Rabu, 21 November 2012

[Fanfic] Two Moons Chapter 3 => You ,-and me-,






“Kau yakin?”

                        “Kenapa? kau terdengar khawatir.”

“Hanya memastikan”

                        “ Tapi penuh rasa khawatir, kan?”

“Apa kau merasa tersanjung?”


CHAPTER 3 You ,-and Me-.

Bel pergantian jam pelajaran berdering, seluruh siswa di kelas Soora bersorak heboh seolah lepas dari penjara.

Senyum Soora melebar hingga telinga, dia menyukai euforia ini. Pada saat seperti inilah dia merasakan kelasnya hidup. Dia menoleh ke arah Chaeri yang masih saja termangu menatap ke arah luar jendela dengan headphone terpasang di kepala. Soora menggelengkan kepalanya heran, sepertinya teman barunya ini tidak tau bagaimana cara menikmati sekolah.

“YEAHH!!!”

Soora sengaja mengepalkan tinjunya tanda histeris ke hadapan Chaeri hingga gadis itu tersentak kaget.

“Kau lapar tidak? Ini saatnya menyerbu kantin!!”Soora terkikik kecil melihat wajah kaget Chaeri, yang segera berubah menjadi sorot penuh kebencian. Sedikit merasa puas akan apa yang telah dia lakukan, Soora mengerjapkan matanya sepolos yang ia bisa ke arah ‘Angry Chaeri’. Chaeri berdiri seketika, ia mengepalkan tinjunya dengan sikap mengancam, tatapan matanya tak lepas dari Soora.

“Woo, chill maaaann! Aku tak berniat benar-benar memukul, kau tau?” Ujar Soora santai sambil berjinjit, sekali lagi dia bermaksud membuat Chaeri marah dengan berusaha menepuk-nepuk pelan kepala gadis tersebut. Chaeri menepis kasar tangan Soora yang hampir menyentuh kepalanya.

“Apa kau tidak makan siang? Kau sedang diet?” Soora menanyakan hal tersebut sambil lalu, karena seakan merasa sangat lapar, Soora tak menunggu jawaban Chaeri atas ucapannya. Dia segera melesat menuju kantin, menelusup di antara rombongan perut-perut kelaparan lainnya.

Chaeri mendenguskan nafasnya sepeninggal Soora, nyata benar dia merasa terganggu duduk sebangku dengan Soora.

***

Kedua tangan Soora sedang penuh saat ini, cup ramyeon di tangan kanan, roti melon dan susu kotak di tangan kiri, belum lagi dua pack penuh mandu yang dia jepit di antara lengan dan badannya, beberapa kemasan camilan renyah yang dia peluk, serta sumpit yang dia gigit karena tak ada tempat lagi. Tak ada yang tau, bagaimana ceritanya dia tadi bisa membayar semua itu dengan dompet yang terjepit di antara lekukan leher serta dagunya.

Setengah kerepotan, mata soora melirik di sekitar kantin. Sialnya tak ada tempat duduk yang kosong untuknya. Setengah cemberut Soora memutuskan untuk makan di dalam ruang kelas.

Ketika sedang berbelok di koridor di dekat kelasnya, Soora melihat Chaeri keluar dari kelas. Karena tak bisa memanggil Chaeri dengan sumpit di mulutnya, Soora memutuskan untuk mengekor ke mana Chaeri hendak pergi.

Rupanya Chaeri menuju gedung olahraga, mau apa dia di sana?

Perlahan Soora membuka pintu yang di tutup Chaeri beberapa saat sebelumnya, sedikit kesulitan dengan yah.. segala macam barang tadi. Soora berusaha tidak membuat suara sehingga ketika dia terpekik takjub dengan gedung olah raga yang luas, dia sedikit mengagetkan Chaeri.

“Whoaa~ daebak!”

Chaeri terperanjat, lalu menoleh ke arah Soora, ke arah semua benda yang Soora pegang. Soora tak merasa bersalah sama sekali, dia justru menuju bangku terdekat yang sering di gunakan untuk menonton pertandingan atau sekedar untuk istirahat. Satu persatu dia meletakkan makanan yang dia bawa dengan hati-hati.

“Apa yang kau lakukan di sini?!” hardik Chaeri dengan nada dingin.

“Apa yang KAU lakukan di sini?” mata polos sora mengerjap sekali, dia balik bertanya dengan nada serius ke Chaeri, sembari menata semua makanan yang dia bawa di sekitar dia duduk.

“Pergilah, aku sedang ingin sendiri.” Chaeri membalas ucapan Soora dengan malas, dia memasang headphonenya dan memilih tempat duduk yang paling jauh dari Soora. Tatapannya termangu ke arah lapangan basket yang ada di depannya.

“Shireooooo~” Soora melagukan jawabannya atas pengusiran chaeri, dia mulai memakan ramyeon yang dia bawa tadi.

Chaeri menoleh ke arah soora dengan cepat, “Sebenarnya apa maumu?!”

“Wae?” Soora menyahut enteng, dia memakan ramyeonnya dengan berisik.

“Di mana dari ucapanku yang tak kau pahami, hah?” Chaeri terlihat sangat terganggu, “Aku bilang aku mau sendiri, itu artinya aku tak ingin kau ada di sini. Dalam kamus, sendiri itu berarti tak ada kau di sekelilingku, neo ara??”

Soora meletakkan cup ramyeonnya dengan keras. Dia bergaya menirukan kalimat Chaeri tanpa suara dengan mulut mencong kanan mencong kiri sebelum membalas.

“Kau pikir kau spesial?! Kau mau menikmati gedung sebesar ini sendirian? AKU JUGA MEMBAYAR UNTUK MASUK SEKOLAH INI, NEO ARA!!” Soora balik menghardik Chaeri yang ternganga, apa dia pikir aku juga tak bisa berkata keras? Batin Soora bangga.

“Lagi pula, aku tak pernah berpikir kalau gedung olahraga ternyata seluas ini~ saat kita ada jam olahraga di sini rasanya selalu sempit dan pengap.” Soora melanjutkan, dia menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuk sembari memperhatikan sekelilingnya, takjub.

“..itu karena kita sekarang hanya berdua di sini, pabo~” Chaeri terdengar menggumam menanggapi, namun dia lantas menoyor keningnya sendiri. “Kenapa pula aku harus menanggapinya?”

Soora terkekeh, dia kembali fokus ke arah makanan di hadapannya. Sekarang dia mulai membuka bungkus mandu miliknya.

“Kau mau?” tawar Soora.

“Lupakan~ yang aku mau darimu hanyalah kau meninggalkan tempat ini secepatnya.” Dengus Chaeri, tangannya sibuk mengotak-atik ipodnya lalu memejamkan mata sambil bersandar di punggung bangku yang dia tempati.

Soora nyengir, dia tak berkata apa-apa lagi. Tangan dan mulutnya sibuk bekerjasama untuk menghabiskan apa yang tadi dia bawa dari kantin.

Beberapa menit berlalu dan jumlah makanan di depan Soora menipis dengan cepat. Iseng, Soora melemparkan bekas pack mandu yang telah kosong ke arah Chaeri.

Tuk!

Chaeri membuka matanya dengan cepat karena kaget.

“APA KAU BENAR-BENAR BERNIAT UNTUK MENANTANGKU, HAH?!”

Soora mengerjapkan matanya polos, dia masih menjilat sisa bumbu snack yang melekat di tangannya ketika Chaeri meledak lagi.

“A-anieyo.. aku memanggilmu tapi kau menyumpal telingamu dengan headphone. Keuronikka,..”Soora mencoba menjelaskan, dia masih saja sibuk mengulum telunjuk dan ibu jarinya yang belepotan bumbu snack.

Chaeri meringis melihat pemandangan tersebut, “Hajimaa~! Itu menjijikkan, ugh~”

“Uh? Tapi kau tak bisa makan snack tanpa menjilati sisa bumbunya~” Soora menyahut, pandangannya menyiratkan rasa heran.

Chaeri tak menanggapi.

Soora menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Chaeri, “Kau yakin tidak makan siang? Aku masih punya beberapa butir mandu dan roti melon yang masih utuh jika kau mau..”

“Tak usah mengurusiku, aku yakin kau masih punya ratusan cacing di perutmu yang harus diberi makan” Chaeri membalas ucapan Soora dengan tatapan dan ucapan yang sinis.

Soora tak merasa tersinggung, dia menjawab dengan cepat “O? Apa itu sebuah rasa peduli? Kau peduli pada perutku?” bibirnya membentuk senyuman lebar yang ‘sedikit terlalu lebar’.

“Apa-apaan wajahmu itu?” Chaeri membalas dengan tak kalah sengit, “Kau, benar-benar butuh dokter, ada yang tidak beres dengan telingamu. Atau mungkin otakmu. Kau menerjemahkan semua kalimatku dengan.. ah, lupakan. ”

Chaeri kembali memakai headphonenya. Tapi tak lama, sebab dia segera melepasnya kembali sembari memeriksa ipod yang ada di tangan.

.. aish, jinjja. Kenapa habis power disaat seperti ini..

Soora mendengar Chaeri menggerutu pelan.

“Itu bagus jika powernya habis. Kupikir nanti kau yang akan membutuhkan dokter telinga lebih cepat dari aku karena telingamu tuli.” Soora berujar dengan nada santai.

“Yah! Kau mendoakan aku tuli?!”

“Ani.. kau sendiri yang mengucapkannya.” Balas Soora telak, dia menjulurkan lidah ke arah Chaeri. Chaeri mengepalkan tinjunya seolah hendak memukul Soora, yang dituju justru tak berekspresi takut sama sekali.

“Mwo? Mwo? Mwo? Aku mengucapkan hal yang benar, Lee Chaeri..”Soora mengangkat wajahnya dengan sedikit menantang.

Chaeri menyimpan kepalan tinjunya lagi. “Jinjja, aku bisa darah tinggi jika selalu meladeni ucapanmu..” desisnya jengkel.

Soora terkikik, suasana hening sejenak setelah itu.
“Keundae, tidak kah kau merasa namamu sedikit kuno? Lee Chaeri, Chaeri, Lee Chaeri..”sambil berpikir, Soora menelengkan kepalanya. Chaeri mendengus melihat pemandangan tersebut.

“Tak usah berakting sedang berpikir, wajahmu itu tak pantas untuk berpikir. Aku bahkan ragu apa kau punya otak atau tidak.”

Soora seolah tak memperdulikannya, dia meloncat lebih dekat ke bangku yang berada tepat di sebelah Chaeri.

“Ya, Ya, Ya, bagaimana kalau kau menyingkat namamu menjadi dua huruf saja, Jooyeon mengubah namanya menjadi J, dan itu terdengar sangat modern. Jadi bagaimana jika namamu disingkat juga?” Wajah kekanak-kanakan Soora terlihat antusias.

Chaeri memutar matanya lagi, ekspresinya mengungkapkan rasa tidak tertarik.

“Kira-kira disingkat apa ya? Humm.. ah, CL! Eotthae? CL terdengar sangat oke juga. Kadang teman-teman J memanggilku dengan JS.. keren bukan? Itu bisa berarti Jung Soora, atau juga J-Shadow karena aku selalu membuntuti kemanapun J pergi seperti sebuah bayangan” Soora nyengir.

“Oh, aku tak heran jika kau punya kebiasaan selalu mengekor orang. Tapi aku sama sekali tak tertarik dengan ceritamu.” Sahut Chaeri sebelum melanjutkan, “Dan kenapa kau mengubah nama orang lain seenaknya, siapa kau? Ummaku?”hardiknya.

Soora mengerutkan kening, “Ah, wae. CL terdengar sangat keren. Kau tak akan menyesal mengganti namamu menjadi CL.”

“Kenapa aku harus menggantinya menjadi CL?!” Chaeri menantang Soora.

Hening sejenak.

“Lalu, jika aku mengubahnya menjadi LC apa kau setuju? Itu jauh lebih jelek dari Chaeri..” sahut Soora pelan, nadanya sangat lugu.

Uap panas sepertinya sudah mencapai ubun-ubun Chaeri, “Ah dwaesseo. Kenapa juga aku harus menanggapi ucapanmu..” dia bangkit dari duduknya dan beranjak meninggalkan tempat itu menuju pintu keluar.

Soora ikut beranjak, dia berjalan tepat di belakang Chaeri.

“Kenapa kau selalu menggangguku. Lakukan kegiatanmu sendiri!”

“Apa keluar dari gedung olahraga juga termasuk dalam kategori mengganggu? Aku juga punya kelas yang sama denganmu, jadi aku melakukan kegiatanku sendiri kali ini, tau?!!!”

“AAARGH~!! Kau membuatku gila!”

Soora dan Chaeri mulai beradu mulut kembali, beberapa murid yang berpapasan dengan mereka terlihat sangat terkejut. Tapi Chaeri dan soora tidak memperdulikannya. Bahkan setelah mereka jauh, masih terdengar cekcok mereka menuju kelas.

***

Pelajaran selanjutnya sudah berjalan selama kira-kira sejam setelah istirahat makan siang. Soora meletakkan dagunya ke meja dengan rasa bosan. Dia melirik Chaeri yang sibuk mencatat, headphonenya mengalung di leher.

Ssst, CL!” Soora berbisik ke arah Chaeri, namun diacuhkan sama sekali oleh gadis itu.

C-L!” kali ini soora berbisik sedikit keras sambil mencolek lengan Chaeri. Chaeri menatap Soora dengan datar lalu kembali berkosentrasi dengan catatannya dan guru di depan.

Yah, Siii-eLLLL!!! Aku memanggilmu!” beberapa siswa yang berada di sekitar bangku mereka menoleh, karena bisikan Soora cukup keras untuk bisa di dengar seluruh kelas.

Chaeri menghentikan gerakan mencatatnya lalu menutup bukunya dengan kesal.

Apa masalahmu?!”Chaeri balik mendesis dengan sangat pelan, namun sorot matanya tajam tertuju ke mata polos Soora.

Aku memanggilmu, tapi kau mengacuhkanku~” Soora balas berbisik sama pelannya, dia sedikit mengerucutkan bibirnya seakan kesal.

APA KAU PIKIR AKU PEDULI?” hardik Chaeri tajam dalam bisikan. Soora memutarkan bola matanya, gadis ini sama sekali tak punya manner yang baik, pikir Soora.

CL-ah, aku memanggilmuuuuu~” Soora kembali ngotot berbisik, dia kembali menusuk-nusuk lengan Chaeri dengan jarinya.

Kau.Tidak.Sedang.Memanggilku” Chaeri menjawab dengan penuh tekanan di tiap kata dalam bisikannya, lalu buru-buru memalingkan muka dari Soora.

Heii, aku memanggilmu! Tapi kau pura-pura tidak dengar~” Bisikan Soora terdengar menuduh, dia semakin mengerucutkan bibirnya.

Chaeri mengabaikannya, dia berusaha tidak menatap Soora. Tangannya menuliskan sesuatu di sesobek kertas.

CEPAT KATAKAN APA MAUMU

Soora membacanya sekilas, lalu menjawab.

Bolehkah nanti aku pinjam catatanmu?

Chaeri menuliskan jawabannya dengan cepat dalam sesobek kertas lagi, tatapannya masih tetap tak tertuju ke Soora. Dia tau jika sekarang Soora sedang menatapnya dengan sorot memohon.

KAU PUNYA WAKTU UNTUK MENCATATNYA SENDIRI. SEKARANG.

Soora mendenguskan nafasnya sebelum berbisik, “Yes i do have time, but i don't have anything 'things' to write.” Soora menjawab pertanyaan Chaeri dengan kuyu.

APA MAKSUDMU KAU TAK PUNYA APAPUN’ lagi-lagi Chaeri tak mau ambil resiko dengan menatap ke arah Soora. Dia kembali menuliskan kalimatnya dalam sesobek kertas.

