Kamis, 02 Juni 2011

Batu yang jadi namaku.

Namaku batu. Cuma batu. Yg retak oleh terik. Yg berlumut dalam beku.


Aku cuma batu. Tapi tinggal di tempat harta, lemari besi, yg kujadikan penjara dengan sengaja. Terus dan terus. Aku -batu- , lapuk olehmu. Waktu. Terdampar dlm pojok. Segala tanyamu yg tidak bisa aku jawab. Bukan tak ada. Memang tak bisa. Tak ada yg bisa. Apalagi aku, cuma batu.


Kau aliri sungai, dengan aku mengapung didalamnya. Tak bakal tenggelam pastinya. Namun aku terantai oleh aturan. Mili demi mili gerak yg kuingin, hanya akan membuat lemari besi berkarat oleh basah. Dosa bukan? Aku menghianati perlindunganku. Penjara namanya.


Tolong. Hukum saja aku dengan sendiri. Diriku. Kian tercekik lagi, dengan kucuran pertanyaan. Jawabannya tertelan tak bisa diludahkan lagi. Lama-lama mati tersedak dan aku mendebu oleh pertahananku. Menggelikan.


Aku cuma batu. Tak punya aroma yg perlu kaubedakan, apakah kotoran atau makanan. Batu saja. Yg tetap kau ikat dalam aliran, terbentur dan terlempar. Aku harus tanpa gerakan, memang begitulah batu kan?

Buang saja aku kelangit. Kan kugambar rasi tempatku duduk. Yang bergaris jelas. Laut yg lama kukenal ternyata bersudut siku-siku tajam. Sempit. Memojokanku yg tak boleh kenal jawaban. Buatmu. Cuma kamu. Waktu.


#kau selalu tahu. Telah kuletakan segenap peta nafas yg mampu digambar oleh hidungku, di tanganmu. Lama semenjak aku mengenal udara. Itu hormat yg kujanjanjikan dr langit. Dan biarkan aku melepas lidahku yg memang sengaja kugigit, tanpa harus memberimu apa yg aku tak bisa menjawab.


*uri appa, i cant stand it anymore. Jebal. Gimme a chance. Saranghae more than you know*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar