia katakan nanti dengan Soora.
Langkah berisik Yoogeun yang berlari di
koridor rumahnya membuat Chaeri menoleh. Bocah kecil itu berlari kearah Chaeri
dengan senyum riang. Satu tangannya membawa gelas bertutup dan satu tangan
lainnya menenteng roti coklatnya. Langkah larinya menimbulkan gema di seluruh
koridor.
“Noona~ Noona!” serunya dengan
bicaranya yang agak cadel. “Celamat belangkat ke cekolah!”
Untuk sesaat Chaeri mengerutkan keningnya
untuk mengartikan kalimat Yoogeun. Saat anak itu berdiri dihadapannya, Chaeri
menunduk, menyamakan tingginya dengan Yoogeun dan menepuk kepala anak itu
dengan wajah TANPA EKSPRESI.
Berikutnya, tanpa salah, Chaeri menarik
kedua pipi gembul Yoogeun.
“Awawawa~ Caaakiit~”
“Nona Muda?”
DEGH! Mendengar panggilan Boa, Cherin
langsung melepas pipi Yoogeun dan berdiri.
“Eomma~ Chaeri Noona cubit aku~” rengek Yoogeun sambil
berlari mendekati Boa yang sudah menenteng kunci mobil.
Tak ada kata maaf yang meluncur dari bibir
Chaeri. Namun wajahnya sekarang memerah, seakan ketahuan sudah mencuri atau
melakukan kejahatan memalukan. Sambil merapikan earphone-nya yang berantakan, Chaeri
melewati Yoogeun dan Boa begitu saja.
“Baiklah, Chagiya… Eomma mengantar Chaeri Noona ke sekolah dulu, ya? Yoogeun jadi anak
baik di rumah, oke?”
“Ciaap~ Eomma!”
Sejenak Chaeri menoleh kebelakang dan
meihat Boa tengah memeluk Yoogeun dengan hangat. Tatapan mata Chaeri sejenak
hampa melihat adegan itu. Ada sebersit perasaan aneh dalam dirinya, tapi Chaeri
tidak bisa mengetahui perasaan apa itu.
Dan sebelum Boa menyadari kalau dia
memperhatikannya, Chaeri segera keluar dari pintu utama rumahnya dan mendekati
BMW hitam yang terparkir di depan pintu rumahnya.
xxx
“Aaaahhh~ Aku lupa mengerjakan PR
Matematika!!!”
Entah kini sudah ada sensor yang aktif di
kepala Chaeri atau apa, tapi satu suara berisik itu membuat perhatian Chaeri
teralih. Musik yang berdengung-dengung ditelinganya justru terdengar samar,
khususnya ketika ada sebuah tas dilempar tepat ke meja disampingnya dan seorang
anak duduk di sampingnya dengan BERISIK.
“CL! Kamu sudah mengerjakan PR?! Aku lupa
banget kalau ada PR Matematika dan aku belum mengerjakannya!!”
Chaeri tak mempedulikan Soora. Lagipula,
tadi kan Soora berbicara dengan seseorang yang dipanggil ‘CL’, dan itu bukan Chaeri.
Seharusnya memang bukan dia.
“CL~~~~~” Soora menarik satu earphone Chaeri.
“Aku bicara padamu, lho.”
“Namaku Lee Chaeri,” balas Chaeri gusar
sambil menyambar earphone-nya
dan kembali memasangnya. Tapi sebelum dia berhasil memasangnya, Soora sudah
merebutnya lagi. Membuat kedua gadis itu sekarang saling bertatapan.
Soora nyengir, “Aku kan memanggilmu CL,”
Dia memutar bola matanya seraya berpikir, “sejak kemarin!” lanjutnya mantap.
“Oke, kamu sudah mengerjakan PR, kan? Humm~ Sebenarnya itu juga bukan PR di
kelas kita, hari ini kan nggak ada pelajaran Matematika.” Dengan panik Soora
membuka tasnya dan mengambil sebuah buku tulis bersampul kertas merah muda dan
menyodorkannya kearah Chaeri. “Bantu aku sebentar, mau, kan?”
Kalimat Soora membuat Chaeri seketika
menoleh kearahnya. “Kau sendiri bilang kita tidak ada pelajaran matematika hari
ini. Jadi, kenapa kau heboh untuk sesuatu yang BUKAN pada saatnya?” Chaeri
bertanya dengan ketus sambil memasang earphone-nya
lagi.
Soora terkikik pelan. “Ini PR Sunhee,
sih.”
Sensor… Lagi-lagi Chaeri langsung menatap
Soora, kali ini dengan alis berkerut. “Sunhee?”
Soora mengangguk sambil memutar-mutar
sejumput rambut yang tergerai disamping pipinya, “Ini PR Sunhee.” ulangnya
membenarkan pertanyaan Chaeri. “Dan aku harus mengerjakannya.” Berikutnya,
gadis itu tersenyum lebar seakan mengerjakan tugas orang lain bukanlah hal yang
patut dipermasalahkan. Satu tangannya sudah bergerak merogoh tempat pensilnya
dan langsung mengeluarkan pensil mekaniknya, Kedua mata bulat jernihnya kembali
melirik Chaeri. “Mau membantu, kan?”
BRAKK! Chaeri hanya menggebrak mejanya
dengan kesal sambil berdiri. Beberapa siswa disekitarnya langsung menoleh
kearahnya.
“Dasar bodoh,” bisik Chaeri dingin.
Bukan Soora namanya kalau dia diam saja
ketika Chaeri mengatainya begitu. Matanya membulat sempurna sambil memandangi Chaeri
kaget. “Bodoh? Aku? Kenapa kamu selalu mengataiku bodoh, sih?!” protes Soora
cepat sambil menunjuk kearah Chaeri dengan pensilnya. “Orang bodoh adalah orang
yang mengatai orang lain bodoh!” tantangnya dengan suara lantang. Tapi entah
kenapa cengiran Sooran tak hilang dari wajahnya.
Anak aneh…
Tanpa mempedulikan sekelilingnya, apalagi
Soora, Chaeri memilih berjalan meninggalkan kursinya. Entah kenapa dia merasa
kesal, sangat kesal. Tapi bukan Soora yang membuatnya kesal. Mungkin… Kebodohan
Soora yang membuatnya gusar bukan main.
“CL~ CL~ Mau kemana~? Bantu aku, dong!”
Chaeri meraih iPad di saku seragamnya dan
mengencangkan volume musik yang didengarnya agar dia tak
bisa mendengar panggilan Soora yang sangat mengusik itu. Segera Chaeri berjalan
keluar dari kelasnya dan menyusuri koridor sekolah.
Tepat di kelas yang terletak disamping
kelasnya, tatapannya tertuju pada seorang gadis cantik nan modis yang tengah
tertawa riang dengan empat temannya yang juga berpenampilan sama persis
dengannya.
Dengan langkah disentakkan, Chaeri
berjalan melewati mereka, “Kau, seharusnya tidak memanfaatkan kebodohan orang
lain.” bisik Cherin tepat ketika dirinya melangkah disamping Sunhee, gadis
modis yang tengah tertawa tadi.
Seketika Sunhee berhenti tertawa dan
menoleh kearah Chaeri yang semakin menjauhinya, “Apa? Dia bicara dengan siapa
tadi?”
“Entahlah,”
“Ngomong-ngomong, PR-mu bagaimana, Sunhee-yah?”
Sunhee tersenyum lebar sambil mengibaskan
rambut panjang yang dicat coklat gelap itu dengan santai. “Sudah kuserahkan
kepada Soora. Tenang saja, deh.” gumamnya sambil tertawa dan keempat temannya
ikut tertawa bersamanya.
Tawa berisik Sunhee dan teman-temannya
masih bisa didengar Chaeri, tak peduli gadis itu sudah berjalan cukup jauh dari
mereka. Konyolnya, Chaeri benar-benar tidak tahu kenapa dia merasa sangat marah
karena tawa Sunhee.
“Dasar anak bodoh,” geramnya sendirian.
xxx
Sepanjang hidupnya, mungkin hanya beberapa
orang yang bisa dibilang menjalin hubungan ‘dekat’ dengan Chaeri. Diantaranya
mungkin Namsoo, yang secara tak Chaeri sadari, kehadirannya termasuk selalu
membuat Chaeri merasa ‘hidup’. Juga Boa dan Yoogeun yang membuat Chaeri tidak
merasa sendirian di rumah.
Tapi ini PERTAMA kalinya Chaeri merasa
terganggu karena seseorang yang tak dikenalnya sama sekali. Namsoo yang bawel
dan menyebalkan saja sudah cukup mengganggunya, dan sekarang ditambah Soora
yangn cerewet yang entah kenapa suka sekali mengusik ketenangannya.
Apa Tuhan ingin memberikan hukuman bagi Chaeri?
Tapi, memang apa kesalahan Chaeri sehingga Tuhan mempertemukannya dengan
orang-orang menyebalkan disekitarnya? Entahlah…
Petang akhirnya tiba dan berapa menit
telah berlalu sejak bel pulang berdering. Sebelum kelas sepi, Chaeri sudah
merapikan semua bukunya. Earphone-nya
sudah dengan setia terpasang di kedua telinganya meski belum ada satupun musik
yang didengarnya.
Gadis itu berdiri dan melihat Soora yang
masih sibuk memilah-milah buku dimejanya. Sudah ada tiga buku yang disusunnya
berurutan. Satu bersampul merah muda dan dua lainnya bersampul biru dengan
gambar Piro Piro didepannya.
“Ini milik Sunhee—ah, ini punya Taera,
deh~ Lalu… Ini milik Hyunah? Humm~ Tapi ini seperti milik Sunhee~ Aduuh! Kenapa
sih mereka tidak menuliskan nama di sampul depannya?!” gerutu Soora sambil
menukar-nukar dua buku yang ada ditangannya dan ditumpuknya kesusunan buku
lainnya.
Sadar kalau diperhatikan, dia menoleh
kearah Chaeri, “Lho? Kenapa melihatku?” tanyanya agak ketus sambil memajukan
bibirnya dengan mimik meledek Chaeri. Entah kenapa Soora suka sekali menggoda
gadis itu.
Kesal? Tentu saja. Tapi bukan Chaeri kalau
dia membalas muka jelek Soora dengan muka aneh lainnya. Tanpa bicara apapun dia
berjalan meninggalkan Soora yang sudah hampir sendirian di dalam kelas.
Chaeri sudah bertekad untuk TIDAK ikut
campur dengan segala hal yang berhubungan dengan Soora. TITIK!
“CL~ CL~!!” Beberapa detik berikutnya
Soora sudah berlari dibelakang Chaeri sambil memeluk lima buku yang tadi
disusunnya.
Chaeri tentu dengan senang hati
mengabaikannya.
“Eh, hari ini kamu dijemput? Aku belum
sempat minta maaf secara formal ke ibumu karena kemarin membuatmu pulang
terlambat. By the way,
ibumu cantik, ya? Seperti model, deh. Ibuku juga model dan sangat cantik, lho.”
Sepertinya juga Soora tak peduli kalau Chaeri mengabaikannya. Dengan setengah
berlari dia berusaha menyusul langkah Chaeri. Tubuhnya yang sedikit lebih
pendek tentu membuatnya sulit menyamakan langkah dengan Chaeri. “Duh, CL~ Bisa
nggak kamu jalan lebih pelan? Aku kan jadi tak perlu berlari untuk menyusul_”
Kalimat Soora berhenti tepat ketika Chaeri
berhenti dan memutar tubunya untuk menatapnya.
“Nah… Kalau CL mau menungguku kan enak_”
“Dengar!” Chaeri memotong dengan gusar.
“Satu, berhenti memanggilku CL!” Dia menunjukkan satu jari telunjuknya tepat
dihadapan Soora. “Dan dua, kamu nggak perlu meminta maaf secara formal atau
apapun atas kejadian kemarin karena aku NGGAK mau tau!”
Untuk beberapa detik Chaeri menarik nafas
lalu melanjutkan sambil menjunjung ketiga jarinya didepan wajah Soora, “Tiga,
yang kemarin itu bukan ibuku dan aku juga nggak peduli apakah ibumu model atau
bukan. Dan EMPAT, berhenti mengekor dibelakangku, Jung Soora!!!”
Mendadak Soora tergelak. Dia memeluk lima
bukuya lebih erat sambil setengah menunduk. Tawanya menggema di lorong sekolah
yang sudah cukup sepi dan membuat Chaeri langsung mengerutkan keningnya
keheranan.
Apa anak ini sudah gila? pikir Chaeri keheranan. Atau Soora
mendadak gila karena dimarahi olehnya? Kalau yang itu sih lebih tidak mungkin
lagi…
“Sumpah deh kamu ini lucu sekali!”
Chaeri nyaris saja menganga karena ucapan
Soora tadi. Lucu? LUCU APANYA?
“Jung Soora!!” Satu seruan kencang sontak
membuat Soora berhenti tertawa. Keduanya langsung menatap ke satu
arah—dibelakang Chaeri, dimana ada Sunhee dan teman-temannya berdiri di depan
kelas sambil memandangi mereka dengan sinis.
Chaeri kembali melirik Soora yang entah
kenapa matanya langsung berbinar kegirangan. Dan tanpa mempedulikan Chaeri,
Soora sudah berlari menghampiri Sunhee dan teman-temannya dengan ceria.
Dia itu bodoh atau apa, sih? Sudah tau
dimanfaatkan, tapi kenapa tetap mau diperalat mereka? Lagi-lagi Chaeri menggerutu dalam hatinya.
Segera diraih iPad di sakunya dan mulai menyalakan musiknya keras-keras.
Bukankah Chaeri bertekad tidak mau
mempedulikan Soora?
“CL~ Sampai jumpa besoook~”
Suara nyaring itu membuat Chaeri reflek
menoleh kearah Soora yang sudah melambaikan tangannya kearah Chaeri. Tapi Chaeri
tidak membalasnya. Dia hanya berjalan semakin menjauh dari Soora, Sunhee dan
teman-teman mereka.
xxx
“Nona Chaeri, apa masih mau menunggu?
Namsoo saja sudah pulang sejak tadi,” teguran lembut Boa membuat Chaeri yang
sejak tadi menatap kearah gerbang sekolah menoleh kearahnya. Iris coklat wanita
itu tampak teduh ketika menatap Chaeri. Tatapan keibuan yang entah kenapa
sangat dirindukan Chaeri.
Sadar terlalu lama memandangi mata Boa, Chaeri
kembali menoleh ke arah gerbang sekolahnya. “Sebentar lagi,” gumamnya sambil
menghela nafas.
Sudah sepi di sekolah, mungkin sudah tidak
ada siapapun lagi disana. Tapi entah kenapa Soora ataupun Sunhee masih belum
kelihatan keluar dari dalam sekolah. Dan padahal langit juga sudah mulai gelap,
ditambah dengan awan kelabu yang sejak tadi sudah memayungi langit.
Kelihatannya hujan akan turun.
“Sebenarnya, apa yang kau tunggu?” Boa
kembali bertanya.
“Bukan apa-apa,” balas Chaeri lagi dengan
dingin.
Kembali keheningan mengisi mobilnya. Dari
balik kaca mobil, Boa memperhatikan wajah Chaeri yang sebenarnya tampak cemas.
Wanita itu tersenyum samar. Chaeri memang dingin dan tampak tak mau peduli akan
sekelilingnya, tapi sesungguhnya dia sangat memperhatikan apapun yang ada
disekitarnya. Chaeri hanya terlalu pemalu untuk mengakuinya. Bahkan dirinya
sendiri juga tak akan mau mengakuinya.
“Gadis yang kemarin pulang bersamamu,” Boa
kembali bicara, “apa hari ini kalian tidak pulang bersama?”
“Kenapa aku harus pulang bersama dia? Toh
dia juga BUKAN temanku.” Nada suara Chaeri terdengar tersinggung dengan
pertanyaan Boa.
“Oh, iya? Tapi saat dia salah mengenaliku
sebagai ibumu, aku merasa dia sangat lucu. Itu pertama kalinya Nona pulang
dengan seorang teman, kan?”
Chaeri melirik Boa kesal. “Dia BUKAN
temanku.” tegasnya. “Jalankan mobilnya. Lebih baik kita pulang sekarang.”
Akhirnya Chaeri menyandarkan tubuhnya di bantalan jok mobil sambil menarik
nafas. Kenapa juga dia harus menganggap si bawel Soora sebagai temannya?
Dia tidak pernah mau mempunyai teman. Chaeri
tidak butuh teman.
Perlahan mesin mobil itu berdengung dan
bergetar samar. Tak butuh waktu lama sampai mobil itu mulai bergerak perlahan
menyusuri jalan setapak di depan gerbang sekolanya. Dan ketika mobil itu
melewati gerbang sekolah, Chaeri bisa melihat Sunhee dan keempat temannya
berjalan keluar.
Sunhee dan keempat temannya. TANPA Soora.
“Tunggu! Berhenti!!” Reflek, Chaeri
menepuk jok depan tempat Boa duduk dibelakang kemudi dan mobil itu mengerem
mendadak. Sebelum Boa memiliki kesempatan untuk bertanya, Chaeri sudah membuka
pintu mobilnya dan berlari keluar.
Buru-buru dia masuk lagi ke sekolah dan
menghampiri Sunhee. “Mana Jung Soora?” tanyanya cepat.
Tentu saja butuh waktu bagi Sunhee untuk
memahami pertanyaannya. Dia kenal Chaeri—meski Chaeri belum tentu mengenalnya. Chaeri
yang dikenal pendiam itu tidak mungkin mempedulikan orang lain, kan? Apalagi
Soora yang aneh.
“Kenapa bertanya kepadaku?” balas Sunhee
sinis sambil menyibakkan rambutnya kebelakang dengan gaya angkuh.
“Karena tadi dia bersamamu.” balas Chaeri
tak kalah sinis. Ini sudah seperti pertandingan kesinisan.
Sunhee berdecak sebal sambil memutar bola
matanya tak peduli. “So, bukan urusanmu, kan?” Gadis itu sudah berjalan
melewati Chaeri begitu saja.
Tapi Chaeri tak membiarkannya pergi, Chaeri
ingat sekali kalau kemarin Sunhee sudah mengerjai Soora dengan membuang tasnya.
Ditahannya lengan kurus Sunhee dan keduanya saling melempar tatapan mematikan
satu sama lain.
“Dimana dia?” ulang Chaeri dengan suara
mengancam. Dan kali ini wajahnya sudah kelihatan sangat marah.
“Apaan, sih?!” Sunhee menyentakkan tangan Chaeri
sambil memelototinya galak. “Dia di kelas. Kalau kau mau menyusulnya, susul
saja! Dasar aneh. Lagipula apa sih peduli Quenn
of Perfection sepertimu
terhadap anak semacam Soora?” Sunhee mendorong bahu Chaeri kesal dan membuat
gadis itu mundur.
Tak ada keinginan bagi Chaeri untuk
memulai pertengkaran dengan orang semacam Sunhee. Tanpa bicara apapun lagi, Chaeri
memutuskan untuk berlari kearah gedung sekolah dan meninggalkan Sunhee dan
gerombolannya. Dia masih mendengar Sunhee berteriak memakinya, tapi Chaeri tak
mau peduli.
Entah Soora atau kebodohannya itu yang
membuat Chaeri mau tak mau HARUS peduli. Yang pasti sekarang Chaeri tidak bisa
merasa tenang kalau belum melihat Soora keluar dari sekolah.
Satu hal yang pasti, Sunhee pasti
mengerjainya lagi.
xxx
Seperti yang diduga, akhirnya gerimis
turun begitu saja. Sudah tepat jam enam sore dan sepertinya sekolah sudah
benar-benar kosong. Hanya lampu-lampu koridor yang dibiarkan menyala—itupun
tidak semua lampu, hanya sebagian. Dan hampir semua lampu kelas sudah padam.
Chaeri berlari terengah-engah menaiki
tangga. Dia sudah mengecek koridor di lantai satu dan dua. Hampir seluruh
bagian di lantai itu ia telusuri, tapi Soora tak ada disana. Padahal kelas
mereka terletak di lantai dua, setidaknya mungkin Soora masih di kelas mereka.
Kini dia berhenti tepat di ujung tangga
lantai tiga untuk menarik nafas. Dia sudah terengah-engah dan keringat menetes
di keningnya.
“Bodoh! Kenapa aku merasa sangat cemas
gara-gara si bodoh itu, sih!” gerutunya seraya menghapus peluh yang menetes
dikeningnya. Segera Cherin berhenti berlari, tapi langkahnya mendadak berhenti
ketika mendengar suara dari tangga lantai menuju lantai empat.
Hantu…? Tidak! Chaeri segera menggeleng untuk
mengusir rasa takut dalam benaknya. Tidak mungkin ada hantu di sekolahnya. Yang
lebih tepat lagi, tak mungkin ada hantu ketika masih jam segini. Setidaknya
hantu kan keluar jam sembilan malam keatas.
“Long~”
DEGH! Chaeri kembali terkesiap mendengar
suara sayup-sayup dari lantai empat. Dengan langkah agak gemetar, dia mulai
meniti satu persatu tangga naik ke lantai empat sambil menajamkan
pendengarannya.
Suara itu semakin jelas…
DUK!! DUK!! BUGH!! BUGH!!
Entah kenapa langkah kaki Chaeri akhirnya
semakin cepat. Kini dia sudah berlari naik keatas dan sampai di lantai
terakhir—lantai empat, dengan jantung berdegup keras. Di lantai itu, suara
pukulan pintu semakin terdengar kencang dan jelas, ditambah dengan teriakan
yang terdengar samar.
“Soo…ra…” Mata Chaeri terbelalak seraya
dia berlari menyusuri koridor, kearah sebuah pintu yang sejak tadi
berdebum-debum tak karuan.
Di depan sebuah pintu yang bertuliskan
ruang musik, Chaeri menghentikan langkahnya. Suara pukulan itu sangat jelas dan
kini suara tangisan juga jeritan terdengar jelas dari dalam ruangan itu.
BUGH! BUGH! DUGH!!
“Kumohon—hiks~ Kumohon~ Sunhee~ Ini nggak
lucu—hiks~ Ke-keluarkan aku~ Kumohon~ Tolong aku~ Siapapun…hhh… SIAPAPUN
KUMOHON~~ Arrgh!! HENTIKAAAANN!!!”
Tangisan Soora berhasil membuat jantung Chaeri
seakan berhenti berdetak. Tenggorokan Chaeri terasa kelu dan kering. Entah
kenapa Chaeri merasa mual mendengar isakan itu. Ada sesuatu yang mengoyak perut
dan hatinya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa familiar dengan tangisan Soora.
Itu… Tangisan ketakutan. Soora yang ceria?
Soora yang periang dan menyebalkan… Ketakutan seperti itu…?
“Kumohon~ Kumohon~ ARGGHH!! HENTIKAN! HENTIKAAAAN!!!”
BUGH!! BUGH!!!
Perlahan Chaeri meraba pintu itu dan bisa
merasa getaran yang kuat ketika Soora kembali memukul pintu itu. Dia
mendekatkan wajahnya ke daun pintu seraya menarik nafas dalam-dalam.
“Jung Soora… Kau di dalam?” Suaranya
akhirnya mampu keluar. Suara Chaeri terdengar gemetaran.
Suara tangisan itu memelan. “Tolong~”
balas Soora lirih. “Siapapun~ tolong aku~ Tidak mau… Aku tidak mau disiksa
lagi~ Eomma…” Kini pukulan di pintu melemah, terdengar seperti ketukan halus.
Menunjukkan siapapun yang ada di dalamnya pasti sudah merasa kelelahan.
Chaeri mundur sebentar untuk mencari cara
membuka pintu itu. Ternyata ada sebuah selot di dekat engsel pintu itu.
Beruntung Sunhee tidak mengunci pintunya, dan hanya memasang selot di depannya.
Dengan tangan gemetar, Chaeri menggeser
selot itu dan mendorong pintu itu agar terbuka. Nafasnya kembali tercekat saat
melihat Soora sudah dengan wajah pucat berantakan duduk di hadapannya dengan
penuh air mata.
“CL…?” Soora memandangi Chaeri tak
percaya. Meski ruang musik itu gelap gulita, Chaeri bisa melihat kalau tubuh
Soora gemetar hebat.
“Kau…__”
Mendadak mulut Chaeri terkatup rapat saat
Soora sudah bangun dan meloncat memeluknya. Dorongan Soora membuat Chaeri harus
mundur kebelakang dan sempat oleng sejenak. Pundak Chaeri basah karena air mata
Soora.
Tak ada ucapan apapun dari Soora. Tak ada
ucapan terima kasih, tak ada kalimat apapun, karena Soora hanya terisak dalam
sambil memeluk Chaeri dengan tubuh gemetar ketakutan. Dan ini pertama kalinya
bagi Chaeri, melihat orang menangis sambil memeluknya.
Sejujurnya, Chaeri tak tahu apa yang harus
dia lakukan.
Mendadak dia teringat apa yang Boa lakukan
kalau Yoogeun menangis.
Tangan Chaeri bergerak perlahan ke pundak
Soora dan perlahan menepuknya selembut mungkin. Chaeri tak bisa membalas
pelukan Soora, tapi dengan hati-hati dia menepuk pundak gadis itu. Berharap
kalau yang dilakukannya bisa sedikit membantu menenangkan Soora.
“Aku… Takut…” bisik Soora akhirnya sambil
terisak. “Aku takut sekali~” tangisan Soora kembali terdengar pilu. “Sangat
takut…”
Dengan lemah, Chaeri hanya mengangguk dan
mendorong Soora agar melepaskan pelukannya. Dia tak bisa mengatakan apapun dan
langsung menarik tangan Soora yang masih menangis untuk berjalan menyusuri
koridor. Chaeri hanya ingin keluar dari sekolah secepatnya sebelum hujan turun
semakin deras.
Untuk kesekian kalinya Chaeri hanya bisa
mengutuki kebodohannya yang terlalu memperhatikan Soora.
xxx
“Ini rumahmu?” Boa menghentikan mobilnya
tepat di sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang cukup luas dan sebuah
mobil diparkir di depannya. Hujan sudah turun lumayan deras. Dari balik kaca
mobil, Boa melirik kebelakang, ke tempat Soora duduk dengan mata merah dan
tubuh menggigil ketakutan. “Kamu baik-baik saja, Agashi?”
Soora mengangguk sambil memaksakan diri
untuk tersenyum. “Iya. Terima kasih, Omoni~
Eh—maksudku…” Dia kelihatan bingung menatap Boa. Diliriknya Chaeri ketakutan.
“Dia bukan ibumu, kan? Aku harus memanggilnya apa?”
“Panggil saja aku Boa,” Boa yang menjawab
dengan ramah sedangkan Chaeri tampak enggan melirik Soora.
Soora tersenyum tipis. “Baiklah. Terima
kasiha atas tumpangannya, CL… Dan Boa-sshi…” Soora mendorong pintu mobil
itu agar terbuka namun sebelum dia keluar, dia kembali menoleh kearah Chaeri.
“Dan terima kasih karena telah menolongku lagi. CL ternyata sangat baik.”
ujarnya kemudian dengan lembut.
Chaeri tak membalas, dan Soora yang sudah
hapal sifatnya memilih langsung keluar dan berlari masuk ke dalam rumahnya
sambil menerobos hujan.
Sepeninggal Soora, Boa kembali menjalankan
mesin mobil itu sambil melirik kearah Chaeri. “Sudah berapa kali Anda menolong
gadis tadi?”
Chaeri mengabaikannya.
“Anak itu… Sepertinya mengidap claustrophobia.” gumam Boa
sambil mulai menjalankan mobil itu dan berjalan hati-hati menyusuri jalan yang
cukup sepi malam itu.
Kali ini Chaeri merespon dengan melirik
Boa. “Claustrophobia…?”
Boa mengangguk. “Itu hanya pendapatku
saja. Saat Nona membawanya keluar dia tampak sangat ketakutan dan shock.
Tubuhnya gemetaran dan dia tak bisa berhenti menangis. Wajar memang kalau
seseorang yang dikunci dalam ruangan gelap akan mengalami hal itu. Tapi dari
ketakutannya, aku rasa dia agak berlebihan. Jadi kukira dia pernah mengalami
trauma dalam ruangan terkunci atau gelap, atau semacamnya. Seperti itulah…”
“Entah. Aku tak tau.” Chaeri kembali
menatap keluar jendela mobilnya. Matanya mengawasi jalan sepi yang mereka lalui
tanpa perasaan apapun.
Dia masih ingat bagaimana kacaunya Soora
tadi dan itu membuatnya enggan mengingat Soora yang biasanya kelihatan bodoh
dan kelewat ceria.
Soora dan dirinya… Entah kenapa seperti
memiliki kesamaan yang tak terlihat jelas.
Dan pemikiran itu mengganggu Chaeri.
Satu yang akhirnya Chaeri perlahan sadari…
Entah sejak kapan, tapi Soora berhasil membuatnya tahu seperti apa itu rasanya
mencemaskan orang lain. Setelah kejadian hari ini, haruskah dia memperbaiki
hubungannya dengan Soora, atau semakin menjauhinya?
Kenapa dirinya jadi sebodoh ini...?
~tbc~