Soora terkekeh pelan saat membaca kertas yang disodorkan Chaeri ke arahnya.

Kalau ini kau maksudkan sebagai pertanyaan, kau kurang menuliskan tanda tanya di ujungnya~

Chaeri memutar matanya dengan ekspresi ‘whatever’, saat mendengar bisikan dari Soora yang mengomentari kalimatnya.

Sunhee menyembunyikan tasku dan seluruh isinya, jadi aku tak punya apapun untuk mencatat sekarang” lanjut Soora berbisik menjelaskan, dia menggelosorkan badannya hingga dagunya terletak di atas meja.

Secepat kilat Chaeri membalasnya dalam tulisan,

‘APA AKU HARUS BERTANYA KENAPA DIA MELAKUKAN ITU PADAMU’

Soora hampir tersedak tawanya sendiri saat membacanya, bahkan dalam tulisan pun Chaeri masih saja tanpa ekspresi.

Tanda tanya, jangan pernah melupakan tanda tanya di akhir kalimat tanya anak muda” Soora menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Chaeri dengan lagak seseorang yang sok tau.

Chaeri tak menanggapi bisikan Soora kali ini, karena hampir sebagian dari murid di kelas mereka merasa terganggu dengan desisan-desisan konyol Soora. Namun seakan tak peduli, Soora kembali melanjutkan bisikannya.

Sunhee menyembunyikan tasku karena aku memakan jatah makan siangnya~

Chaeri memutarkan matanya dengan malas, tapi meski begitu tetap saja jemarinya menuliskan sesuatu.

‘APA AKU HARUS MEMBERI UCAPAN BERDUKA CITA DAN MENGIRIMKAN RANGKAIAN BUNGA’

Pffft~

“BWAHAHAHAHAHAHAHAHAHA, KAU BISA MELUCU, YAAAAAAAH~ aku tak pernah membayangkannya!!! Daebakk!!” Soora meledak dalam tawa saat membaca sobekan kertas tersebut, sementara Chaeri buru-buru memalingkan mukanya seolah tak terjadi apa-apa. Dan Soora masih saja tertawa, hingga tanpa disadarinya seluruh kelas membeku. Semua tatapan tertuju padanya.

“Mwahahaha~!! CL-ah, kau harus sering-sering melucu seperti tadi, itu tadi benar-benar luc-.. UH.OH~” hampir saja tersedak udara, Soora baru sadar dengan keadaan sekelilingnya, terutama tatapan Seongsaenim. Dan Soora pun mengerut dalam tempat duduknya.

***

“Aiyaaaa~ kenapa ini susah sekali dibersihkaaaaan!!!”

Bel pulang telah berbunyi semenjak setengah jam yang lalu, halaman sekolah mulai sepi karena memang hari ini tak ada kelas malam. Namun malang bagi Soora, jadwal yang seharusnya bebas dari kelas malam yang membosankan justru harus dia ganti dengan hal yang lebih membosankan. Jung Soora di hukum membersihkan toilet karena tertawa tanpa kontrol di tengah pelajaran sedang berlangsung.

Kkkrrrkh~

Perut Soora berbunyi, suaranya terdengar cukup nyaring karena bergema di lantai kamar mandi sekolah.

“.. aish.. jinjja, CL benar. Masih ada banyak cacing di perutku yang belum kebagian makan, huks..” Soora menggumam sendiri.

Setelah beberapa gerutuan, beberapa ember air tumpah dan sedikit sumpah serapah, pekerjaan Soora akhirnya selesai. Soora menggerakan pinggangnya guna menghilangkan rasa kaku. Setelah membereskan semuanya, dia bergegas meninggalkan tempat tersebut.

Sekali lagi, kembali perutnya berbunyi.

Kkrrrkkh~

“Yah! Tidak bisakah kalian sabar? Aku harus menemukan tasku sebelum.. OH” Soora terlihat sangat kaget, dia berpapasan dengan Chaeri di belokan setelah kamar mandi sekolah. “Kau masih di sini?” dia melanjutkan setelah rasa kagetnya hilang.

Chaeri hanya terdiam, namun tangannya melemparkan sesuatu yang langsung ditangkap Soora secara reflek.

“UWOO, MWOOYA.. oh, nae kabang! Kau menemukannya? Aku baru saja hendak mencarinya.” Soora tidak jadi berteriak setelah tau benda apa yang dilempar Chaeri tersebut, dia lalu memeluk tasnya dengan gembira.

Chaeri memutarkan matanya, “Kau berkata seolah aku sengaja mencarinya untukmu... bangunlah dari mimpi. Aku ada sedikit urusan dengan guru lalu tak sengaja menemukan tasmu..dan aku bukannya bermaksud menungguimu.. lalu..” sedikit tergagap Chaeri menjelaskan karena tatapan mata Soora terlihat seperti tak percaya dengan senyum menyebalkan di wajahnya itu. Dia menuntaskannya dengan ungkapan protes, “YAH! apa kau tak akan mengucapkan terima kasih?”

Soora terkekeh melihat ekspresi baru Chaeri yang dia lihat. Chaeri terlihat sangat sebal sekaligus salah tingkah. Dia buru-buru balik arah dan melangkah meninggalkan Soora yang masih tersenyum.

 “Tentu saja, aku sangat berterima kasih karena kaulah yang menemukan tasku. Biasanya butuh waktu sehari untukku menemukannya. Tak jarang aku pulang tanpa tas sehingga harus beli tas baru keesokan harinya.” Soora bercerita dengan santai, dia mengikuti langkah tegas-tegas Chaeri dari belakang.

Kening Chaeri berkerut mendengar ucapan Soora, tapi tak lama, sebab dia kembali memasang ekspresi datarnya yang biasa. “Kenapa kau selalu memakan jatah makan siang Sunhee jika itu membuatmu susah sendiri, hah?”

Soora nyengir senang mendengar pertanyaan Chaeri, dia sedikit berlari dan menjajari langkah Chaeri “Mwohae? Apa ini artinya kau perhatian padaku?” dia menusuk-nusuk lengan Chaeri dengan telunjuknya sambil memainkan alis.

Chaeri menghalau tangan Soora, “Dwaesseo, lupakan saja. Anggap aku tak pernah bertanya~”

Soora tertawa keras melihat Chaeri melenggang lurus meninggalkannya yang menghentikan langkah “Gomawo CL-ahhhhh~” Soora melambaikan tangan dengan berlebihan.

“AH, SHUT-UP!” terdengar Chaeri menanggapi meskipun jaraknya sudah agak jauh melewati halaman sekolah dan Soora masih di koridor.

Soora masih tergelak, namun dia beringsut ke bangku yang ada di depan salah satu kelas lalu duduk di sana. Pulang bisa menunggu, J akan tetap menunggunya di depan sekolah. J selalu tau kalau dia biasa kena detensi. Sekarang yang terpenting adalah perutnya yang lapar. Sedikit tak sabar Soora menggerayapi isi tasnya, Roti melon tadi masih dia simpan.

Soora terlihat gembira saat dia menemukan harta yang dia cari tersebut. Roti bulat putih seukuran 2x bakpao berbau harum dengan isian setup melon segar di dalamnya, nyuuummm.. Soora menggigitnya dengan segera, mengunyahnya sebentar. Ekspresi wajahnya berubah. Sepertinya Ahjumma yang di kantin sekolah lupa memilih roti yang sudah kemarin dan mencampurnya dengan roti hari ini.

Penasaran, Soora menggigitnya sekali lagi. Dia menelengkan kepalanya, ini benar-benar aneh, roti ini rasanya saaaaaangat aneh.

Saat Soora hendak menggigit untuk yang ketiga kalinya, ada tangan yang merebut roti tersebut dari genggamannya. Soora mendongak dan melihat dengan heran, Chaeri kembali lagi.

“Ah~ YAAAAH! Waee? Tidak kah kau lihat aku sedang memakannya?”

Tanpa menjawab pertanyaan Soora, Chaeri langsung melemparkan roti tersebut menuju tempat sampah terdekat yang ada di sekitar mereka.

“YAH! NEO WAEGEURAE!!” Soora terlihat sangat marah, dia memang paling tidak suka jika makanannya diganggu.

Chaeri masih tak menjawab, namun ekspresinya menyiratkan perasaan seperti Oh-Tuhan-tebakanku-tepat,  dia mengacak poni depannya dengan sedikit tak sabar lalu melirik Soora dengan tatapan mencemooh.

“APA?! Kenapa melihatku seperti itu?” Soora menantang, perutnya masih lapar dan Chaeri justru membuang makanannya, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“YAH! NEO MICHOSSEO?!” tiba-tiba saja Chaeri meledak. Soora mengerut melihat Chaeri yang seperti itu, kenapa dia ini? Seolma.. apa dia kerasukan setan penunggu sekolah? Pikiran Soora melayang kemana-mana.

“Kenapa kau memakannya? Tidak kah kau melihat roti tadi sudah rusak?!”

“Wae-wae-waeyo?” Soora sedikit tergagap.

“Hoh~ nan michigaetha. Baru sehari aku mengenalmu dan kau sudah membuatku gila.” Chaeri kembali mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. “Apa kau tau di mana aku menemukan tasmu?!” lanjutnya, bertanya pada Soora dengan nada tinggi.

Soora menggelengkan kepala, berulang kali. Dia benar-benar merasa takut sekarang. Apa dia harus memanggil J? Chaeri benar-benar kerasukan!

Chaeri menghembuskan nafas keras sebelum menjawab pertanyaannya sendiri. “Aku berencana tak akan membuka ini kepadamu, ini memalukan. Tapi karena kau keras kepala, keurae, aku akan menceritakan semuanya.. huffff~” sekali lagi Chaeri menarik nafas. Sedikit bergumam sendiri sesuatu mengenai ini-gila!, apa-aku-harus-menceritakannya-atau-diam-saja lalu melanjutkan ucapnnya.

“Keurae, aku sengaja mencari tasmu dan menunggumu karena aku merasa bersalah. Gara-gara aku kau kena detensi, atau begitu yang aku pikir. Aku tak tau kenapa aku seperti ini, kenapa aku bahkan bisa terusik olehmu. Kehadiranmu itu menganggu, tapi juga aku tak bisa tidak peduli” Chaeri berkata dalam satu nafas, namun kalimat terakhir dia ucapkan dengan sangat pelan. “Tapi bukan itu yang penting, aku menemukan tasmu terapung di kolam ikan di taman belakang. Aku sudah bersusah payah mengeringkan tasmu dan isinya semampuku. Tapi tentu saja aku tak pernah berpikir kau akan memakan roti yang bentuknya sudah seperti penghapus begitu!”Chaeri menandaskannya, nafasnya sedikit tersengal seperti habis berlari jauh.

Wajah Soora menyiratkan seperti melihat sesuatu yang horor. Suasana hening kecuali helaan nafas Chaeri yang masih sedikit tersengal. Keadaan sekolah seolah membeku sesaat. Chaeri meneguk ludah, apa dia tadi keterlaluan? Dia kembali didera perasaan bersalah.

“Kau baik-baik saja?” Chaeri bertanya pelan ke Soora yang masih nampak syok dengan mata melebar.

Perlahan Soora kembali berkedip. Chaeri bertanya lagi, “Apa kau baik-baik saja?” dia menggoyangkan tangannya di hadapan Soora yang sudah kembali terlihat fokus.

“Aku.. aku tak paham apa yang kau bicarakan dalam tempo secepat itu, bisakah kau ulangi ucapanmu sekali lagi?” suara Soora memecah kesunyian, rasa bersalah Chaeri, suasana dingin koridor sekolah dan gemanya, namun juga sekaligus membungkam segalanya lebih cepat dari sebelumnya. Suasana lantas kembali sunyi.

Saat itulah rasanya Chaeri sangat ingin bertanya pada Tuhan tentang rasa penasarannya yang paling besar, benarkah ada otak di rongga kepala Soora? Ataukah yang di dalam tengkorak itu hanya udara panas?

..dan sekali lagi, Chaeri meledak.

***

“..jangan dekat-dekat!”

“Tapi tempat dudukku sempit, kenapa tasmu tidak kau pangku saja!”

“Kau menyuruhku?!”

heungh..harusnya tadi aku duduk di bangku depan..”

“Harusnya kau tak usah mengikutiku!!”

“Aku tak mengikutimu, aku MENGANTARMU pulang karena supirmu sudah kau suruh pulang duluan saat kau mencari tasku”

“Tapi INI taksiku, yang aku stop dan aku bayar sendiri dengan uangku!”

“YAH~!! Semua uangku diambil oleh Sunhee, dengan apa aku harus membayar?”

“Itu urusanm..”

“AGASHII!! BISAKAH KALIAN BERDUA DIAM SEBENTAR?! SAYA SEDANG MENYETIR, DAN JALANAN SANGAT RAMAI! APA KALIAN MAU MATI BERSAMA?!!!”

Pertengkaran Chaeri dan Soora dipotong oleh hardikan supir taksi yang marah karena mereka sangat berisik. Keduanya lantas terdiam, Soora mengerut di tempat duduknya yang sudah mepet di pintu karena terdesak dua tas di tengah, dan Chaeri yang melengos malas ke luar jendela.

Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Tatapan Chaeri kosong dan ekspresinya sudah kembali menjadi gadis pendiam yang tadi pagi, sementara Soora melihat sekelilingnya dengan antusias. Mereka menuju rumah Chaeri, untuk pertama kalinya Soora berkunjung ke rumah teman dan pikirin ini membuatnya sangat antusias.

“Rumah ke dua yang ada anak kecil di depan itu ahjussi~” Chaeri membuka suara saat di lihatnya rumahnya sudah dekat. Soora menoleh dan menjulurkan lehernya untuk melihat lebih jelas arah yang di tunjuk oleh Chaeri.

Ada seorang wanita berusia hampir separuh baya, seorang anak lelaki kecil dan pria muda di depan rumah yang di tunjuk chaeri. Raut ketiganya sama, cemas yang terbaca. Mereka berhenti lalu Soora mengikuti Chaeri keluar dari taksi.

Tak ada suara selain kepergian taksi, mereka hanya saling menatap. Soora menusuk lengan Chaeri dengan telunjuknya.

Apa itu umma-mu?” Bisik Soora pelan.

Chaeri tak menanggapi, dia berjalan masuk tanpa menyapa ataupun memperkenalkan Soora pada mereka. Pun juga dia tak berpamitan dengan Soora. Semua pertengkaran dan cekcok serta interaksi mereka seharian tadi terasa seperti mimpi yang amat jauh. Begitu besar perbedaannya. Semua telah menguap. Soora tertegun kebingungan di bawah tatapan menyelidik orang rumah Chaeri tersebut.

Dengan kikuk, Soora mengucap salam pelan dan membungkuk. Mereka membalas, namun tak menanyakan apa-apa. Si pria muda menatap Soora dengan tajam sebelum masuk dan menyusul Chaeri ke dalam. Tinggal anak kecil dan wanita tadi di hadapan Soora.

“O-omoni, jeoseonghamnida. Gara-gara saya, Chaeri telat pulang~ Jeoseonghaeyeo~” Soora mengucapkan maaf sembari membungkuk. Tanpa di duga sorot penasaran di mata wanita tadi berubah menjadi sedikit lebih ramah.

“Apa kau temannya Chaeri?” wanita tadi bertanya sambil tersenyum.

“e.. kami baru berkenalan hari ini, tapi mungkin akan menjadi teman baik.” Soora menjawab dengan sedikit ragu.

Karena tak ada lagi yang bisa dipercakapkan, Soora buru-buru pamit. Dia tak tau daerah mana ini, tapi dia memilih berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu secepat yang ia bisa. Pandangan wanita tadi masih mengikuti hingga Soora berbelok di tikungan.

Lee chaeri, kau yang sebenarnya, seperti apa? Soora membatin dalam perjalanan pulangnya. Kening Soora berkerut saat memikirkan hal tersebut.

***tbc***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar