Kamis, 13 Desember 2012

Mawar yang terlalu tinggi.


Hujan dedaun yang gugur. Penuh jeritan. Ada yang rela dan terlupakan. Ada rindu yang mematahkan. Ada kesetiaan hingga di rahang-rahang humus yang perkasa.

Yang sehelai terlantar. Dia membekukan waktunya dalam warna hijau. Lalu ada cerita yang tak pernah ia merasa mampu untuk selesaikan.

Awalnya mawar ini menarik segala mata. Wanita berebut menetapkan nama. Yang cuma bunga.

Lantas akarnya menguat dan batangnya bersulur. Dia menjangkau apa yang ada. Pijakan untuk makin tinggi.

Masih saja ada yang mengincar. Duri-duri tak cukup bikin ngeri. Wanita masih saja terpekik. Indahnya terserap dalam nafas-nafas yang berkeliaran.

Matahari makin terik. Namun mawar ini tetap saja tangguh. Ia hanya mendongak, dan langit seakan kehilangan cahaya.

Ia, daun yang lelah, mematahkan dirinya sendiri. Mawar ini tak perlu banyak dari kaumnya. Hanya batang yang kuat, dan ia memutuskan untuk menyibak tanah. Bagaimanapun juga, ia lebih berguna saat di dasar.

Tak ada kebanggaan.

Tiba-tiba menyurut semua perhatian. Jika tadi langit yang hilang cahaya, maka kini mawar semakin tua. Dan si daun tak ada keinginan lagi untuk membusuk. Terlalu banyak tumpukan.

Ia pun memilih menjauh. Angin mengabulkan pinta. Dan ia mendarat merdeka. Dengan aroma manis dari senja yang makin gelap, dia nikmati sendiri. Di depannya, mawar yang pernah jadi rumah untuknya, telah tumbuh terlalu tinggi.


http://www.facebook.com/notes/erika-paprika-rikku/mawar-yang-terlalu-tinggi/10151127389331736


semakin tinggi sebuah pohon, semakin tak terjangkau ia pun semakin kencang angin menerpa. bukankah begitu?? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar