The Unintended chapter 4
Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage,
marriage life.
Description:
Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise.
And the best love story is when you fall in love with the most unexpected
person at the most unexpected time - Unknown
Foreword:
Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak
seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan
seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah
permintaan?
so...yeah. ahem....Hallo... ehehe masih ingat chiqux dong? :D jadi, selama setahun ini saya hampir saja melupakan cerita ini. eh boong deng. Yaaa gimana deh bisa lupa, sementara 3 orang pembaca setia cerita ini selalu saja meneror saya dengan ucapan-ucapan yang semakin lama saya dengarkan akan membuat saya mati karena perasaan bersalah T.T kan kisah ini awalnya cuma karena saya suka Ahn Jaehyun, tapi kemudian ternyata saya telah menghidupkan wabah menyukai cerita ini kepada mereka-mereka tiga orang pembaca saya yang paling setia. apa ada yang ingin tau siapa aja mereka? berikut para tersangkanya /jreng jrengggg~
- ada uswa-hyung, teman nan jauh dimato di ujung pulau sumatera sana yang...hiks....kadang-kadang ucapan penagihan atas cerita ini membuat saya malu sendiri karena penuh pujian #jrenggggs hahahaha /dilempar bata sama ucchan XD
- ada dewi, teman SMA saya yang .....sigh selalu mendesak saya untuk melanjutkan cerita ini walau berulang kali pula saya mengeluhkan alasan tentang tak adanya sarana Laptop dan sebagainya wkwkwkwk
- ada maweed, dia ini...aduh gimana yaa ngejelasinnya. kayanya dia menganggap kisah ini adalah bacaan wajib dia dan membawanya ke dunia nyata dengan selalu mendesak saya tentang alasan-alasan kenapa beginininini kenapa begitutututu~ tapi yaa, karena dialah saya selama seminggu ini mengetik updatean ini dengan super kilat hahaha /cium basah ke mawid yang berada jauh di oz sana.
PS: udahlah gausah banyak omong, silahkan dinikmati updatean kali ini yaaaaaaa XD
Joowon menghembuskan nafas agak kacau. Bukan
masalah penting sih. Tapi ada sesuatu yang membuat pikirannya agak kalut. Teringat lagi olehnya kejadian saat dia tak
sengaja mendengar ucapan Hana tentang keinginannya untuk melupakan…dia? Joowon
tau, Hana tak akan pernah bisa selamanya membencinya ataupun marah padanya.
Tapi justru hal itulah yang lebih mengganggu. Apalagi mendengar niat gadis itu
untuk melupakan dirinya. Ini sangat-sangat-sangat mengganggu.
Mungkin sudah saatnya aku menata ulang hatiku dan melupakan
dia..”
Dirinya kah
yang hendak Hana lupakan? Tapi mengapa? Joowon pikir Hana cukup mencintainya
untuk tak akan pernah membencinya ataupun berusaha menyerah padanya.
Bagaimanapun juga kan, Joowon punya alasan sendiri untuk selalu menolak Hana
tanpa benar-benar menjauhi Hana.
Alasan.
Memang alasan. Tapi mungkin alasan yang sangat pribadi.
Alasan itu
berbentuk seseorang. Namanya Ahn Jaehyun. Kakak tirinya, hyungnya…Ahn Jaehyun.
Tapi demi Tuhan, Joowon sama sekali tak bisa
melepaskan pikiran itu begitu saja dari
benaknya. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Bagaimana jika….
“Soohyun-ah, apa menurutmu…” sejenak tak
yakin dengan apa yang hendak dia ucapkan, terdengar jeda sejenak, “..apa
menurutmu Hana benar-benar berniat untuk melupakanku? Karena aku selalu
mengabaikan pernyataan cintanya?” Joowon bertanya dengan hati-hati kearah
Soohyun yang sedang membersihkan sisa-sisa remahan cupcake di etalase pantry
mereka.
Soohyun hanya melirik, tapi senyuman
menyebalkan itu Joowon sangat kenali. Itu senyuman yang seolah menggantikan
kalimat oh-hyung-aku-tentu-saja-tahu-sesuatu-yang-kebetulan-tak
–kau-tahu dan Joowon hafal betul bentuk senyuman itu. Miring 37,73 derajat
dan ujung bibir sedikit mengekor naik ke atas serta tatapan menyipit dengan
sorot mata geli. Joowon hafal sekali takaran senyum itu dalam bahasa
sehari-hari Soohyun.
“Kau selalu
tau jika sebuah jarum jam patah atau rusak, karena ia akan berhenti berputar,”
Soohyun berhenti membungkuk dan sepenuhnya menghadap ke Joowon sekarang,
“Berbeda dengan wanita, kau tak akan pernah tau apa dia sedang patah atau
berdiri tegar, susah untuk mengetahuinya bahkan jika kau sudah bertanya.”
Joowon
mengerutkan keningnya, sama sekali tak paham.
“Aku kan, bukannya jahat padanya atau apa. Aku
masih sayang padanya seperti layaknya adik kandungku, kau tau kan? Aku juga tak
kemana-mana” Joowon menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi tempatnya
duduk, melambaikan tangannya ke atas dengan frustasi. “Aku cuma, tak bisa menanggapi
perasaannya…. HEI APA-APAAN INI??”
Joowon melonjak berdiri, karena Soohyun telah
melempar kain lap bekas membersihkan reremahan cupcake di etalase, ke wajahnya.
“Terserah kau sajalah hyung… kau memang
selalu begitu…”
Soohyun melepas apronnya dan melemparkan
apron bekas itu kearah Joowon sekenanya, dia mulai membenahi isi tasnya,
bersiap hendak pergi.
“Hei tunggu dulu, jelaskan maksudnya… APA?
MEMANGNYA AKU KENAPA?”
Tapi terlambat, Soohyun sudah membanting
pintu depan dan meninggalkan pertanyaannya mengambang di udara sepeninggalnya.
“BAIK. BAIKLAH, BENCILAH AKU, BENCI SAJA
SEMUANYA PADAKU…!” Joowon berteriak. Tak ke pada siapa-siapa, karena yang
didepannya cuma pintu tertutup sepeninggal Soohyun, “Aku salah apa sih…?”
keluhnya lesu. Jooowon menundukkan kepalanya sembari membereskan sisa meja kotor
di ruang depan café. Tangannya menggosok meja keras-keras, seolah dengan begitu
rasa penasarannya pun akan hilang.
***
Beberapa orang tertawa secara blak-blakan,
tapi yang lainnya hanya terkikik sembunyi-sembunyi saat Hana lewat. Hana
menyadari benar hal itu, mau tak mau dia merasa jengkel. Pipinya digembungkan sembari kakinya
menghentak-hentak lantai kantor seiring sepatunya melangkah.
“Ketawa saja semuanya, ketawa saja terus.
Kalau sampai bisa aku temukan siapa yang sangat kurang ajar menempeli permen
karet di mejaku, mati kau!” Hana menggeram, tangannya mengepal, matanya melotot
ke orang-orang yang sekarang semakin banyak yang terang-terangan terbahak di
depannya.
Seorang wanita mendekati Hana dan
merangkulnya menjauh dari kerumunan. Hana agak meronta tapi akhirnya menuruti
tarikan wanita tadi.
“Ah, Unnie kenapa kau tarik-tarik aku? Apa
belum cukup mereka tadi mempermalukan aku begitu?” Hana menyentakan lengannya
yang sedari tadi ditarik oleh wanita tersebut.
“Aku harus menjauhkanmu dari mereka, kau kan
tau sendiri, bila semakin marah kau itu semakin menggelikan. Pantas saja mereka
tertawa.”
Wanita yang dipanggil Unnie oleh Hana tadi
mulai menariki gumpalan permen karet yang menempel di ujung rambut Hana secara
hati-hati.
“Auch…hati-hati, Unnie! Sakit tau..”
Wanita tadi terjingkat karena bentakan Hana.
“Aiguuu~, kencang sekali, kenapa teriak-teriak sih? Aku kan sedang mencoba
membantu, ah, diamlah…” dia memukul bahu Hana, menyuruhnya diam sehingga dia
lebih mudah menariki gumpalan permen karet tersebut.
“Ah..KENAPA AKU DIPUKUL? SAKIT TAU!”
“Aiguu, bagaimana ini…susah sekali
dibersihkan… berhenti bergerak Hana, diamlah, aku ini mencoba membantu!”
“Harusnya kau memikirkan cara lain membantuku
tanpa membunuhku, Unnie, aaaaaa~ ini sakit sekali, rambutkuuuuu rasanya
tercabut semua!”
“Ah, BERISIK SEKALI WANITA INI…!”
“AH, UNNIEEEE SAKITTTT!”
“Hhah, ya sudah..ya sudah, aku menyerah. Mari
kita pikirkan cara lain untuk membersihkan permen karet sialan ini.” Wanita
tadi mencari kursi terdekat untuk lalu duduk diatasnya dengan tampang lelah
seolah sudah habis perang, keringat membanjiri tangan dan wajahnya.
“Yah, kenapa kau seharian ini? Bertahun-tahun
aku kenal kau, baru hari ini kulihat kau sebegini menyebalkan..”
Hana bersungut-sungut, tapi tak menjawab.
Memang benar sih, seharian ini moodnya
buruk sekali. Yang diinginkannya hanyalah marah-marah dan marah, semua orang
kena marah. Fotografer, creative,
model, bahkan OB yang mengantarkan makan siangnya pun tak terkecuali. Tak heran
sampai ada yang iseng menempelkan permen karet bekas di mejanya, mengingat
kebiasaannya untuk tidur siang menelungkup di meja setengah jam selama jam
istirahat kantor.
“Ah, benar-benar deh…siapa sih yang iseng
begini? Kalau sampai ketemu, kucakar-cakar wajahnya pakai mixer adonan kue.”
Wanita di seberang Hana tadi tertawa, “Hana,…
kau ini mengingatkanku pada sesuatu. Tau tidak, hewan apa yang terlihat
menyedihkan walau sedang marah? Pinguin! hahhahaha tak peduli seberapa
menyeramkan dia marah, ending-endingnya
pinguin akan tetap berjalan terseok-seok dengan menggemaskan hahaha seperti kau
ini~”
“Ah, molla…apa urusanku” sahut Hana ketus,
“Yah, Lee Ji-yeon! Bantu aku membersihkannya!” lanjutnya galak.
“It’s
Unnie for you!” Jiyeon menjitak kepala Hana yang lalu mengaduh kesakitan, “Hei,
bagaimana kalau kita ke salon? Potong saja rambutmu, gampang kan? Sesekali kau
ini perlu punya rambut pendek, biar telingamu itu berfungsi utuk mendengar
kata-kata orang lain.” Jiyeon setengah bercanda sambil membantu Hana menariki
gumpalan-gumpalan permen karet.
Hana menghentikan gerakannya menariki permen
karet dari rambutnya.
Salon? Benar juga… mungkin dirinya memang
butuh potong rambut. Lagi pula, dia kan habis patah hati. Patah hati yang
kesekian kalinya. Dengan orang yang sama.
Hana menarik nafas panjang, lalu menoleh
kearah Jiyeon, wajahnya mantap.
“Deal. Kita ke salon dan makeover besar-besaran, Unnie” putusnya.
***
Soohyun tersedak ocha yang sedang diminumnya.
Cairan panas yang cenderung pahit di lidah itu memenuhi saluran menuju ke
hidungnya dan membuat matanya berair serta terbatuk-batuk parah. Tapi matanya
terfokus pada hal yang sedang dia lihat di tab yang dia pegang di tangan kiri.
Joowon mendecakkan lidah, “Hantu siapa yang
kau lihat sampai kau sebegitu terkejutnya, ha? Serius… tampangmu parah sekali”
Soohyun menoleh perlahan kearah Joowon yang
melepas chief jacket-nya dan berganti
ke pakaiannya sehari-hari, sweatshirt dan celana denim. Sekarang gantian
Soohyun yang mendecakkan lidahnya kearah Joowon.
“Kenapa kau selalu memakai sweatshirt sih,
hyung? Kau, kan, pria dewasa demi Tuhan berpakaianlah yang elegan. Pantas saja
yang tertarik padamu hanyalah anak-anak ingusan, mereka pikir kau ini masih
remaja tanggung,” Omel Soohyun, tab dan hal mengejutkan apapun yang dia lihat
tadi terlupakan begitu saja.
Joowon tersenyum, “Kau kan hanya iri karena
aku terlihat lebih muda dan fresh daripada dirimu yang selalu memakai kemeja
perlente dan berbau parfum menyengat”
Joowon mendekati Soohyun dan menyambar tab
dari tangannya, “Lihat apa sih, kau tadi?”
Tak ada yang tau jika kulit manusia bisa
berubah warna dengan begitu cepat. Bagaimanapun yang dilihat Soohyun menunjukan
hasil yang berbeda, wajah Joowon memucat tiba-tiba namun kemudian memerah
sampai ujung telinga dengan cepat saat dia melihat apa yang tertampil di layar tab
milik Soohyun dengan mata membelalak. Postingan terbaru dari akun Twitter Hana.
Selanjutnya bola mata Joowon yang masih
membulat, melirik bergantian antara tab tersebut dan Soohyun sembari mulutnya
terbuka dan tertutup berulang kali seperti ikan dalam akuarium, tak mampu
menemukan suaranya.
Soohyun terkekeh, “Kau lebih parah dariku, tampangmu
terlihat kacau, Hyung,” masih tertawa geli, Soohyun melanjutkan, “Aku tak
pernah berpikir jika Hana bisa…”
“Siapa pria ini?” Joowon memotong ucapan
Soohyun begitu saja dengan pertanyaannya yang terdengar mendesak.
Soohyun meneguk ludah, bukan ini yang dia
tertawakan tadi, hal ini sama sekali tidak relevan dengan apa yang dia
maksudkan. Dia pikir reaksi Joowon tadi karena Hana memotong pendek rambutnya
serta mengecatnya menjadi warna cokelat tembaga menuju oranye yang bisa dibilang
itu adalah lonjakan besar. Kejutan. Wow.
“Apa kau lihat seberapa dekatnya dia menempel
ke punggung Hana? Lihat tangannya, sedikit gerak saja dia akan bisa menyentuh
dadanya, apa sih yang Hana pikirkan? Dia kan, sudah punya suami? Apa nanti kata
orang? Gadis ini, benar-benar deh…”
Joowon tak henti-hentinya menggerutu sendiri,
Soohyun mengamatinya dengan penuh rasa tertarik. “Hyung, bukankah Hana terlihat
sedikit berbeda?” Soohyun berusaha menyembunyikan senyumnya saat menanyakan hal
tersebut pada Joowon.
“Hah, apa? Oh.. kayanya dia mengecat
rambutnya..” Joowon menjawab sambil lalu, tapi.. “APA? DIA MENGECAT RAMBUTNYA?
WARNA ORANGE????!!!”
Tawa Soohyun tak bisa ditahan lagi, “Kau ini
lemot sekali sih, Hyung? Bukan hanya itu, dia juga memangkas pendek rambutnya
jadi sebahu, loh~..” Soohyun menambahkan dengan nada misterius. “Aku penasaran,
deh… kenapa ya?” gumam Soohyun.
“Dia memangkas pendek rambutnya? Benar-benar
tak termaafkan, aku harus…”
Ucapan Joowon terpotong dengan menjeblaknya
pintu ruangan mereka berada diikuti dengan kehadiran Hana yang makin terasa
menyolok, terutama karena penampilannya.
“Ja-jaaaaannnnn~!!!! Bagaimana rambut
baruku???” wajah yang berbinar dan senyum lebar, Hana memamerkan potongan
rambut barunya, telunjuknya sibuk menggulung-gulung sejumput kecil dari
rambutnya dengan centil.
***
Hana meninju gulingnya dengan jengkel, kenapa
sih seharian ini orang-orang menyebalkan sekali? Tadi siang ada yang mengerjai
dirinya di kantor dengan menempelkan permen karet di meja, lalu saat dia sedang
berusaha menyelamatkan rambut dan harga dirinya dengan mengecat rambut dan
memotong pendek rambut yang penuh permen karet tadi eh malah disemprot
habis-habisan oleh Joowon. Dia tak tau sih, bagaimana susahnya Hana untuk
merelakan rambut hitam panjangnya karena musibah ini. Pokoknya semuanya
menyebalkan. Semua orang terasa Menyebalkan. Super menyebalkan dengan huruf M
paling besar.
Ugh…
Baru saja Hana hendak mengistirahatkan
otaknya dari ribuan makian yang seharusnya ditujukan pada Joowon diantara
tumpukan bantal dan gulungan bedcover tebalnya, terdengar Jaehyun mengetuk
pintu kamarnya.
“APA??!!” sahut Hana keras, tapi tak beranjak
sedikitpun dari gua bantal dan bedcovernya.
Jaehyun terdengar menarik nafas panjang di balik
pintu kamar Hana sebelum menjawab, “Aku sedang ada masalah besar, maukah kau
membantuku?”
“…….” Tak terdengar jawaban Hana, tapi hampir
bisa dipastikan jika saat itu Hana sedang menggigit bantalnya demi mencegah dirinya
meledak di depan Jaehyun yang tak bersalah, - kecuali masalah Jaehyun yang
datang di saat yang salah-.
Jaehyun mengetuk sekali lagi, “Apa kau
benar-benar tak mau mendengarkannya? Tak mau tau apa masalahku?”
Hana mendesah, sigh….
“Baiklah, seberapa buruk masalahmu? Akan kupertimbangkan untuk mendengarkannya atau
tidak nanti…” Hana menyahut, kali ini dengan lebih tenang. Namun tentu saja dia
masih saja malas membuka pintu kamarnya untuk ngobrol normal dengan Jaehyun. Hana
kan tak tau apa nanti komentar yang akan dilemparkan oleh si mulut tajam
Jaehyun tentang rambut barunya.
“Bayangkan sesuatu yang seburuk ketika kau
sedang kehabisan stok eskrim di kulkas…”
Pintu kamar Hana menjeblak dengan cepat, Hana
muncul di hadapan Jaehyun dengan wajah panik. Dia bahkan melupakan keadaan
rambut barunya, yang tentu saja semakin kacau dan kusut akibat pergumulannya dengan bantal serta
bedcover tak berdosa tadi.
“Itu sangat buruk!”
Hana melihat sorot kekagetan Jaehyun saat
menatapnya, otomatis tangannya terangkat untuk agak merapikan rambut kusutnya
yang…well, tentu saja sangat
terlambat. Jaehyun sudah melihatnya dan menilik dari ekspresinya, kayaknya sih
Jaehyun berusaha sangat keras untuk menahan tawanya supaya tak menyembur keluar
tepat di depan muka Hana.
Hana berdehem sekali, “Jadi, apa yang terjadi
padamu?”
Sorot geli Jaehyun menghilang, lalu dia
menjawab dengan hati-hati. “uh….kita kehabisan stok eskrim di kulkas.”
“………”
***
Mereka sedang duduk berdekatan, sebenarnya
lebih tepat kalau dibilang berdempetan sih saking dekatnya, di sofa. Nonton acara
TV secara random sambil makan eskrim.
Hana terkikik mengingat kejadian pasca
Jaehyun mengumumkan ludesnya eskrim di kulkas tadi, “Kadang aku bingung, kau
ini pria atau wanita, sih, Oppa?” Hana menyuap eskrimnya sebelum melanjutkan, “karena,
caramu bertindak, caramu berpikir, caramu menghadapiku, kadang-kadang semua itu
terasa lebih womanly daripada aku
sendiri” Jaehyun hanya meliriknya dengan tatapan menusuk, namun tak menanggapi.
Hana tertawa, dia menyendok eskrim sekali
lagi lalu menyuapkannya ke Jaehyun.
“Jadi, apa yang sedang terjadi padamu?”
Jaehyun tiba-tiba bertanya.
Hana menjelaskan semuanya, dari peristiwa di
kantor hingga Joowon. Tentang perasaannya yang sebal karena selalu dianggap
remeh hingga pada saat dia marah tak ada satupun yang menganggapnya benar-benar
marah.
Dan Jaehyun hanya mendengarkan, sesekali
terangguk dan menyuap eskrim.
“Tapi, pilihanmu untuk memotong rambut dan
mewarnainya cokelat tembaga seperti ini bagus juga. Paling tidak kau terlihat
lebih seperti manusia dengan rambut itu, kau tidak terlihat seperti boneka
Kokeshi lagi hahaha…”
Hana menonjok bahu Jaehyun tapi tertawa juga.
Begitulah, mood buruknya hilang sekejap
dengan tawa, eskrim dan acara televisi yang acak….err…., dan Jaehyun.
Pipi Hana merona memikirkannya, dia melihat
ke sebelahnya, side profil Jaehyun terlihat sangat memukau jika dilihat
lama-lama. Atau mungkin itu karena Hana melihatnya dari posisi sedekat ini? Atau
bisa juga hal itu terjadi karena perutnya telah penuh oleh eskrim, yah anggap saja begitu.. Hana
membatin. Tapi senyumnya tetap tak bisa lepas dari wajahnya.
***
Jaehyun merasa sangat kikuk. Tentu saja. Tapi
kenapa dia harus merasa sekikuk ini hanya karena melihat Hana berganti
penampilan?
Dia pikir, dia tak akan bisa jatuh cinta pada
Hana lebih dari perasaan pengap dan tercekik yang selama ini dia rasakan setiap
melihat senyuman Hana, atau sekedar ngobrol ringan dengannya seperti ini. Perasaan
pengap dan tercekik yang dia asumsikan seperti perasaan terjebak dalam
bianglala macet di puncak putaran. Sendirian. Ketakuatan. Takut jatuh cinta
sendirian.
Tapi melihat Hana dari posisi sedekat ini,
dengan mereka ngobrol ringan, saling meledek, dan binar matanya yang ekspresif
saat menceritakan sesuatu yang menyebalkan maupun yang membuatnya bahagia, tak
pernah Jaehyun merasa selemah ini.
Teringat lagi tadi saat pertamakali Jaehyun
melihat penampilan baru Hana, rasanya seolah rambut oranye keemasan dengan
shading cokelat itu menyedot semua oksigen dan ruang longgar di sekitarnya. Hanya
ada Hana dan dirinya.
Rasanya tadi dia ingin tertawa, tertawa yang
lepas. Tipe tawa yang akan kau keluarkan saat melihat seseorang yang special membuatmu
bangga dan terkejut, terkejut dalam hal positif tentu saja. Kemudian yang ingin
dilakukannya adalah memeluk Hana erat-erat dan memberinya ciuman. Entahlah. Dia
sempat berfikir jika dirinya tak waras, maksudnya, rasa cinta macam apa yang
bisa menyuntikan endhorpin padanya dengan efek sedahsyat itu seolah Jaehyun tak
pernah mengenal dirinya sendiri?
Tapi jika dipikir lagi, bukankah cinta itu membuatmu
menemukan apa yang sebenarnya tersembunyi dalam dirimu? Bukannya membuatmu
hilang dan tak mengenali siapa dirimu lagi?
Sungguh. Semua ini membuat Jaehyun was-was. Apa
yang akan terjadi setelah ini?
Rasanya seperti menumpang mimpi dalam tidur orang
lain. Kalau sekedar melihat kemana Joowon memandang setiap kali Hana dan
dirinya berada dalam sudut matanya, sih, seharusnya Jaehyun sadar diri. Ini kisah
cinta Joowon dan Hana.
Tanpa sadar Jaehyun merangkul Hana dan
membawanya ke pelukan, setengah menahan diri, Jaehyun bahkan mencium puncak
kepala Hana. Ini rasanya hampir mejadi kebiasaan. Memeluk Hana. Melihat Hana
dalam rengkuhannya. Pikiran Jaehyun penuh dengan kabut memabukkan seperti aroma
gulali. Yang tak dia sadari, Hana bahkan tak berkelit melepaskan diri dari
pelukan Jaehyun. Andai Jaehyun mau sedikit melirik ke bawah dagunya, dia akan
melihat bahwa Hana justru mendekat dan menyandarkan kepala di ceruk lehernya,
seolah menemukan tempatnya yang pas untuk istirahat. Bukannya mengelak dan
melepaskan diri seperti seharusnya.
***
Joowon bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya.
Dia benar-benar merasa terganggu deh. Di kepalanya berputar pertengkaran dengan
Hana tadi.
“Apa masalahmu, Oppa?”
“Apa kau tak lihat, tangannya hampir menyentuh dadamu? Kau ini punya otak atau tidak, kau kan sudah menikah!” hardik Joowon.
“Lalu kenapa? Jika itu menganggunya, Jaehyun oppa pasti sudah ngamuk padaku. Tapi kenapa kau yang malah marah-marah??!” Hana menyahuti sama kerasnya.
Joowon merasa tertampar, “Tentu saja aku marah, dia kan hyungku, dan kau teman dekatku. Apa kata orang nanti, aku tak bisa menjaga istri hyungku yang juga adalah teman dekatku sendiri?” Jowoon menuntaskan kemarahannya dalam sekali nafas, terengah lalu melanjutkan “Aku kan tak mau orang-orang berpikir buruk terhadapku!”
Terdengar suara batuk di sudut, Soohyun terbatuk batuk aneh, sangat aneh seolah dia menyembunyikan tawa disela batuknya.
Hana menatap Joowon tak percaya, “Jadi kau memarahiku karena kau takut orang-orang akan menyalahkanmu karena aku pelukan dengan pria lain selain suamiku?!” Hana melanjutkan setelah mencemoohnya sejenak, “itu alasan paling tak masuk akal yang pernah aku dengar, Moon Joowon!”
Mata Joowon mendelik mendengar Hana menyebutnya dengan nama lengkap, itu artinya Hana marah besar, kan harusnya dirinya yang marah, bukan Hana. Gimana sih…
“Aku hampir saja berasumsi kalau kau ini cemburu…” Hana meniup rambut barunya yang sedikit acak-acakan karen amarah, “Cih..ternyata hanya karena kau susah payah menyelamatkan ego kepala besarmu!!”
Cemburu…
Masa sih, Joowon cemburu?
Sekali lagi Joowon membalikkan posisi
tidurnya. Hah, sampai kapan nih Hana bikin Joowon sakit kepala.
Tapi benarkah, Cemburu? Memangnya kelihatan
ya?
Memang sih, Joowon lupa untuk memarahi Hana
karena cat rambutnya serupa wortel yang bikin mata sakit. Ya habisnya, Hana
protesnya karena Joowon menguliahi dia tentang hubungan pelukan antara sesama
teman dan orang asing. Sigh….
“Kalau kau masih berkeras mengingkari
perasaanmu padaku, harusnya kau tak membuatnya sebegini jelas kalau kau
cemburu..”
Ck..Joowon mendecakkan lidah. Kalimat Hana
yang terakhir tadi menyiksanya.
tbc
hahahhaa gimana??? kasi komentar yaaaaa manteman XD
aduuuuuuh udah mulai kentara ini benih2 cinta jae hyun-hana.. <3
BalasHapuspas banget iniaku juga lagi ngikutin drama nya jae hyun >_<
komentarku, kurang panjang ceritanya, XD
cepet lanjutannya gih :p