Selasa, 27 November 2012

[Fanfic] Twon Moons Chapter 4 => Why Am I So Stupid?






Orang bodoh adalah orang yang mengatakan bahwa orang lain itu bodoh...



Chapter 4     -Why Am I So Stupid?-


Chaeri menatap piring kosong dihadapannya tanpa minat. Sepotong roti panggang sudah habis dan hanya menyisakan remah-remahnya diatas piring. Jika saja tak ada keharusan untuk sarapan, sebenarnya Chaeri tidak ingin duduk di meja makan bersama dengan Namsoo, sepupunya yang menyebalkan itu.

Selain itu, entah kenapa hari ini dia tidak memiliki mood untuk pergi ke sekolah. Kalau mengingat kejadian di sekolah kemarin, rasanya dia ingin mengutuk dirinya sendiri yang terlalu memperhatikan ‘Si Cerewet’ itu. Oh ya, bahkan sekarang Chaeri sudah mendapatkan nama panggilan yang paling tepat untuk Soora.

“Kamu baik-baik saja?” Namsoo memecah keheningan dengan bertanya sambil mengunyah rotinya. “Kamu kelihatan jelek, Chaeri.” ejeknya dengan suara sinis dan kekehan aneh.

Chaeri menjawab teguran Namsoo dengan lirikan sinis dari ekor matanya. Segera diraihnya gelas berisi susu dan diteguknya sampai habis. “Aku akan pergi sekarang,” ujarnya cepat sambil menarik tas, ponsel dan iPad-nya.

Melihat gerak-gerik Chaeri, Namsoo buru-buru menghabiskan roti panggang selai kacangnya. “Chaeri, apa kamu mau berangkat bersama denganku?” serunya sebelum sepupunya meninggalkan ruang makan.

Sebagai jawaban, Chaeri hanya mengangkat satu tangan sebagai penolakan. Akhirnya dengan langkah terburu-buru –takut Namsoo mengikutinya— Chaeri meninggalkan ruang makan keluarganya.

Pikirannya entah kenapa terus terpaku pada Soora. Apa yang harus dia katakan ketika bertemu dengan Soora nanti? Tunggu, tunggu! Kenapa Chaeri harus memikirkan Soora sebegininya? Bukankah Soora SAMA SEKALI tidak ada hubungannya dengannya. Jadi, Chaeri juga seharusnya tidak perlu memikirkan apa yang akan dia katakan nanti dengan Soora.

Langkah berisik Yoogeun yang berlari di koridor rumahnya membuat Chaeri menoleh. Bocah kecil itu berlari kearah Chaeri dengan senyum riang. Satu tangannya membawa gelas bertutup dan satu tangan lainnya menenteng roti coklatnya. Langkah larinya menimbulkan gema di seluruh koridor.

Noona~ Noona!” serunya dengan bicaranya yang agak cadel. “Celamat belangkat ke cekolah!”

Untuk sesaat Chaeri mengerutkan keningnya untuk mengartikan kalimat Yoogeun. Saat anak itu berdiri dihadapannya, Chaeri menunduk, menyamakan tingginya dengan Yoogeun dan menepuk kepala anak itu dengan wajah TANPA EKSPRESI.

Berikutnya, tanpa salah, Chaeri menarik kedua pipi gembul Yoogeun.

“Awawawa~ Caaakiit~”

“Nona Muda?”

DEGH! Mendengar panggilan Boa, Cherin langsung melepas pipi Yoogeun dan berdiri.

“Eomma~ Chaeri Noona cubit aku~” rengek Yoogeun sambil berlari mendekati Boa yang sudah menenteng kunci mobil.

Tak ada kata maaf yang meluncur dari bibir Chaeri. Namun wajahnya sekarang memerah, seakan ketahuan sudah mencuri atau melakukan kejahatan memalukan. Sambil merapikan earphone-nya yang berantakan, Chaeri melewati Yoogeun dan Boa begitu saja.

“Baiklah, Chagiya… Eomma mengantar Chaeri Noona ke sekolah dulu, ya? Yoogeun jadi anak baik di rumah, oke?”

“Ciaap~ Eomma!”

Sejenak Chaeri menoleh kebelakang dan meihat Boa tengah memeluk Yoogeun dengan hangat. Tatapan mata Chaeri sejenak hampa melihat adegan itu. Ada sebersit perasaan aneh dalam dirinya, tapi Chaeri tidak bisa mengetahui perasaan apa itu.

Dan sebelum Boa menyadari kalau dia memperhatikannya, Chaeri segera keluar dari pintu utama rumahnya dan mendekati BMW hitam yang terparkir di depan pintu rumahnya.

xxx

“Aaaahhh~ Aku lupa mengerjakan PR Matematika!!!”

Entah kini sudah ada sensor yang aktif di kepala Chaeri atau apa, tapi satu suara berisik itu membuat perhatian Chaeri teralih. Musik yang berdengung-dengung ditelinganya justru terdengar samar, khususnya ketika ada sebuah tas dilempar tepat ke meja disampingnya dan seorang anak duduk di sampingnya dengan BERISIK.

“CL! Kamu sudah mengerjakan PR?! Aku lupa banget kalau ada PR Matematika dan aku belum mengerjakannya!!”

Chaeri tak mempedulikan Soora. Lagipula, tadi kan Soora berbicara dengan seseorang yang dipanggil ‘CL’, dan itu bukan Chaeri. Seharusnya memang bukan dia.

“CL~~~~~” Soora menarik satu earphone Chaeri. “Aku bicara padamu, lho.”

“Namaku Lee Chaeri,” balas Chaeri gusar sambil menyambar earphone-nya dan kembali memasangnya. Tapi sebelum dia berhasil memasangnya, Soora sudah merebutnya lagi. Membuat kedua gadis itu sekarang saling bertatapan.

Soora nyengir, “Aku kan memanggilmu CL,” Dia memutar bola matanya seraya berpikir, “sejak kemarin!” lanjutnya mantap. “Oke, kamu sudah mengerjakan PR, kan? Humm~ Sebenarnya itu juga bukan PR di kelas kita, hari ini kan nggak ada pelajaran Matematika.” Dengan panik Soora membuka tasnya dan mengambil sebuah buku tulis bersampul kertas merah muda dan menyodorkannya kearah Chaeri. “Bantu aku sebentar, mau, kan?”

Kalimat Soora membuat Chaeri seketika menoleh kearahnya. “Kau sendiri bilang kita tidak ada pelajaran matematika hari ini. Jadi, kenapa kau heboh untuk sesuatu yang BUKAN pada saatnya?” Chaeri bertanya dengan ketus sambil memasang earphone-nya lagi.

Soora terkikik pelan. “Ini PR Sunhee, sih.”

Sensor… Lagi-lagi Chaeri langsung menatap Soora, kali ini dengan alis berkerut. “Sunhee?”

Soora mengangguk sambil memutar-mutar sejumput rambut yang tergerai disamping pipinya, “Ini PR Sunhee.” ulangnya membenarkan pertanyaan Chaeri. “Dan aku harus mengerjakannya.” Berikutnya, gadis itu tersenyum lebar seakan mengerjakan tugas orang lain bukanlah hal yang patut dipermasalahkan. Satu tangannya sudah bergerak merogoh tempat pensilnya dan langsung mengeluarkan pensil mekaniknya, Kedua mata bulat jernihnya kembali melirik Chaeri. “Mau membantu, kan?”

BRAKK! Chaeri hanya menggebrak mejanya dengan kesal sambil berdiri. Beberapa siswa disekitarnya langsung menoleh kearahnya.

“Dasar bodoh,” bisik Chaeri dingin.

Bukan Soora namanya kalau dia diam saja ketika Chaeri mengatainya begitu. Matanya membulat sempurna sambil memandangi Chaeri kaget. “Bodoh? Aku? Kenapa kamu selalu mengataiku bodoh, sih?!” protes Soora cepat sambil menunjuk kearah Chaeri dengan pensilnya. “Orang bodoh adalah orang yang mengatai orang lain bodoh!” tantangnya dengan suara lantang. Tapi entah kenapa cengiran Sooran tak hilang dari wajahnya.

Anak aneh…

Tanpa mempedulikan sekelilingnya, apalagi Soora, Chaeri memilih berjalan meninggalkan kursinya. Entah kenapa dia merasa kesal, sangat kesal. Tapi bukan Soora yang membuatnya kesal. Mungkin… Kebodohan Soora yang membuatnya gusar bukan main.

“CL~ CL~ Mau kemana~? Bantu aku, dong!”

Chaeri meraih iPad di saku seragamnya dan mengencangkan volume musik yang didengarnya agar dia tak bisa mendengar panggilan Soora yang sangat mengusik itu. Segera Chaeri berjalan keluar dari kelasnya dan menyusuri koridor sekolah.

Tepat di kelas yang terletak disamping kelasnya, tatapannya tertuju pada seorang gadis cantik nan modis yang tengah tertawa riang dengan empat temannya yang juga berpenampilan sama persis dengannya.

Dengan langkah disentakkan, Chaeri berjalan melewati mereka, “Kau, seharusnya tidak memanfaatkan kebodohan orang lain.” bisik Cherin tepat ketika dirinya melangkah disamping Sunhee, gadis modis yang tengah tertawa tadi.

Seketika Sunhee berhenti tertawa dan menoleh kearah Chaeri yang semakin menjauhinya, “Apa? Dia bicara dengan siapa tadi?”

“Entahlah,”

“Ngomong-ngomong, PR-mu bagaimana, Sunhee-yah?”

Sunhee tersenyum lebar sambil mengibaskan rambut panjang yang dicat coklat gelap itu dengan santai. “Sudah kuserahkan kepada Soora. Tenang saja, deh.” gumamnya sambil tertawa dan keempat temannya ikut tertawa bersamanya.

Tawa berisik Sunhee dan teman-temannya masih bisa didengar Chaeri, tak peduli gadis itu sudah berjalan cukup jauh dari mereka. Konyolnya, Chaeri benar-benar tidak tahu kenapa dia merasa sangat marah karena tawa Sunhee.

“Dasar anak bodoh,” geramnya sendirian.

xxx

Sepanjang hidupnya, mungkin hanya beberapa orang yang bisa dibilang menjalin hubungan ‘dekat’ dengan Chaeri. Diantaranya mungkin Namsoo, yang secara tak Chaeri sadari, kehadirannya termasuk selalu membuat Chaeri merasa ‘hidup’. Juga Boa dan Yoogeun yang membuat Chaeri tidak merasa sendirian di rumah.

Tapi ini PERTAMA kalinya Chaeri merasa terganggu karena seseorang yang tak dikenalnya sama sekali. Namsoo yang bawel dan menyebalkan saja sudah cukup mengganggunya, dan sekarang ditambah Soora yangn cerewet yang entah kenapa suka sekali mengusik ketenangannya.

Apa Tuhan ingin memberikan hukuman bagi Chaeri? Tapi, memang apa kesalahan Chaeri sehingga Tuhan mempertemukannya dengan orang-orang menyebalkan disekitarnya? Entahlah…

Petang akhirnya tiba dan berapa menit telah berlalu sejak bel pulang berdering. Sebelum kelas sepi, Chaeri sudah merapikan semua bukunya. Earphone-nya sudah dengan setia terpasang di kedua telinganya meski belum ada satupun musik yang didengarnya.

Gadis itu berdiri dan melihat Soora yang masih sibuk memilah-milah buku dimejanya. Sudah ada tiga buku yang disusunnya berurutan. Satu bersampul merah muda dan dua lainnya bersampul biru dengan gambar Piro Piro didepannya.

“Ini milik Sunhee—ah, ini punya Taera, deh~ Lalu… Ini milik Hyunah? Humm~ Tapi ini seperti milik Sunhee~ Aduuh! Kenapa sih mereka tidak menuliskan nama di sampul depannya?!” gerutu Soora sambil menukar-nukar dua buku yang ada ditangannya dan ditumpuknya kesusunan buku lainnya.

Sadar kalau diperhatikan, dia menoleh kearah Chaeri, “Lho? Kenapa melihatku?” tanyanya agak ketus sambil memajukan bibirnya dengan mimik meledek Chaeri. Entah kenapa Soora suka sekali menggoda gadis itu.

Kesal? Tentu saja. Tapi bukan Chaeri kalau dia membalas muka jelek Soora dengan muka aneh lainnya. Tanpa bicara apapun dia berjalan meninggalkan Soora yang sudah hampir sendirian di dalam kelas.

Chaeri sudah bertekad untuk TIDAK ikut campur dengan segala hal yang berhubungan dengan Soora. TITIK!

“CL~ CL~!!” Beberapa detik berikutnya Soora sudah berlari dibelakang Chaeri sambil memeluk lima buku yang tadi disusunnya.

Chaeri tentu dengan senang hati mengabaikannya.

“Eh, hari ini kamu dijemput? Aku belum sempat minta maaf secara formal ke ibumu karena kemarin membuatmu pulang terlambat. By the way, ibumu cantik, ya? Seperti model, deh. Ibuku juga model dan sangat cantik, lho.” Sepertinya juga Soora tak peduli kalau Chaeri mengabaikannya. Dengan setengah berlari dia berusaha menyusul langkah Chaeri. Tubuhnya yang sedikit lebih pendek tentu membuatnya sulit menyamakan langkah dengan Chaeri. “Duh, CL~ Bisa nggak kamu jalan lebih pelan? Aku kan jadi tak perlu berlari untuk menyusul_”

Kalimat Soora berhenti tepat ketika Chaeri berhenti dan memutar tubunya untuk menatapnya.

“Nah… Kalau CL mau menungguku kan enak_”

“Dengar!” Chaeri memotong dengan gusar. “Satu, berhenti memanggilku CL!” Dia menunjukkan satu jari telunjuknya tepat dihadapan Soora. “Dan dua, kamu nggak perlu meminta maaf secara formal atau apapun atas kejadian kemarin karena aku NGGAK mau tau!”

Untuk beberapa detik Chaeri menarik nafas lalu melanjutkan sambil menjunjung ketiga jarinya didepan wajah Soora, “Tiga, yang kemarin itu bukan ibuku dan aku juga nggak peduli apakah ibumu model atau bukan. Dan EMPAT, berhenti mengekor dibelakangku, Jung Soora!!!”

Mendadak Soora tergelak. Dia memeluk lima bukuya lebih erat sambil setengah menunduk. Tawanya menggema di lorong sekolah yang sudah cukup sepi dan membuat Chaeri langsung mengerutkan keningnya keheranan.

Apa anak ini sudah gila? pikir Chaeri keheranan. Atau Soora mendadak gila karena dimarahi olehnya? Kalau yang itu sih lebih tidak mungkin lagi…

“Sumpah deh kamu ini lucu sekali!”

Chaeri nyaris saja menganga karena ucapan Soora tadi. Lucu? LUCU APANYA?

“Jung Soora!!” Satu seruan kencang sontak membuat Soora berhenti tertawa. Keduanya langsung menatap ke satu arah—dibelakang Chaeri, dimana ada Sunhee dan teman-temannya berdiri di depan kelas sambil memandangi mereka dengan sinis.

Chaeri kembali melirik Soora yang entah kenapa matanya langsung berbinar kegirangan. Dan tanpa mempedulikan Chaeri, Soora sudah berlari menghampiri Sunhee dan teman-temannya dengan ceria.

Dia itu bodoh atau apa, sih? Sudah tau dimanfaatkan, tapi kenapa tetap mau diperalat mereka? Lagi-lagi Chaeri menggerutu dalam hatinya. Segera diraih iPad di sakunya dan mulai menyalakan musiknya keras-keras.

Bukankah Chaeri bertekad tidak mau mempedulikan Soora?

“CL~ Sampai jumpa besoook~”

Suara nyaring itu membuat Chaeri reflek menoleh kearah Soora yang sudah melambaikan tangannya kearah Chaeri. Tapi Chaeri tidak membalasnya. Dia hanya berjalan semakin menjauh dari Soora, Sunhee dan teman-teman mereka.

xxx

“Nona Chaeri, apa masih mau menunggu? Namsoo saja sudah pulang sejak tadi,” teguran lembut Boa membuat Chaeri yang sejak tadi menatap kearah gerbang sekolah menoleh kearahnya. Iris coklat wanita itu tampak teduh ketika menatap Chaeri. Tatapan keibuan yang entah kenapa sangat dirindukan Chaeri.

Sadar terlalu lama memandangi mata Boa, Chaeri kembali menoleh ke arah gerbang sekolahnya. “Sebentar lagi,” gumamnya sambil menghela nafas.

Sudah sepi di sekolah, mungkin sudah tidak ada siapapun lagi disana. Tapi entah kenapa Soora ataupun Sunhee masih belum kelihatan keluar dari dalam sekolah. Dan padahal langit juga sudah mulai gelap, ditambah dengan awan kelabu yang sejak tadi sudah memayungi langit. Kelihatannya hujan akan turun.

“Sebenarnya, apa yang kau tunggu?” Boa kembali bertanya.

“Bukan apa-apa,” balas Chaeri lagi dengan dingin.

Kembali keheningan mengisi mobilnya. Dari balik kaca mobil, Boa memperhatikan wajah Chaeri yang sebenarnya tampak cemas. Wanita itu tersenyum samar. Chaeri memang dingin dan tampak tak mau peduli akan sekelilingnya, tapi sesungguhnya dia sangat memperhatikan apapun yang ada disekitarnya. Chaeri hanya terlalu pemalu untuk mengakuinya. Bahkan dirinya sendiri juga tak akan mau mengakuinya.

“Gadis yang kemarin pulang bersamamu,” Boa kembali bicara, “apa hari ini kalian tidak pulang bersama?”

“Kenapa aku harus pulang bersama dia? Toh dia juga BUKAN temanku.” Nada suara Chaeri terdengar tersinggung dengan pertanyaan Boa.

“Oh, iya? Tapi saat dia salah mengenaliku sebagai ibumu, aku merasa dia sangat lucu. Itu pertama kalinya Nona pulang dengan seorang teman, kan?”

Chaeri melirik Boa kesal. “Dia BUKAN temanku.” tegasnya. “Jalankan mobilnya. Lebih baik kita pulang sekarang.” Akhirnya Chaeri menyandarkan tubuhnya di bantalan jok mobil sambil menarik nafas. Kenapa juga dia harus menganggap si bawel Soora sebagai temannya?

Dia tidak pernah mau mempunyai teman. Chaeri tidak butuh teman.

Perlahan mesin mobil itu berdengung dan bergetar samar. Tak butuh waktu lama sampai mobil itu mulai bergerak perlahan menyusuri jalan setapak di depan gerbang sekolanya. Dan ketika mobil itu melewati gerbang sekolah, Chaeri bisa melihat Sunhee dan keempat temannya berjalan keluar.

Sunhee dan keempat temannya. TANPA Soora.

“Tunggu! Berhenti!!” Reflek, Chaeri menepuk jok depan tempat Boa duduk dibelakang kemudi dan mobil itu mengerem mendadak. Sebelum Boa memiliki kesempatan untuk bertanya, Chaeri sudah membuka pintu mobilnya dan berlari keluar.

Buru-buru dia masuk lagi ke sekolah dan menghampiri Sunhee. “Mana Jung Soora?” tanyanya cepat.

Tentu saja butuh waktu bagi Sunhee untuk memahami pertanyaannya. Dia kenal Chaeri—meski Chaeri belum tentu mengenalnya. Chaeri yang dikenal pendiam itu tidak mungkin mempedulikan orang lain, kan? Apalagi Soora yang aneh.

“Kenapa bertanya kepadaku?” balas Sunhee sinis sambil menyibakkan rambutnya kebelakang dengan gaya angkuh.

“Karena tadi dia bersamamu.” balas Chaeri tak kalah sinis. Ini sudah seperti pertandingan kesinisan.

Sunhee berdecak sebal sambil memutar bola matanya tak peduli. “So, bukan urusanmu, kan?” Gadis itu sudah berjalan melewati Chaeri begitu saja.

Tapi Chaeri tak membiarkannya pergi, Chaeri ingat sekali kalau kemarin Sunhee sudah mengerjai Soora dengan membuang tasnya. Ditahannya lengan kurus Sunhee dan keduanya saling melempar tatapan mematikan satu sama lain.

“Dimana dia?” ulang Chaeri dengan suara mengancam. Dan kali ini wajahnya sudah kelihatan sangat marah.

“Apaan, sih?!” Sunhee menyentakkan tangan Chaeri sambil memelototinya galak. “Dia di kelas. Kalau kau mau menyusulnya, susul saja! Dasar aneh. Lagipula apa sih peduli Quenn of Perfection sepertimu terhadap anak semacam Soora?” Sunhee mendorong bahu Chaeri kesal dan membuat gadis itu mundur.

Tak ada keinginan bagi Chaeri untuk memulai pertengkaran dengan orang semacam Sunhee. Tanpa bicara apapun lagi, Chaeri memutuskan untuk berlari kearah gedung sekolah dan meninggalkan Sunhee dan gerombolannya. Dia masih mendengar Sunhee berteriak memakinya, tapi Chaeri tak mau peduli.

Entah Soora atau kebodohannya itu yang membuat Chaeri mau tak mau HARUS peduli. Yang pasti sekarang Chaeri tidak bisa merasa tenang kalau belum melihat Soora keluar dari sekolah.

Satu hal yang pasti, Sunhee pasti mengerjainya lagi.

xxx

Seperti yang diduga, akhirnya gerimis turun begitu saja. Sudah tepat jam enam sore dan sepertinya sekolah sudah benar-benar kosong. Hanya lampu-lampu koridor yang dibiarkan menyala—itupun tidak semua lampu, hanya sebagian. Dan hampir semua lampu kelas sudah padam.

Chaeri berlari terengah-engah menaiki tangga. Dia sudah mengecek koridor di lantai satu dan dua. Hampir seluruh bagian di lantai itu ia telusuri, tapi Soora tak ada disana. Padahal kelas mereka terletak di lantai dua, setidaknya mungkin Soora masih di kelas mereka.

Kini dia berhenti tepat di ujung tangga lantai tiga untuk menarik nafas. Dia sudah terengah-engah dan keringat menetes di keningnya.

“Bodoh! Kenapa aku merasa sangat cemas gara-gara si bodoh itu, sih!” gerutunya seraya menghapus peluh yang menetes dikeningnya. Segera Cherin berhenti berlari, tapi langkahnya mendadak berhenti ketika mendengar suara dari tangga lantai menuju lantai empat.

Hantu…? Tidak! Chaeri segera menggeleng untuk mengusir rasa takut dalam benaknya. Tidak mungkin ada hantu di sekolahnya. Yang lebih tepat lagi, tak mungkin ada hantu ketika masih jam segini. Setidaknya hantu kan keluar jam sembilan malam keatas.

“Long~”

DEGH! Chaeri kembali terkesiap mendengar suara sayup-sayup dari lantai empat. Dengan langkah agak gemetar, dia mulai meniti satu persatu tangga naik ke lantai empat sambil menajamkan pendengarannya.

Suara itu semakin jelas…

DUK!! DUK!! BUGH!! BUGH!!

Entah kenapa langkah kaki Chaeri akhirnya semakin cepat. Kini dia sudah berlari naik keatas dan sampai di lantai terakhir—lantai empat, dengan jantung berdegup keras. Di lantai itu, suara pukulan pintu semakin terdengar kencang dan jelas, ditambah dengan teriakan yang terdengar samar.

“Soo…ra…” Mata Chaeri terbelalak seraya dia berlari menyusuri koridor, kearah sebuah pintu yang sejak tadi berdebum-debum tak karuan.

Di depan sebuah pintu yang bertuliskan ruang musik, Chaeri menghentikan langkahnya. Suara pukulan itu sangat jelas dan kini suara tangisan juga jeritan terdengar jelas dari dalam ruangan itu.

BUGH! BUGH! DUGH!!

“Kumohon—hiks~ Kumohon~ Sunhee~ Ini nggak lucu—hiks~ Ke-keluarkan aku~ Kumohon~ Tolong aku~ Siapapun…hhh… SIAPAPUN KUMOHON~~ Arrgh!! HENTIKAAAANN!!!”

Tangisan Soora berhasil membuat jantung Chaeri seakan berhenti berdetak. Tenggorokan Chaeri terasa kelu dan kering. Entah kenapa Chaeri merasa mual mendengar isakan itu. Ada sesuatu yang mengoyak perut dan hatinya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa familiar dengan tangisan Soora.

Itu… Tangisan ketakutan. Soora yang ceria? Soora yang periang dan menyebalkan… Ketakutan seperti itu…?

“Kumohon~ Kumohon~ ARGGHH!! HENTIKAN! HENTIKAAAAN!!!”

BUGH!! BUGH!!!

Perlahan Chaeri meraba pintu itu dan bisa merasa getaran yang kuat ketika Soora kembali memukul pintu itu. Dia mendekatkan wajahnya ke daun pintu seraya menarik nafas dalam-dalam.

“Jung Soora… Kau di dalam?” Suaranya akhirnya mampu keluar. Suara Chaeri terdengar gemetaran.

Suara tangisan itu memelan. “Tolong~” balas Soora lirih. “Siapapun~ tolong aku~ Tidak mau… Aku tidak mau disiksa lagi~ Eomma…” Kini pukulan di pintu melemah, terdengar seperti ketukan halus. Menunjukkan siapapun yang ada di dalamnya pasti sudah merasa kelelahan.

Chaeri mundur sebentar untuk mencari cara membuka pintu itu. Ternyata ada sebuah selot di dekat engsel pintu itu. Beruntung Sunhee tidak mengunci pintunya, dan hanya memasang selot di depannya.

Dengan tangan gemetar, Chaeri menggeser selot itu dan mendorong pintu itu agar terbuka. Nafasnya kembali tercekat saat melihat Soora sudah dengan wajah pucat berantakan duduk di hadapannya dengan penuh air mata.

“CL…?” Soora memandangi Chaeri tak percaya. Meski ruang musik itu gelap gulita, Chaeri bisa melihat kalau tubuh Soora gemetar hebat.

“Kau…__”

Mendadak mulut Chaeri terkatup rapat saat Soora sudah bangun dan meloncat memeluknya. Dorongan Soora membuat Chaeri harus mundur kebelakang dan sempat oleng sejenak. Pundak Chaeri basah karena air mata Soora.

Tak ada ucapan apapun dari Soora. Tak ada ucapan terima kasih, tak ada kalimat apapun, karena Soora hanya terisak dalam sambil memeluk Chaeri dengan tubuh gemetar ketakutan. Dan ini pertama kalinya bagi Chaeri, melihat orang menangis sambil memeluknya.

Sejujurnya, Chaeri tak tahu apa yang harus dia lakukan.

Mendadak dia teringat apa yang Boa lakukan kalau Yoogeun menangis.

Tangan Chaeri bergerak perlahan ke pundak Soora dan perlahan menepuknya selembut mungkin. Chaeri tak bisa membalas pelukan Soora, tapi dengan hati-hati dia menepuk pundak gadis itu. Berharap kalau yang dilakukannya bisa sedikit membantu menenangkan Soora.

“Aku… Takut…” bisik Soora akhirnya sambil terisak. “Aku takut sekali~” tangisan Soora kembali terdengar pilu. “Sangat takut…”

Dengan lemah, Chaeri hanya mengangguk dan mendorong Soora agar melepaskan pelukannya. Dia tak bisa mengatakan apapun dan langsung menarik tangan Soora yang masih menangis untuk berjalan menyusuri koridor. Chaeri hanya ingin keluar dari sekolah secepatnya sebelum hujan turun semakin deras.

Untuk kesekian kalinya Chaeri hanya bisa mengutuki kebodohannya yang terlalu memperhatikan Soora.

xxx

“Ini rumahmu?” Boa menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah bercat putih dengan halaman yang cukup luas dan sebuah mobil diparkir di depannya. Hujan sudah turun lumayan deras. Dari balik kaca mobil, Boa melirik kebelakang, ke tempat Soora duduk dengan mata merah dan tubuh menggigil ketakutan. “Kamu baik-baik saja, Agashi?”

Soora mengangguk sambil memaksakan diri untuk tersenyum. “Iya. Terima kasih, Omoni~ Eh—maksudku…” Dia kelihatan bingung menatap Boa. Diliriknya Chaeri ketakutan. “Dia bukan ibumu, kan? Aku harus memanggilnya apa?”

“Panggil saja aku Boa,” Boa yang menjawab dengan ramah sedangkan Chaeri tampak enggan melirik Soora.

Soora tersenyum tipis. “Baiklah. Terima kasiha atas tumpangannya, CL… Dan Boa-sshi…” Soora mendorong pintu mobil itu agar terbuka namun sebelum dia keluar, dia kembali menoleh kearah Chaeri. “Dan terima kasih karena telah menolongku lagi. CL ternyata sangat baik.” ujarnya kemudian dengan lembut.

Chaeri tak membalas, dan Soora yang sudah hapal sifatnya memilih langsung keluar dan berlari masuk ke dalam rumahnya sambil menerobos hujan.

Sepeninggal Soora, Boa kembali menjalankan mesin mobil itu sambil melirik kearah Chaeri. “Sudah berapa kali Anda menolong gadis tadi?”

Chaeri mengabaikannya.

“Anak itu… Sepertinya mengidap claustrophobia.” gumam Boa sambil mulai menjalankan mobil itu dan berjalan hati-hati menyusuri jalan yang cukup sepi malam itu.

Kali ini Chaeri merespon dengan melirik Boa. “Claustrophobia…?”

Boa mengangguk. “Itu hanya pendapatku saja. Saat Nona membawanya keluar dia tampak sangat ketakutan dan shock. Tubuhnya gemetaran dan dia tak bisa berhenti menangis. Wajar memang kalau seseorang yang dikunci dalam ruangan gelap akan mengalami hal itu. Tapi dari ketakutannya, aku rasa dia agak berlebihan. Jadi kukira dia pernah mengalami trauma dalam ruangan terkunci atau gelap, atau semacamnya. Seperti itulah…”

“Entah. Aku tak tau.” Chaeri kembali menatap keluar jendela mobilnya. Matanya mengawasi jalan sepi yang mereka lalui tanpa perasaan apapun.

Dia masih ingat bagaimana kacaunya Soora tadi dan itu membuatnya enggan mengingat Soora yang biasanya kelihatan bodoh dan kelewat ceria.

Soora dan dirinya… Entah kenapa seperti memiliki kesamaan yang tak terlihat jelas.

Dan pemikiran itu mengganggu Chaeri.

Satu yang akhirnya Chaeri perlahan sadari… Entah sejak kapan, tapi Soora berhasil membuatnya tahu seperti apa itu rasanya mencemaskan orang lain. Setelah kejadian hari ini, haruskah dia memperbaiki hubungannya dengan Soora, atau semakin menjauhinya?

Kenapa dirinya jadi sebodoh ini...?

~tbc~

2 komentar:

  1. chik ini dedew :D
    ff nya bagus kok,aku suka sm karakter chaeri disini,cuek2 tp perhatian gt hehe
    aku jg suka penggambaran kalo chaeri-soora nya berantem,emosi nya itu nyampe ke reader gtu haha
    ditunggu chapter selanjutnya chik ^^

    BalasHapus
  2. rikaaa... wooow ceritanya makin seru aja niih.. :D
    kondisinya si sora pas disekap miris banget :'(
    btw2 itu yang dibawa si chaeri beneran iPad??? kok bisa disaku?? bukan iPod atau iPhone?? *takutnya salah ketik..hehehe *cuma memastikan* xD

    BalasHapus