“Kau
yakin?”
“Kenapa? kau terdengar khawatir.”
“Hanya
memastikan”
“ Tapi penuh rasa khawatir, kan?”
“Apa kau
merasa tersanjung?”
CHAPTER 3 You ,-and Me-.
Bel
pergantian jam pelajaran berdering, seluruh siswa di kelas Soora bersorak heboh
seolah lepas dari penjara.
Senyum Soora
melebar hingga telinga, dia menyukai euforia ini. Pada saat seperti inilah dia
merasakan kelasnya hidup. Dia menoleh ke arah Chaeri yang masih saja termangu
menatap ke arah luar jendela dengan headphone terpasang di kepala. Soora
menggelengkan kepalanya heran, sepertinya teman barunya ini tidak tau bagaimana
cara menikmati sekolah.
“YEAHH!!!”
Soora
sengaja mengepalkan tinjunya tanda histeris ke hadapan Chaeri hingga gadis itu
tersentak kaget.
“Kau lapar
tidak? Ini saatnya menyerbu kantin!!”Soora terkikik kecil melihat wajah kaget Chaeri,
yang segera berubah menjadi sorot penuh kebencian. Sedikit merasa puas akan apa
yang telah dia lakukan, Soora mengerjapkan matanya sepolos yang ia bisa ke arah
‘Angry Chaeri’. Chaeri berdiri seketika, ia mengepalkan tinjunya dengan sikap
mengancam, tatapan matanya tak lepas dari Soora.
“Woo, chill maaaann! Aku tak berniat benar-benar
memukul, kau tau?” Ujar Soora santai sambil berjinjit, sekali lagi dia
bermaksud membuat Chaeri marah dengan berusaha menepuk-nepuk pelan kepala gadis
tersebut. Chaeri menepis kasar tangan Soora yang hampir menyentuh kepalanya.
“Apa kau tidak
makan siang? Kau sedang diet?” Soora menanyakan hal tersebut sambil lalu,
karena seakan merasa sangat lapar, Soora tak menunggu jawaban Chaeri atas
ucapannya. Dia segera melesat menuju kantin, menelusup di antara rombongan
perut-perut kelaparan lainnya.
Chaeri mendenguskan
nafasnya sepeninggal Soora, nyata benar dia merasa terganggu duduk sebangku
dengan Soora.
***
Kedua tangan
Soora sedang penuh saat ini, cup ramyeon di tangan kanan, roti melon dan susu
kotak di tangan kiri, belum lagi dua pack penuh mandu yang dia jepit di antara
lengan dan badannya, beberapa kemasan camilan renyah yang dia peluk, serta
sumpit yang dia gigit karena tak ada tempat lagi. Tak ada yang tau, bagaimana
ceritanya dia tadi bisa membayar semua itu dengan dompet yang terjepit di
antara lekukan leher serta dagunya.
Setengah
kerepotan, mata soora melirik di sekitar kantin. Sialnya tak ada tempat duduk
yang kosong untuknya. Setengah cemberut Soora memutuskan untuk makan di dalam
ruang kelas.
Ketika
sedang berbelok di koridor di dekat kelasnya, Soora melihat Chaeri keluar dari
kelas. Karena tak bisa memanggil Chaeri dengan sumpit di mulutnya, Soora
memutuskan untuk mengekor ke mana Chaeri hendak pergi.
Rupanya
Chaeri menuju gedung olahraga, mau apa dia di sana?
Perlahan
Soora membuka pintu yang di tutup Chaeri beberapa saat sebelumnya, sedikit
kesulitan dengan yah.. segala macam barang tadi. Soora berusaha tidak membuat
suara sehingga ketika dia terpekik takjub dengan gedung olah raga yang luas,
dia sedikit mengagetkan Chaeri.
“Whoaa~
daebak!”
Chaeri
terperanjat, lalu menoleh ke arah Soora, ke arah semua benda yang Soora pegang.
Soora tak merasa bersalah sama sekali, dia justru menuju bangku terdekat yang
sering di gunakan untuk menonton pertandingan atau sekedar untuk istirahat.
Satu persatu dia meletakkan makanan yang dia bawa dengan hati-hati.
“Apa yang
kau lakukan di sini?!” hardik Chaeri dengan nada dingin.
“Apa yang
KAU lakukan di sini?” mata polos sora mengerjap sekali, dia balik bertanya
dengan nada serius ke Chaeri, sembari menata semua makanan yang dia bawa di
sekitar dia duduk.
“Pergilah,
aku sedang ingin sendiri.” Chaeri membalas ucapan Soora dengan malas, dia
memasang headphonenya dan memilih tempat duduk yang paling jauh dari Soora.
Tatapannya termangu ke arah lapangan basket yang ada di depannya.
“Shireooooo~”
Soora melagukan jawabannya atas pengusiran chaeri, dia mulai memakan ramyeon
yang dia bawa tadi.
Chaeri
menoleh ke arah soora dengan cepat, “Sebenarnya apa maumu?!”
“Wae?” Soora
menyahut enteng, dia memakan ramyeonnya dengan berisik.
“Di mana
dari ucapanku yang tak kau pahami, hah?” Chaeri terlihat sangat terganggu, “Aku
bilang aku mau sendiri, itu artinya aku tak ingin kau ada di sini. Dalam kamus,
sendiri itu berarti tak ada kau di sekelilingku, neo ara??”
Soora
meletakkan cup ramyeonnya dengan keras. Dia bergaya menirukan kalimat Chaeri
tanpa suara dengan mulut mencong kanan mencong kiri sebelum membalas.
“Kau pikir
kau spesial?! Kau mau menikmati gedung sebesar ini sendirian? AKU JUGA MEMBAYAR
UNTUK MASUK SEKOLAH INI, NEO ARA!!” Soora balik menghardik Chaeri yang
ternganga, apa dia pikir aku juga tak bisa berkata keras? Batin Soora bangga.
“Lagi pula,
aku tak pernah berpikir kalau gedung olahraga ternyata seluas ini~ saat kita
ada jam olahraga di sini rasanya selalu sempit dan pengap.” Soora melanjutkan,
dia menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuk sembari memperhatikan sekelilingnya,
takjub.
“..itu
karena kita sekarang hanya berdua di sini, pabo~” Chaeri terdengar menggumam
menanggapi, namun dia lantas menoyor keningnya sendiri. “Kenapa pula aku harus
menanggapinya?”
Soora
terkekeh, dia kembali fokus ke arah makanan di hadapannya. Sekarang dia mulai
membuka bungkus mandu miliknya.
“Kau mau?”
tawar Soora.
“Lupakan~
yang aku mau darimu hanyalah kau meninggalkan tempat ini secepatnya.” Dengus
Chaeri, tangannya sibuk mengotak-atik ipodnya lalu memejamkan mata sambil
bersandar di punggung bangku yang dia tempati.
Soora
nyengir, dia tak berkata apa-apa lagi. Tangan dan mulutnya sibuk bekerjasama
untuk menghabiskan apa yang tadi dia bawa dari kantin.
Beberapa
menit berlalu dan jumlah makanan di depan Soora menipis dengan cepat. Iseng,
Soora melemparkan bekas pack mandu yang telah kosong ke arah Chaeri.
Tuk!
Chaeri
membuka matanya dengan cepat karena kaget.
“APA KAU
BENAR-BENAR BERNIAT UNTUK MENANTANGKU, HAH?!”
Soora
mengerjapkan matanya polos, dia masih menjilat sisa bumbu snack yang melekat di
tangannya ketika Chaeri meledak lagi.
“A-anieyo..
aku memanggilmu tapi kau menyumpal telingamu dengan headphone.
Keuronikka,..”Soora mencoba menjelaskan, dia masih saja sibuk mengulum telunjuk
dan ibu jarinya yang belepotan bumbu snack.
Chaeri
meringis melihat pemandangan tersebut, “Hajimaa~! Itu menjijikkan, ugh~”
“Uh? Tapi
kau tak bisa makan snack tanpa menjilati sisa bumbunya~” Soora menyahut,
pandangannya menyiratkan rasa heran.
Chaeri tak
menanggapi.
Soora
menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Chaeri, “Kau yakin tidak makan
siang? Aku masih punya beberapa butir mandu dan roti melon yang masih utuh jika
kau mau..”
“Tak usah
mengurusiku, aku yakin kau masih punya ratusan cacing di perutmu yang harus
diberi makan” Chaeri membalas ucapan Soora dengan tatapan dan ucapan yang
sinis.
Soora tak
merasa tersinggung, dia menjawab dengan cepat “O? Apa itu sebuah rasa peduli?
Kau peduli pada perutku?” bibirnya membentuk senyuman lebar yang ‘sedikit
terlalu lebar’.
“Apa-apaan
wajahmu itu?” Chaeri membalas dengan tak kalah sengit, “Kau, benar-benar butuh
dokter, ada yang tidak beres dengan telingamu. Atau mungkin otakmu. Kau
menerjemahkan semua kalimatku dengan.. ah, lupakan. ”
Chaeri
kembali memakai headphonenya. Tapi tak lama, sebab dia segera melepasnya
kembali sembari memeriksa ipod yang ada di tangan.
“.. aish, jinjja. Kenapa habis power disaat
seperti ini..”
Soora
mendengar Chaeri menggerutu pelan.
“Itu bagus
jika powernya habis. Kupikir nanti kau yang akan membutuhkan dokter telinga
lebih cepat dari aku karena telingamu tuli.” Soora berujar dengan nada santai.
“Yah! Kau
mendoakan aku tuli?!”
“Ani.. kau
sendiri yang mengucapkannya.” Balas Soora telak, dia menjulurkan lidah ke arah
Chaeri. Chaeri mengepalkan tinjunya seolah hendak memukul Soora, yang dituju
justru tak berekspresi takut sama sekali.
“Mwo? Mwo?
Mwo? Aku mengucapkan hal yang benar, Lee Chaeri..”Soora mengangkat wajahnya
dengan sedikit menantang.
Chaeri
menyimpan kepalan tinjunya lagi. “Jinjja, aku bisa darah tinggi jika selalu
meladeni ucapanmu..” desisnya jengkel.
Soora
terkikik, suasana hening sejenak setelah itu.
“Keundae,
tidak kah kau merasa namamu sedikit kuno? Lee Chaeri, Chaeri, Lee Chaeri..”sambil
berpikir, Soora menelengkan kepalanya. Chaeri mendengus melihat pemandangan
tersebut.
“Tak usah
berakting sedang berpikir, wajahmu itu tak pantas untuk berpikir. Aku bahkan
ragu apa kau punya otak atau tidak.”
Soora seolah
tak memperdulikannya, dia meloncat lebih dekat ke bangku yang berada tepat di sebelah
Chaeri.
“Ya, Ya, Ya,
bagaimana kalau kau menyingkat namamu menjadi dua huruf saja, Jooyeon mengubah
namanya menjadi J, dan itu terdengar sangat modern. Jadi bagaimana jika namamu
disingkat juga?” Wajah kekanak-kanakan Soora terlihat antusias.
Chaeri
memutar matanya lagi, ekspresinya mengungkapkan rasa tidak tertarik.
“Kira-kira
disingkat apa ya? Humm.. ah, CL! Eotthae? CL terdengar sangat oke juga. Kadang
teman-teman J memanggilku dengan JS.. keren bukan? Itu bisa berarti Jung Soora,
atau juga J-Shadow karena aku selalu membuntuti kemanapun J pergi seperti
sebuah bayangan” Soora nyengir.
“Oh, aku tak
heran jika kau punya kebiasaan selalu mengekor orang. Tapi aku sama sekali tak
tertarik dengan ceritamu.” Sahut Chaeri sebelum melanjutkan, “Dan kenapa kau
mengubah nama orang lain seenaknya, siapa kau? Ummaku?”hardiknya.
Soora
mengerutkan kening, “Ah, wae. CL terdengar sangat keren. Kau tak akan menyesal
mengganti namamu menjadi CL.”
“Kenapa aku
harus menggantinya menjadi CL?!” Chaeri menantang Soora.
Hening
sejenak.
“Lalu, jika
aku mengubahnya menjadi LC apa kau setuju? Itu jauh lebih jelek dari Chaeri..”
sahut Soora pelan, nadanya sangat lugu.
Uap panas
sepertinya sudah mencapai ubun-ubun Chaeri, “Ah dwaesseo. Kenapa juga aku harus
menanggapi ucapanmu..” dia bangkit dari duduknya dan beranjak meninggalkan
tempat itu menuju pintu keluar.
Soora ikut
beranjak, dia berjalan tepat di belakang Chaeri.
“Kenapa kau
selalu menggangguku. Lakukan kegiatanmu sendiri!”
“Apa keluar
dari gedung olahraga juga termasuk dalam kategori mengganggu? Aku juga punya
kelas yang sama denganmu, jadi aku melakukan kegiatanku sendiri kali ini,
tau?!!!”
“AAARGH~!!
Kau membuatku gila!”
Soora dan
Chaeri mulai beradu mulut kembali, beberapa murid yang berpapasan dengan mereka
terlihat sangat terkejut. Tapi Chaeri dan soora tidak memperdulikannya. Bahkan
setelah mereka jauh, masih terdengar cekcok mereka menuju kelas.
***
Pelajaran
selanjutnya sudah berjalan selama kira-kira sejam setelah istirahat makan
siang. Soora meletakkan dagunya ke meja dengan rasa bosan. Dia melirik Chaeri
yang sibuk mencatat, headphonenya mengalung di leher.
“Ssst, CL!” Soora berbisik ke arah
Chaeri, namun diacuhkan sama sekali oleh gadis itu.
“C-L!” kali ini soora berbisik sedikit
keras sambil mencolek lengan Chaeri. Chaeri menatap Soora dengan datar lalu
kembali berkosentrasi dengan catatannya dan guru di depan.
“Yah, Siii-eLLLL!!! Aku memanggilmu!” beberapa siswa yang berada di sekitar bangku
mereka menoleh, karena bisikan Soora cukup keras untuk bisa di dengar seluruh
kelas.
Chaeri
menghentikan gerakan mencatatnya lalu menutup bukunya dengan kesal.
“Apa masalahmu?!”Chaeri balik mendesis
dengan sangat pelan, namun sorot matanya tajam tertuju ke mata polos Soora.
“Aku memanggilmu, tapi kau mengacuhkanku~”
Soora balas berbisik sama pelannya, dia sedikit mengerucutkan bibirnya seakan
kesal.
“APA KAU PIKIR AKU PEDULI?” hardik Chaeri
tajam dalam bisikan. Soora memutarkan bola matanya, gadis ini sama sekali tak punya
manner yang baik, pikir Soora.
“CL-ah, aku memanggilmuuuuu~” Soora
kembali ngotot berbisik, dia kembali menusuk-nusuk lengan Chaeri dengan
jarinya.
“Kau.Tidak.Sedang.Memanggilku” Chaeri
menjawab dengan penuh tekanan di tiap kata dalam bisikannya, lalu buru-buru
memalingkan muka dari Soora.
“Heii, aku memanggilmu! Tapi kau pura-pura
tidak dengar~” Bisikan Soora terdengar menuduh, dia semakin mengerucutkan
bibirnya.
Chaeri
mengabaikannya, dia berusaha tidak menatap Soora. Tangannya menuliskan sesuatu
di sesobek kertas.
‘CEPAT KATAKAN APA MAUMU’
Soora
membacanya sekilas, lalu menjawab.
“Bolehkah nanti aku pinjam catatanmu?”
Chaeri
menuliskan jawabannya dengan cepat dalam sesobek kertas lagi, tatapannya masih
tetap tak tertuju ke Soora. Dia tau jika sekarang Soora sedang menatapnya
dengan sorot memohon.
‘KAU PUNYA WAKTU UNTUK MENCATATNYA SENDIRI.
SEKARANG.’
Soora
mendenguskan nafasnya sebelum berbisik, “Yes
i do have time, but i don't have anything 'things' to write.” Soora
menjawab pertanyaan Chaeri dengan kuyu.
‘APA MAKSUDMU KAU TAK PUNYA APAPUN’
lagi-lagi Chaeri tak mau ambil resiko dengan menatap ke arah Soora. Dia kembali
menuliskan kalimatnya dalam sesobek kertas.
Soora
terkekeh pelan saat membaca kertas yang disodorkan Chaeri ke arahnya.
“Kalau ini kau maksudkan sebagai pertanyaan,
kau kurang menuliskan tanda tanya di ujungnya~”
Chaeri
memutar matanya dengan ekspresi ‘whatever’,
saat mendengar bisikan dari Soora yang mengomentari kalimatnya.
“Sunhee menyembunyikan tasku dan seluruh
isinya, jadi aku tak punya apapun untuk mencatat sekarang” lanjut Soora
berbisik menjelaskan, dia menggelosorkan badannya hingga dagunya terletak di
atas meja.
Secepat
kilat Chaeri membalasnya dalam tulisan,
‘APA AKU
HARUS BERTANYA KENAPA DIA MELAKUKAN ITU PADAMU’
Soora hampir
tersedak tawanya sendiri saat membacanya, bahkan dalam tulisan pun Chaeri masih
saja tanpa ekspresi.
“Tanda tanya, jangan pernah melupakan tanda
tanya di akhir kalimat tanya anak muda” Soora menggoyang-goyangkan
telunjuknya di depan wajah Chaeri dengan lagak seseorang yang sok tau.
Chaeri tak
menanggapi bisikan Soora kali ini, karena hampir sebagian dari murid di kelas
mereka merasa terganggu dengan desisan-desisan konyol Soora. Namun seakan tak
peduli, Soora kembali melanjutkan bisikannya.
“Sunhee menyembunyikan tasku karena aku
memakan jatah makan siangnya~”
Chaeri memutarkan
matanya dengan malas, tapi meski begitu tetap saja jemarinya menuliskan
sesuatu.
‘APA AKU
HARUS MEMBERI UCAPAN BERDUKA CITA DAN MENGIRIMKAN RANGKAIAN BUNGA’
Pffft~
“BWAHAHAHAHAHAHAHAHAHA,
KAU BISA MELUCU, YAAAAAAAH~ aku tak pernah membayangkannya!!! Daebakk!!” Soora
meledak dalam tawa saat membaca sobekan kertas tersebut, sementara Chaeri
buru-buru memalingkan mukanya seolah tak terjadi apa-apa. Dan Soora masih saja
tertawa, hingga tanpa disadarinya seluruh kelas membeku. Semua tatapan tertuju
padanya.
“Mwahahaha~!!
CL-ah, kau harus sering-sering melucu seperti tadi, itu tadi benar-benar luc-..
UH.OH~” hampir saja tersedak udara, Soora baru sadar dengan keadaan
sekelilingnya, terutama tatapan Seongsaenim. Dan Soora pun mengerut dalam
tempat duduknya.
***
“Aiyaaaa~
kenapa ini susah sekali dibersihkaaaaan!!!”
Bel pulang
telah berbunyi semenjak setengah jam yang lalu, halaman sekolah mulai sepi
karena memang hari ini tak ada kelas malam. Namun malang bagi Soora, jadwal
yang seharusnya bebas dari kelas malam yang membosankan justru harus dia ganti
dengan hal yang lebih membosankan. Jung Soora di hukum membersihkan toilet
karena tertawa tanpa kontrol di tengah pelajaran sedang berlangsung.
Kkkrrrkh~
Perut Soora
berbunyi, suaranya terdengar cukup nyaring karena bergema di lantai kamar mandi
sekolah.
“.. aish..
jinjja, CL benar. Masih ada banyak cacing di perutku yang belum kebagian makan,
huks..” Soora menggumam sendiri.
Setelah
beberapa gerutuan, beberapa ember air tumpah dan sedikit sumpah serapah,
pekerjaan Soora akhirnya selesai. Soora menggerakan pinggangnya guna
menghilangkan rasa kaku. Setelah membereskan semuanya, dia bergegas
meninggalkan tempat tersebut.
Sekali lagi,
kembali perutnya berbunyi.
Kkrrrkkh~
“Yah! Tidak
bisakah kalian sabar? Aku harus menemukan tasku sebelum.. OH” Soora terlihat
sangat kaget, dia berpapasan dengan Chaeri di belokan setelah kamar mandi sekolah.
“Kau masih di sini?” dia melanjutkan setelah rasa kagetnya hilang.
Chaeri hanya
terdiam, namun tangannya melemparkan sesuatu yang langsung ditangkap Soora
secara reflek.
“UWOO,
MWOOYA.. oh, nae kabang! Kau menemukannya? Aku baru saja hendak mencarinya.”
Soora tidak jadi berteriak setelah tau benda apa yang dilempar Chaeri tersebut,
dia lalu memeluk tasnya dengan gembira.
Chaeri
memutarkan matanya, “Kau berkata seolah aku sengaja mencarinya untukmu...
bangunlah dari mimpi. Aku ada sedikit urusan dengan guru lalu tak sengaja
menemukan tasmu..dan aku bukannya bermaksud menungguimu.. lalu..” sedikit
tergagap Chaeri menjelaskan karena tatapan mata Soora terlihat seperti tak
percaya dengan senyum menyebalkan di wajahnya itu. Dia menuntaskannya dengan
ungkapan protes, “YAH! apa kau tak akan mengucapkan terima kasih?”
Soora
terkekeh melihat ekspresi baru Chaeri yang dia lihat. Chaeri terlihat sangat
sebal sekaligus salah tingkah. Dia buru-buru balik arah dan melangkah
meninggalkan Soora yang masih tersenyum.
“Tentu saja, aku sangat berterima kasih karena
kaulah yang menemukan tasku. Biasanya butuh waktu sehari untukku menemukannya.
Tak jarang aku pulang tanpa tas sehingga harus beli tas baru keesokan harinya.”
Soora bercerita dengan santai, dia mengikuti langkah tegas-tegas Chaeri dari
belakang.
Kening
Chaeri berkerut mendengar ucapan Soora, tapi tak lama, sebab dia kembali
memasang ekspresi datarnya yang biasa. “Kenapa kau selalu memakan jatah makan
siang Sunhee jika itu membuatmu susah sendiri, hah?”
Soora nyengir
senang mendengar pertanyaan Chaeri, dia sedikit berlari dan menjajari langkah
Chaeri “Mwohae? Apa ini artinya kau perhatian padaku?” dia menusuk-nusuk lengan
Chaeri dengan telunjuknya sambil memainkan alis.
Chaeri
menghalau tangan Soora, “Dwaesseo, lupakan saja. Anggap aku tak pernah
bertanya~”
Soora
tertawa keras melihat Chaeri melenggang lurus meninggalkannya yang menghentikan
langkah “Gomawo CL-ahhhhh~” Soora melambaikan tangan dengan berlebihan.
“AH, SHUT-UP!” terdengar Chaeri menanggapi
meskipun jaraknya sudah agak jauh melewati halaman sekolah dan Soora masih di
koridor.
Soora masih
tergelak, namun dia beringsut ke bangku yang ada di depan salah satu kelas lalu
duduk di sana. Pulang bisa menunggu, J akan tetap menunggunya di depan sekolah.
J selalu tau kalau dia biasa kena detensi. Sekarang yang terpenting adalah
perutnya yang lapar. Sedikit tak sabar Soora menggerayapi isi tasnya, Roti
melon tadi masih dia simpan.
Soora
terlihat gembira saat dia menemukan harta yang dia cari tersebut. Roti bulat putih
seukuran 2x bakpao berbau harum dengan isian setup melon segar di dalamnya,
nyuuummm.. Soora menggigitnya dengan segera, mengunyahnya sebentar. Ekspresi
wajahnya berubah. Sepertinya Ahjumma yang di kantin sekolah lupa memilih roti
yang sudah kemarin dan mencampurnya dengan roti hari ini.
Penasaran,
Soora menggigitnya sekali lagi. Dia menelengkan kepalanya, ini benar-benar
aneh, roti ini rasanya saaaaaangat aneh.
Saat Soora
hendak menggigit untuk yang ketiga kalinya, ada tangan yang merebut roti tersebut
dari genggamannya. Soora mendongak dan melihat dengan heran, Chaeri kembali
lagi.
“Ah~ YAAAAH!
Waee? Tidak kah kau lihat aku sedang memakannya?”
Tanpa
menjawab pertanyaan Soora, Chaeri langsung melemparkan roti tersebut menuju
tempat sampah terdekat yang ada di sekitar mereka.
“YAH! NEO
WAEGEURAE!!” Soora terlihat sangat marah, dia memang paling tidak suka jika
makanannya diganggu.
Chaeri masih
tak menjawab, namun ekspresinya menyiratkan perasaan seperti Oh-Tuhan-tebakanku-tepat, dia mengacak poni depannya dengan sedikit tak
sabar lalu melirik Soora dengan tatapan mencemooh.
“APA?!
Kenapa melihatku seperti itu?” Soora menantang, perutnya masih lapar dan Chaeri
justru membuang makanannya, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“YAH! NEO
MICHOSSEO?!” tiba-tiba saja Chaeri meledak. Soora mengerut melihat Chaeri yang
seperti itu, kenapa dia ini? Seolma.. apa dia kerasukan setan penunggu sekolah?
Pikiran Soora melayang kemana-mana.
“Kenapa kau
memakannya? Tidak kah kau melihat roti tadi sudah rusak?!”
“Wae-wae-waeyo?”
Soora sedikit tergagap.
“Hoh~ nan
michigaetha. Baru sehari aku mengenalmu dan kau sudah membuatku gila.” Chaeri
kembali mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. “Apa kau tau di mana aku
menemukan tasmu?!” lanjutnya, bertanya pada Soora dengan nada tinggi.
Soora
menggelengkan kepala, berulang kali. Dia benar-benar merasa takut sekarang. Apa
dia harus memanggil J? Chaeri benar-benar kerasukan!
Chaeri
menghembuskan nafas keras sebelum menjawab pertanyaannya sendiri. “Aku
berencana tak akan membuka ini kepadamu, ini memalukan. Tapi karena kau keras
kepala, keurae, aku akan menceritakan semuanya.. huffff~” sekali lagi Chaeri
menarik nafas. Sedikit bergumam sendiri sesuatu mengenai ini-gila!, apa-aku-harus-menceritakannya-atau-diam-saja
lalu melanjutkan ucapnnya.
“Keurae, aku
sengaja mencari tasmu dan menunggumu karena aku merasa bersalah. Gara-gara aku
kau kena detensi, atau begitu yang aku pikir. Aku tak tau kenapa aku seperti
ini, kenapa aku bahkan bisa terusik olehmu. Kehadiranmu itu menganggu, tapi juga aku tak bisa tidak peduli”
Chaeri berkata dalam satu nafas, namun kalimat terakhir dia ucapkan dengan
sangat pelan. “Tapi bukan itu yang penting, aku menemukan tasmu terapung di
kolam ikan di taman belakang. Aku sudah bersusah payah mengeringkan tasmu dan
isinya semampuku. Tapi tentu saja aku tak pernah berpikir kau akan memakan roti
yang bentuknya sudah seperti penghapus begitu!”Chaeri menandaskannya, nafasnya
sedikit tersengal seperti habis berlari jauh.
Wajah Soora
menyiratkan seperti melihat sesuatu yang horor. Suasana hening kecuali helaan
nafas Chaeri yang masih sedikit tersengal. Keadaan sekolah seolah membeku
sesaat. Chaeri meneguk ludah, apa dia tadi keterlaluan? Dia kembali didera
perasaan bersalah.
“Kau
baik-baik saja?” Chaeri bertanya pelan ke Soora yang masih nampak syok dengan
mata melebar.
Perlahan
Soora kembali berkedip. Chaeri bertanya lagi, “Apa kau baik-baik saja?” dia
menggoyangkan tangannya di hadapan Soora yang sudah kembali terlihat fokus.
“Aku.. aku
tak paham apa yang kau bicarakan dalam tempo secepat itu, bisakah kau ulangi
ucapanmu sekali lagi?” suara Soora memecah kesunyian, rasa bersalah Chaeri,
suasana dingin koridor sekolah dan gemanya, namun juga sekaligus membungkam
segalanya lebih cepat dari sebelumnya. Suasana lantas kembali sunyi.
Saat itulah
rasanya Chaeri sangat ingin bertanya pada Tuhan tentang rasa penasarannya yang
paling besar, benarkah ada otak di rongga kepala Soora? Ataukah yang di dalam
tengkorak itu hanya udara panas?
..dan sekali
lagi, Chaeri meledak.
***
“..jangan
dekat-dekat!”
“Tapi tempat
dudukku sempit, kenapa tasmu tidak kau pangku saja!”
“Kau
menyuruhku?!”
“heungh..harusnya tadi aku duduk di
bangku depan..”
“Harusnya
kau tak usah mengikutiku!!”
“Aku tak
mengikutimu, aku MENGANTARMU pulang karena supirmu sudah kau suruh pulang
duluan saat kau mencari tasku”
“Tapi INI
taksiku, yang aku stop dan aku bayar sendiri dengan uangku!”
“YAH~!!
Semua uangku diambil oleh Sunhee, dengan apa aku harus membayar?”
“Itu
urusanm..”
“AGASHII!!
BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM SEBENTAR?! SAYA SEDANG MENYETIR, DAN JALANAN SANGAT
RAMAI! APA KALIAN MAU MATI BERSAMA?!!!”
Pertengkaran
Chaeri dan Soora dipotong oleh hardikan supir taksi yang marah karena mereka
sangat berisik. Keduanya lantas terdiam, Soora mengerut di tempat duduknya yang
sudah mepet di pintu karena terdesak dua tas di tengah, dan Chaeri yang
melengos malas ke luar jendela.
Mereka
melanjutkan perjalanan dalam diam. Tatapan Chaeri kosong dan ekspresinya sudah
kembali menjadi gadis pendiam yang tadi pagi, sementara Soora melihat
sekelilingnya dengan antusias. Mereka menuju rumah Chaeri, untuk pertama
kalinya Soora berkunjung ke rumah teman dan pikirin ini membuatnya sangat
antusias.
“Rumah ke
dua yang ada anak kecil di depan itu ahjussi~” Chaeri membuka suara saat di lihatnya
rumahnya sudah dekat. Soora menoleh dan menjulurkan lehernya untuk melihat
lebih jelas arah yang di tunjuk oleh Chaeri.
Ada seorang
wanita berusia hampir separuh baya, seorang anak lelaki kecil dan pria muda di
depan rumah yang di tunjuk chaeri. Raut ketiganya sama, cemas yang terbaca.
Mereka berhenti lalu Soora mengikuti Chaeri keluar dari taksi.
Tak ada
suara selain kepergian taksi, mereka hanya saling menatap. Soora menusuk lengan
Chaeri dengan telunjuknya.
“Apa itu umma-mu?” Bisik Soora pelan.
Chaeri tak
menanggapi, dia berjalan masuk tanpa menyapa ataupun memperkenalkan Soora pada
mereka. Pun juga dia tak berpamitan dengan Soora. Semua pertengkaran dan cekcok
serta interaksi mereka seharian tadi terasa seperti mimpi yang amat jauh.
Begitu besar perbedaannya. Semua telah menguap. Soora tertegun kebingungan di
bawah tatapan menyelidik orang rumah Chaeri tersebut.
Dengan
kikuk, Soora mengucap salam pelan dan membungkuk. Mereka membalas, namun tak
menanyakan apa-apa. Si pria muda menatap Soora dengan tajam sebelum masuk dan
menyusul Chaeri ke dalam. Tinggal anak kecil dan wanita tadi di hadapan Soora.
“O-omoni,
jeoseonghamnida. Gara-gara saya, Chaeri telat pulang~ Jeoseonghaeyeo~” Soora
mengucapkan maaf sembari membungkuk. Tanpa di duga sorot penasaran di mata
wanita tadi berubah menjadi sedikit lebih ramah.
“Apa kau
temannya Chaeri?” wanita tadi bertanya sambil tersenyum.
“e.. kami
baru berkenalan hari ini, tapi mungkin akan menjadi teman baik.” Soora menjawab
dengan sedikit ragu.
Karena tak
ada lagi yang bisa dipercakapkan, Soora buru-buru pamit. Dia tak tau daerah
mana ini, tapi dia memilih berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu
secepat yang ia bisa. Pandangan wanita tadi masih mengikuti hingga Soora
berbelok di tikungan.
Lee chaeri, kau yang sebenarnya, seperti apa?
Soora
membatin dalam perjalanan pulangnya. Kening Soora berkerut saat memikirkan hal
tersebut.
***tbc***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar