Two Moons
Chapter 5 => mirror
Friend or not, we're tied to each other..
Bel berbunyi
tiga kali, sebagai tanda pelajaran akan segera dimulai. Chaeri bergerak-gerak
gelisah dalam tempat duduknya. Bangku sebelahnya kosong. Pandangannya tak terlepas dari pintu masuk
meskipun Mrs. Yoon baru saja memasuki ruangan untuk mengajar.
Sudah
seminggu semenjak kejadian penguncian itu, dan Soora sama sekali belum masuk
kelas sekalipun. Hari ini jum’at, itu artinya Chaeri tak dapat menunggu
kedatangan Soora lagi selama weekend nanti.
Eh, what?
Menunggu?
Dia, Lee Chaeri, menunggu Jung Soora si petasan-berbunyi-sepanjang-tahun
itu? Sepertinya mulai muncul burung yang menyelam di kedalaman air dan ikan
terbang di langit.
Meski
begitu, Chaeri tak bisa mengingkari kegelisahannya. Di mana si bodoh itu? Apa
dia sakit? Apa kejadian itu mempengaruhi dia sebegini beratnya? Jemari Chaeri
tak henti-hentinya mengetuk-ketuk permukaan meja dengan gugup sembari dirinya
memikirkan berbagai pertanyaan tersebut dalam benaknya.
Dan akhirnya
Chaeri menyerah saat songsaenim yang di depan menyuruh mereka mengeluarkan
lembaran kertas ujian kosong untuk ulangan hari ini. Dengan menarik nafas
panjang dia menolehkan pandangannya sekali lagi ke arah pintu masuk sekilas
lalu menundukkan kepala fokus pada lembaran soal ulangan yang sedang dia
hadapi.
Soora-ya, apa yang terjadi padamu? Kau ada di
mana?
***
Jam
istirahat tiba, dan Soora masih belum juga terlihat. Tanpa sadar Chaeri
melangkahkan kakinya menuju gedung olahraga tempat dia biasa menyendiri. Di
lehernya tetap terkalung headphone kesayangannya. Namun yang tak biasa adalah
sudah sekitar seminggu ini dia memilih jalan memutar lewat kantin. Hanya
sekedar memastikan, si bodoh tukang makan itu memang tak ada di sana.
Chaeri
menghela nafasnya dengan berat. Kenapa hal ini begitu mengganggunya? Sejujurnya
dia pun tak tau. Dia tak bisa mencari jawabannya. Tubuh gemetar dan pucat milik
Soora seminggu yang lalu terus saja menghantuinya. Apa dia baik-baik saja?
Suara langkah
kaki Chaeri berketak-ketuk di gedung olah raga yang senyap. Semakin menekankan
jika hanya dirinya sendiri yang ada di dalamnya. Tanpa sadar leher Chaeri
berulang-ulang menoleh ke belakang, ke arah pintu masuk. Setengah berharap akan
ada si pendek bodoh yang selalu membuntutinya dengan penuh makanan di
pelukannya. Tsk. Apa pula ini?
Shut up Lee Chaeri! Get a grip of yourself!
Quit searching for your goddamn sake! Chaeri
menghardiki dirinya sendiri dalam diam. Yang seperti ini bukan dirinya. Sejak
kapan dia peduli dengan orang lain?
Tiba-tiba Chaeri
jadi hilang mood. Dia mengurungkan niatnya untuk duduk dan menikmati
kesunyiannya seperti biasa. Setengah jengkel, dia menendang sebuah bola basket
tak bersalah yang menghalangi langkahnya. Damn,
Jung Soora. You better shown yorself soon.
Chaeri menggerutu sambil melangkahkan kakinya lebar-lebar.
Sekembalinya
kedalam kelas Chaeri melihat beberapa orang merubung tempat duduknya. Sunhee
dan gerombolan centilnya. Dengan langkah tegas Chaeri mendekati mereka. Di
tepuknya bahu Sunhee dari belakang. Yang di tepuk terlihat tak suka.
“Apa yang
kau lakukan padaku?” gerutu Sunhe sambil mengusap pundaknya seolah sentuhan
dengan Chaeri akan membuatnya terkena virus berbahaya.
Chaeri
melangkah menuju tempat duduknya sebelum menjawab dengan tenang, “Apa yang KAU
lakukan di sini?” ditekankannya kata kau pada Sunhee.
Sunhee
terkesiap, wajahnya memerah menahan marah. Tapi tak tahu kalimat apa yang
hendak dia lontarkan untuk membalas balik ucapan Chaeri.
Chaeri
menelengkan kepalanya, seolah menunggu jawaban. Sunhee mengabaikannya lalu
menggebrak meja di depan Chaeri.
“Dimana
Soora?” bentak Sunhee. Chaeri menaikkan sebelah alisnya, seolah heran dengan
pertanyaan yang Sunhee sudah tau jawabannya.
“Kau
bertanya padaku? Terakhir kuingat kau yang menguncinya di lantai 4 ruang musik,
bukan?” Chaeri memajukan badannya ke arah Sunhee dengan sikap seolah
menginterogasi. Beberapa teman yang kebetulan telah masuk kelas menunggu bel
masuk mulai memperhatikan pembicaraan mereka dan menatap curiga pada Sunhee.
Sunhee dan teman-temannya sedikit gugup.
“Apa yang
kau bicarakan? Kapan aku menguncinya? Soora itu teman baikku! Kenapa aku harus
menguncinya, hah?!” elak Sunhee.
Chaeri
menyenderkan punggungnya kembali ke bangku dnegan sikap acuh, “Well, aku tak
berkata apapun, aku hanya bertanya~” tukasnya sambil menatap Sunhee tajam.
Sunhee balas menatap Chaeri dengan penuh kebencian.
Tepat
setelah itu bel berbunyi tanda waktu istirahat telah habis. Sunhee
menghentakkan kakinya sekali ke dekat meja Chaeri dengan marah lalu berbalik
sembari diikuti oleh gerombolannya. Chaeri menghela nafas panjang, lalu menoleh
ke bangku Soora. Sebenarnya dia kemana?
batin Chaeri sambil mengeluarkan bukunya untuk pelajaran selanjutnya.
***
Setibanya
jam pulang, Chaeri langsung menuju ke gerbang tanpa menoleh ke belakang lagi.
Sebelumnya dia selalu berkeliling untuk memastikan Soora memang benar-benar tak
ada di kawasan sekolah. Namun setelah melihat sikap Sunhee tadi di kelasnya dia
yakin jika memang Soora tak ada di sekolah selama seminggu ini.
Yeah, besok
hari libur. Chaeri hendak mengistirahatkan pikirannya sejenak setelah selama
seminggu ini sibuk memikirkan tentang Soora. Serius deh, sebenarnya kenapa juga aku harus memikirkan dia? Tsk.
Gerutu Chaeri ke dirinya sendiri.
Hari ini
Yogeun ikut menjemputnya ke sekolah. Setelah menyuruh anak kecil itu bergeser,
Chaeri menyandarkan punggungnya ke belakang dengan ekspresi lelah.
“Apa hari
ini berat Nona Chaeri?” Boa dengan lembut bertanya sambil melirik Chaeri dari
kaca.
“Biasa”
sahut Chaeri singkat. Hanya tanpa Soora,
tambahnya dalam hati.
Tiba-tiba
ada seseorang masuk dari pintu sebelah kanan Chaeri hingga memmbuatnya kaget,
Namsoo.
Chaeri
memandangnya dengan tajam, tatapannya seolah bertanya apa yang kau lakukan di sini?
Namsoo
menggaruk lehernya kikuk, “Bisakah kau geser? Supirku tidak bisa menjemput hari
ini, karena itu aku ingin nebeng mobilmu, boleh?”
Chaeri
memutar matanya malas, “Seperti aku peduli padamu saja~” sahutnya ketus.
Namsoo
terbelalak. Bahkan Boa juga menoleh ke belakang dengan heran.
“Ka-kau
menjawabku?” tanya Namsoo seolah tak percaya.
Chaeri
memalingkan wajahnya, merasa terganggu. “Kau di depan. Ada Yogeun di sini” ujar
Chaeri singkat.
Namsoo dan
Boa masih melongo.
“Itu adalah
kalimat terpanjang yang pernah kau katakan padaku, Chaeri-ah..” ujar Namsoo
takjub.
“Kau mau
ikut tidak?!!” Chaeri membentak jengkel.
***
Sepanjang
perjalanan Chaeri memikirkan ucapan Namsoo tadi, itu adalah kalimat terpanjang yang kau katakan padaku.. seingat
Chaeri selama ia kenal Soora, dia bisa mengucapkan kalimat yang lebih panjang
dari ini. tapi jika diingat lagi, selama ini pun dia jarang sekali bicara atau menjawab
pertanyaan dengan kalimat panjang yang lebih dari satu kata, kadang dia bahkan
memilih tidak menjawab.
Semenjak
dulu dia ini aneh, keluarganya bahkan Boa sudah biasa menerima semua itu. Tapi
semenjak kenal Soora, dia justru dipandang lebih aneh oleh keluarganya sendiri.
Jung Soora, apa yang telah kau lakukan
padaku! Umpat Chaeri dalam hati.
“Hei
Yogeun-ah, apa kau suka tteoppoki?” tanya Namsoo tiba-tiba. Dia membalikkan
badan dari kursi depan untuk menghadap ke arah Yogeun yang duduk persis di belakangnya.
Yogeun
berteriak gembira, “Tteoppoki~!!” dia bertepuk tangan dengan ekspresi senang.
Chaeri
memalingkan wajah dari Yogeun, kenapa dia
harus bertingkah seimut ini? keluh Chaeri. Boa hanya tersenyum dari kaca
depan saat melihat Chaeri memalingkan muka.
“Bibi,
bisakah kita berhenti di depan? Ada warung tteoppoki enak di samping kanan
jalan~” pinta Namsoo sopan pada Boa. Boa mengangguk menyanggupi.
Boa
memarkirkan mobilnya di tepi jalan, Chaeri melirik sekelilingnya tanpa minat
sementara Namsoo membuka pintu di sisi sebelah Yogeun dan menuntunnya keluar.
Tiba-tiba
mata Chaeri melebar. Di stand tteoppoki itu ada sosok yang sepertinya dia
kenal.
***
Sambil
berdiri, Soora melahap porsi ke 3 dari pesanan tteoppokinya dengan gembira.
Aaaaah, Korea. Di sinilah rumahnya. Setelah 4 hari ada di Inggris, akhirnya
tadi pagi dia sampai di Korea.
Dia tidak
bisa tidak jajan tteoppoki sehari saja, karena ini hari ini rencananya dia
ingin menebus semua hari-harinya di Inggris yang tanpa tteoppoki. Aaaaah,
mashita~
“Ahjumma,
pesan seporsi tteoppoki, sondae, sup kue ikan dan air putih~”
Seseorang
berdiri di sampingnya dan memesan tteoppoki juga, setengah menelengkan kepala
Soora mengamati si pemesan. Pria muda dengan seragam sekolah yang sama dengan
sekolahnya dan seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahunan.
Soora
mengamati lebih lanjut. Dia memeriksa mereka berdua dengan matanya, dari kaki
hingga kepala. Sepertinya Soora mengenal kedua orang tersebut, si pria muda dan
anak kecil. Setengah tak yakin, Soora menyolek lengan pria muda tersebut hingga
dia menoleh ke arah Soora.
“Permisi,
apa aku mengenalmu di suatu tempat?” tanya Soora sopan, yang di colek hanya
mengerutkan kening seolah bertanya apa Soora sudah gila atau semacamnya. Soora
hanya nyengir tak bersalah.
Seseorang
muncul di samping kanan Soora, Soora menoleh lalu terkesiap.
“CL-aaaaaah!!!..
bogoshippo!!” Soora menubruk Chaeri begitu saja, Chaeri setengah meronta
melepaskan diri dari pelukan Soora.
“Apa yang
kau lakukan? Lepaskan aku!”
Namsoo yang
sedang menyuapi Yogeun tertegun, CL?? Keningnya
makin berkerut.
“Chaeri-ya,
apa kau mengenal orang ini?” Namsoo bertanya keheranan.
Setelah
susah payah, akhirnya Chaeri bisa terlepas dari pelukan Soora. Dia sibuk
merapikan seragam dan rambutnya yang kusut oleh pelukan soora tadi hingga tak
menjawab pertanyaan Namsoo, sementara itu Soora kembali berbalik ke arah Namsoo
dan menatapnya dengan pandangan menyelidik.
“Cl-ah, apa
kau mengenal orang ini?” tanya Soora polos.
Namsoo
membelalakkan matanya, dia melongo tak percaya. “Apa maksudmu dengan ‘orang
ini’?? Apa kau mengenalku, hah?!”
Soora
menggelengkan kepalanya pelan, namun wajahnya menyiratkan ekspresi duh-plis-deh.
“Aku tak
mengenalmu, tapi aku merasa pernah melihatmu. Dan kau juga memakai seragam yang
sama dengan seragam murid di sekolahku. Karena itu aku bertanya, duh.” Jelas
Soora, dia menyuap dua potong tteoppoki lagi ke mulutnya.
Chaeri tak
memperdulikan perdebatan Namsoo dan Soora, justru dia memfokuskan perhatiannya
pada Soora yang kembali sibuk ‘menghirup’ porsi tteoppokinya dengan cepat.
“Jadi, kau
masih hidup?” tanya Chaeri seolah tak peduli.
Soora
memutar bola matanya dengan malas dan menjawab santai, “Seingatku sih, aku
masih bernafas. Jadi bisa disimpulkan jika aku masih hidup.” Dia menyuap
sepotong yang terakhir dari piringnya dan memesan seporsi lagi pada pemilik
kedai.
Jauh sebelum
dia sadari, Chaeri juga memesan seporsi untuk dirinya sendiri. Soora, Namsoo
dan bahkan Yogeun terpana.
“Lee Chaeri,
kau.. makan tteoppoki?” tanya Namsoo sangat keheranan. “aku tak pernah tau..”
tambahnya sedikit ragu.
Chaeri
menyuap sepotong tteoppoki dengan santai dan menjawab, “Itu membuktikan
seberapa banyak kau mengenalku.”
Chaeri
mengunyah tteoppokinya dengan perlahan, dia sebenarnya tak suka makanan pedas
seperti ini.
“Whoaa, apa
yang terjadi denganmu hari ini? kau menjawabku dan kau makan tteoppoki? Kau
bahkan punya teman aneh seperti..” Namsoo tak melanjutkan ucapannya namun
pandangannnya tertuju ke Soora yang menaikkan sebelah alis mendengar ucapn
Namsoo tadi.
“Apa? Aku
kenapa?” sahut Soora cepat.
Namsoo hanya
menggeleng, dia melirik Chaeri yang memakan potongan kedua tteoppokinya dengan
tenang.
“Dia bukan
temanku.” Kata Chaeri enteng, namun dia kembali memfokuskan perhatiannya pada
Soora yang cemberut setelah mendengar kata-kata Chaeri tadi dan menggumamkan
sesuatu tentang teman sebangku atau sebagainya.
“Jadi di
mana kau seminggu ini?” Chaeri berusaha bertanya lagi tanpa terdengar sangat
ingin tahu. Soora nyengir.
“Apa kau
merindukanku?” Soora menggoda Chaeri dengan menusuk-nusuk lengan Chaeri memakai
telunjuknya sambil tersenyum sangat lebar.
“Hell, no!
Aku bahkan baru menyadari kau tak ada seminggu ini setelah Sunheee dan
gerombolannya mencarimu ke kelas tadi.” Chaeri mengelak.
Senyum Soora
surut, Sunhee.. Soora menggumamkan
berbagai umpatan dalam benaknya saat mengingat Sunhee, ekspresinya sedikit
masam. Chaeri meliriknya dengan penasaran.
“Kau
kenapa?” tanya Chaeri tanpa sempat Chaeri menyadari apa yang dia lakukan,
diam-diam dia mengutuk dirinya sendiri. Namsoo masih melongo mendengar
percakapan Chaeri dan Soora.
“Aku ke
Inggris beberapa hari ini, yah~ kau tau kan.. persidangan” Soora menggumamkan
kata terakhir dalam kunyahan tteoppoki, seolah dia tak ingin Chaeri
mendengarnya.
Namun Chaeri
mendengar apa yang Soora ucapkan, keningnya berkerut mendengar kata
‘persidangan’. Apa maksudnya dengan
persidangan?
“Kenapa kau
kembali ke Korea?” Chaeri bertanya sambil lalu.
Soora makin
cemberut. “Kau ingin aku kembali ke Inggris lagi? Di sini rumahku.” Dia
memasukkan dua potong tteoppoki sekaligus ke mulutnya.
“Oh, itu
akan menyenangkan. Kau kembali ke Inggris dan tak merecoki hari-hari tenangku
di sekolah.” Sahut Chaeri ketus.
Soora
melebarkan matanya, seolah sakit hati akan ucapan Chaeri. “Eyyy.. kau bohong,
kalau aku kembali ke Inggris, kau tak akan punya teman sebangku lagi kan?”
Soora menyenggol pinggang Chaeri dengan sikunya, sedikit menggoda. Chaeri memutar
matanya malas.
“Kami sudah
selesai, apa kau masih ingin di sini?” tiba-tiba Namsoo memutuskan percakapan
Chaeri dan Soora.
Chaeri
sedikit kaget karena dia hampir melupakan keberadaan Namsoo dan Yogeun tadi.
Chaeri segera mengeluarkan dompetnya dan membayar pesanannya serta pesanan
Yogeun dan Namsoo.
“Hei, Cl-ah,
kau suka patbingsoo atau eskrim?” Soora tiba-tiba bertanya sembari Chaeri
menunggu kembalian dari ahjumma pemilik kedai tersebut.
Chaeri
melirik Soora dengan perasaan tak tertarik, “Tak keduanya” jawab Chaeri
singkat.
“Baguslah,
karena aku berencana hendak mengajakmu jajan cheesecake kapan-kapan.” Soora
menyahut dengan senyum lebar. Namsoo dan Yogeun sudah kembali ke mobil, tinggal
Soora dan Chaeri yang di sana.
Chaeri
mengerutkan kening mendengar ucapan Soora, “Dan aku tak suka Cheesecake”
tukasnya tak peduli, dia sudah hendak meninggalkan kedai tersebut setelah mengucapkan
terima kasih pada si ahjumma.
“Kalau
begitu, apa kau lebih suka ramyeon? Aku punya langganan kedai ramyeon terenak
di kota ini!!” teriak Soora, Chaeri tak menjawab, dia berjalan meninggalkan
Soora menuju mobilnya.
Soora
terkekeh, dia juga sudah merasa kenyang. Dia memeriksa saku belakangnya untuk
mengambil dompet, saat dia sadar..
“YAH
CL-AAH!! PINJAMI AKU UANGMU, AKU LUPA BAWA DOMPEEEETTTT~...!!!!”
***
Soora
memasuki rumahnya dengan gembira, “HEYAAAA~!! AKU PULAAAAANG!!” teriaknya
begitu memasuki pintu ruang tamu.
“Jung Soora,
Shut-up!!” terdengar sahutan jinry dari dalam, dengan berteriak juga.
Soora
berlari menuju suara jinry, dan menemukan kakak ketiganya tersebut sedang
memakai masker di beranda samping.
“Soli-soli!!
Aku sudah melunasi utang tteoppoki pada perutku~” teriak Soora tepat di telinga
Jinry.
“Yah! Apa
kau ingin mati?!!” Jinry bangun dari posisinya yang sedang duduk sambil
menengadah di kursi. Jinry mencopot dua potong ketimun yang tadinya menutupi
matanya dan melotot ke arah Soora. Yang di tatap nyengir tak bersalah.
“Aku juga
mauu pakai masker, pakaikan padaku eonnie~” Soora merajuk dan memohon pada
Jinry.
“Ish, kau
memanggilku begitu cuma kalau ada maunya.” Jinry menggerutu sebal, tapi tetap
saja dia mengambil satu mangkuk kaca berisi masker strawberry yoghurtnya tadi.
“Cuci mukamu lalu duduk dan tengadah di sana!” perintah jinry sedikit ketus.
Soora masih nyengir dan menuruti kata kakaknya. Tak berapa lama Jinry sudah
hampir selesai mengoles masker tersebut di wajah Soora.
“Kau masih
bisa tertawa bahagia dan makan tteoppoki sementara kau belum tau hasil
persidanganmu?” tanya Jinry pelan.
“Kenapa
memangnya?” Soora mencopot sepotong ketimun yang telah ditempelkan jinry ke
matanya, lalu memakannya. Jinry menepis tangan Soora sambil menggerutu.
“Yah.. kau
masih belum tau, apa permohonan wanita itu untuk mengajukan pemotongan masa
tahanan dan kembali ke Korea akan dikabulkan hakim atau tidak. Apa kau tak
takut?” Jinry kembali bertanya, nadanya sedikit khawatir.
Soora
mencopot kedua potong ketimun di matanya lalu menatap Jinry, tersenyum.
“Eonnie, selama ada kalian, aku tak pernah takut apapun” jawabnya tenang. Jinry
ikut tersenyum dan menggenggam tangan Soora erat.
“Tentu saja,
kami akan melindungimu dan J. Itulah gunanya keluarga.” Kata Jinry.
Soora
tertawa, sedikit aneh karena masker yoghurt di wajahnya sudah mulai mengeras.
Iseng dia mencolek sedikit dan memasukkannya ke mulut.
“YUCK! Apa
ini? Kau ingin meracuniku?!” Soora berteriak protes pada Jinry yang duduk dan
menengadah di kursi sampingnya.
“Apa?
Memangnya apa yang baru saja kau lakukan?” tanya Jinry sedikit tak jelas,
masker di wajahnya telah mengering. “Seolma..
apa kau memakannya?” tanya Jinry sambil bangun dari posisinya tadi, dia kembali
mencopot ketimun di matanya dan menatap Soora tak percaya.
“Tentu saja
tidak!”
“Emhahaha~!!
Bodoh! Meskipun ini yoghurt strawberry tapi sudah aku campur dengan vaselin,
pabo! Hahahhaha~!!”
“YAH
SOLI-SOLI, APA KAU INGIN MEMBUNUHKU?!!!!”
***
Hari ini
hari sabtu, sekolah libur. Chaeri hanya berguling di ranjangnya meskipun hari
sudah siang. Pun juga dia masih pakai piyamanya yang semalam. Sehabis sarapan
tadi dia langsung kemabli ke kamarnya dan bilang tak ingin diganggu siapapun
pada kepala pelayan di rumahnya.
Chaeri
menimang handphone di tangannya, masih sibuk berpikir. Apakah dia hendak
menelepon Namsoo atau tidak.
Kata
‘persidangan’ yang di ucapkan oleh Soora kemarin sangat mengganggu pikirannya.
Dia tak ingin Soora besar kepala jika dia menanyakannya langsung, karena itu
dia ingin menggali informasi dari Namsoo, sepupunya. Satu-satunya orang yang
dia bisa percaya.
Akhirnya
Chaeri memutuskan untuk menelepon Namsoo. Semoga bocah menyebalkan itu sudah
bangun.
Setelah satu
kali bunyi tunggu, akhirnya Namso mengangkat panggilan dari Chaeri.
“Carikan
segala informasi tentang Jung Soora sehubungan dengan persidangan atau
apapun..” Chaeri memberondong Namsoo bahkan sebelum dia sempat mengucapkan
‘hallo’
“What?” suara Namsoo terdengar seperti
baru saja bangun tidur. “Apa? Kau minta apa? Informasi siapa?”
Chaeri
menggembungkan pipi lalu meniup poni depannya sendiri dengan gemas, Namsoo ini
selalu saja lambat.
“Kubilang
carikan informasi tentang Jung Soora, bocah cerewet yang bertemu dengan kita
kemarin di kedai tteoppoki. Informasi apa saja sehubungan dengan persidangan
atau phobia atau apapun. Okay?”
“Wait, memangnya aku siapamu, hah? Kau
bahkan mengganggu tidurku yang indah sepagi ini, ugh~..” Namsoo sedikit protes,
dia menggerutu panjang pendek di ujung telepon sana.
“Kau pikir
aku tak tau kalau kau punya detektif pribadi untuk menyelidiki semua teman
kencan dan musuh-musuhmu, hah? Atau kau mau aku membocorkan rahasia kecilmu
tentang para gadis dan club malam pada ayahmu?” Chaeri sedikit mengancam
Namsoo.
Terdengar
erangan Namsoo dari seberang, “Arasso.. arasso.. akan kulakukan. Dasar kau
tukang ancam menyebalkan~” gerutu Namsoo.
“Umpat aku
sekali lagi, dan kau tak akan kuperbolehkan makan di rumahku ataupun menebeng
mobilku!” tandas Chaeri galak.
“AAARGH..
baiklah baiklah nona manis, aku tak akan mengumpatmu. Happy?! Sekarang biarkan
aku kembali meneruskan tid..”
Chaeri tak
menunggu hingga Namsoo menyelesaikan kalimatnya, dia memutuskan panggilan
begitu saja dengan ekspresi puas.
Kenapa kau begitu misterius, Jung Soora? Apa
yang kau sembunyikan dari orang-orang sebenarnya? Chaeri
menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuk sambil berpikir keras.
***
“Ibu tiri?”
tanya Chaeri memastikan. Namsoo mengangguk sambil melahap sereal di mangkuknya.
Tadi pagi-pagi sekali Namsoo sudah sampai, lalu ikut sarapan bareng Chaeri
sambil melaporkan hasil penyelidikan agen pribadinya dalam semalam.
“Appa Jung
Soora bercerai dengan ummanya, lalu pengadilan memutuskan untuk membagi dua hak
asuh anak. Jung Soora dengan kakak kedua ikut appa dan ibu tiri mereka tinggal
di Inggris, dan anak sulung serta kakak ketiga Soora ikut umma mereka di Korea.
Kebetulan Ibu tiri Soora adalah model yang juga saingan umma Soora.” Kata
Namsoo menjelaskan.
“Tapi saat
Soora masih di Middle School, appa Soora meninggal karena kecelakaan saat
menjemput Soora pulang sekolah. Sebenarnya ibu tiri Soora sayang dengan kedua
anak tirinya, tapi setelah kecelakaan itu sikapnya berubah. Bahkan ibu tiri
tersebut sempat melaporkan Soora sebagai penyebab kematian appanya.” Lanjut
Namsoo menambahkan sambil meminum susu di gelas hingga tandas.
“Lalu
pengadilan yang di sebut-sebut Soora kemarin tentang kematian appanya
tersebut?” tanya Chaeri penasaran.
“Entahlah,
tapi menurut kabar permasalahan kecelakaan itu sudah selesai dan gugatan ibu
tiri soora tak di kabulkan oleh pengadilan karena tak ada bukti. Penyebab
kematian appa Soora dan kecelakaan tersebut adalah karena murni faktor cuaca
yang badai dan bersalju. Ada beberapa selentingan yang menyebut jika pengadilan
terakhir kemarin membahas mengenai penganiayaan atau semacamnya.. tapi tak ada
kabar pasti, semuanya serba rahasia karena ini menyangkut dua perusahaan besar.
Perusahaan pengolahan minyak milik appa Soora di Inggris dan perusahaan umma
Soora, sebagai merk clothing dunia The Choi’s” papar Namsoo.
Chaeri
tenggelam dalam penjelasan Namsoo, benaknya merangkai-rangkai semua cerita
tersebut dengan peristiwa penguncian Soora yang di lakukan Sunhee minggu lalu.
Jika benar pengadilan terakhir yang di hadiri Soora ke Inggris selama beberapa
hari tak masuk itu adalah pengadilan tentang penganiayaan, maka semua terasa
cocok dengan keadaan Soora yang pucat dan histeris saat Chaeri temukan. Apalagi
ucapan Soora yang berulang-ulang memohon ampun dan menyebut umma. Chaeri menarik
nafas panjang. Sekarang mulai terbentuk background dan puzzle tentang Jung
Soora yang membuatnya penasaran.
“Tapi, apa
hubunganmu dengan dia? Kenapa kau sangat ingin tahu? Apa dia seseorang yang
penting untukmu?” tanya Namsoo. Chaeri hanya meliriknya sekilas, lalu mengambil
tas dan berjalan keluar. Bersiap berangkat sekolah sekaligus menolak menjawab.
Namsoo
memperhatikan kepergian Chaeri dari meja makan, “Kau menjawab pertanyaanku, kau
meminta bantuanku, kau bahkan meneleponku untuk pertama kalinya sepanjang 17 tahun
umurku, siapa dia untukmu Lee Chaeri? Kau yang tak pernah menganggapku atau
orang lain di keluarga ini ada, kini memikirkan orang lain? Apa yang terjadi
padamu?” gumam Namsoo sambil mengikuti Chaeri yang telah lebih dulu sampai ke
mobil.
***
Soora masuk
kelas dengan suasana cerah. Pagi ini perutnya kenyang dan dia membawa cokelat
banyak oleh-oleh dari Inggris untuk teman-teman sekelasnya.
Segera saja
Soora menjadi bahan kerumunan teman-teman yang gembira karena mendapatkan
oleh-oleh cokelat mahal.
“Aku mau
yang pink!”
“ITU
MILIKKU!”
“Soora-ya,
aku minta yang kotak!”
“AAAKKK~
bagi aku juga!!”
“Heii,
antri~!! Semua kebagian!!” suara Soora yang melengking tak mampu mengatasi
keganasan teman-teman sekelasnya yang sedang berebut cokelat.
“BERIKAN
PADAKU WOOII~!!”
“INI
MILIKKU!!”
“JANGAN
REBUT PUNYAKU!!”
“KUBUNUH KAU
MENGAMBIL COKELAT RASA JERUK ITU!!!”
“HOOI, KU
KUTUK MANDUL SEUMUR HIDUP!!!”
Diam-diam
Soora terkikik mendengar sumpah serapah dan keganasan teman-teman sekelasnya
yang semakin lama semakin brutal. Teriakan-teriakan itu membuatnya merasa
gembira. Lalu tiba-tiba saja semuanya menjadi hening. Soora mengedarkan
pandangan, semua teman-temannya seolah membeku dan terpaku pada satu tempat,
Soora mengikuti arah pandangan teman-temannya dan melihat ada Sunhee dan
gengnya di pintu masuk kelas Soora.
“Ehm~! Back
off, kalian kentang-kentang tak tau diri!” salah seorang teman Sunhee menyibak
kerumunan, memberi jalan ke meja Soora.
“Well, jadi
ada yang baru pulang liburan ke luar negeri?” Sunhee bertanya manis sambil
duduk di meja Soora.
Soora
tersenyum lebar, “Sunhee-ya, lihat aku juga membawakan cokelat untukmu!” Soora
menggoyang-goyangkan bungkusan berisi kemasan cokelat mahal ke hadapan Sunhee.
“Kau pikir
aku percaya dengan bualanmu?” Sunhee memajukan badannya ke arah Soora yang
duduk di bangku, “Kau sengaja menghindar dari kewajibanmu membuatkan PR-ku dan
pura-pura ke luar negeri kan? Mengakulah!” tuduh Sunhee.
Soora
memutarkan bola matanya, “Yeayeayea, cerita bagus Sunhee-ya, lalu bagaimana kau
jelaskan cokelat mahal ini?” Soora mengacungkan bungkusan tadi semakin dekat ke
wajah Sunhee.
Sunhee
merebut bungkusan tersebut lalu melemparkannya ke lantai begitu saja. “Yang
seperti ini, bisa kau beli di Hongdae kiloan, kau pikir aku tak tau?”
Soora mengerutkan
keningnya, “Hongdae? Yang benar saja!” Soora bangkit dari tempat duduknya lalu
mengambil cokelat yang dibuang Sunhee tersebut.
“Kupikir
seleramu tinggi, Sunhee-ya, tapi bahkan kau tak bisa membedakan antara cokelat
yang dibeli dari Hongdae dan Inggris? Duh..” Soora menambahkan dengan nada
prihatin.
Sunhee dan
teman-temannya terkesiap, lalu Sunhe memberi aba-aba pada teman-temannya untuk
merebut semua cokelat yang ada di tangan teman-teman sekelas Soora.
“Tentu saja
aku tau! Aku hanya mengetesmu tadi, kentang busuk!” sembur Sunhee pedas.
“Semuanya, berikan cokelat yang ada di tangan kalian padaku, Itu.Milikku!”
Sunhee menekankan dua kata terakhir dengan tegas.
Teman-teman
sekelas Soora menggerutu dan mengumpat diam-diam karena cokelat yang di tangan
mereka di rebut oleh Sunhee. Bahkan Soora pun mengumpat keras.
“Piece of shit~”
Sunhe
mendengarnya, dia menoleh ke Soora, “Kau mengumpatku?? Hanya karena berangkat
ke Inggris sekali lalu kau berani mengumpatku??? Kentang berjamur!”
Soora
memasang wajah lugu, “Oh, kau mendengarnya? Aku mengumpat seperti itu tadi
bukan untukmu, asal kau tau. Kecuali... kau memang merasa dirimu seperti apa
yang ku umpatkan.” Sahut Soora santai.
BAM!
Sunhee
menendang meja Soora hingga terbalik, lalu menarik rambut Soora, memaksanya
mengikuti Sunhee keluar.
“Apa yang
kau lakukan, Kim Sunhee! Kau menyakitiku! YAH!
YAH!”
Teman-teman
Soora tak ada yang berani membantu atau menghalangi Sunhee membawa Soora keluar
dari kelasnya. Sekelas bergumam khawatir dan panik.
***
Chaeri dan
Namsoo turun dari mobil bersamaan, Chaeri melangkah duluan memasuki gerbang
tanpa pamit ke Boa seperti biasa.
Sesampainya
di halaman sekolah, dia merasa ada yang sedang terjadi. Ada yang tak beres.
Semua teman-teman sekelasnya berada di sekitar keran air di dekat lapangan
tenis. Mereka merubung sesuatu. Perasaan Chaeri mengatakan ini ada hubungannya
dengan Soora. Karena itu Chaeri berlari menuju tempat itu dnegan buru-buru,
Namsoo yang di belakangnya bingung dan ikut berlari mengejar Chaeri.
Sesampainya
di dekat tempat itu Chaeri melihat Sunhee sedang menyelupkan dan menahan kepala
Soora di bawah keran yang biasa dipakai untuk minum anak-anak klub tenis. Dan
teman-temannya hanya melihat tanpa berani melerai.
Chaeri
melirik ke arah Namsoo yang sama kebingungannya dengan dirinya, tatapan Chaeri
terpaku pada sweater yang Namsoo pakai sebagai luaran seragamnya.
“Lepas
sweatermu, cepat!” perintah Chaeri sambil berusaha menarik sweater Namsoo
tersebut melewati kepalanya.
“Hei hei apa
yang kau lakukan?!” Namsoo protes namun akhirnya sweater tersebut terlepas juga
dari kepalanya.
Chaeri
membawa lari sweater tersebut dan menarik tangan Sunhee lepas dari kepala
Soora. Dihempaskannya Sunhee hingga menabrak bangku di depan kran tersebut.
“Kau pikir
apa yang sedang kau lakukan?” Sunhee bangun lalu membentak Chaeri yang berusaha
mengeringkan rambut Soora dan mengusap wajah pucat Soora menggunakan sweater
Namsoo.
Chaeri
menepis tangan Sunhee yang mencekal lengannya kasar, Sunhee kembali terpental
dan membentur bangku tersebut hingga pingsan.
Soora
menggigil dan terbatuk-batuk, sepertinya dia sempat menelan air. Chaeri tak
tahu berapa lama dia di tengadahkan Sunhee di bawah keran besar tersebut.
Pikiran Chaeri berpusing dengan cepat, cerita Namsoo tadi dan keadaan Soora yang
sekarang berkutat di benaknya keras.
“APA_APAAN
INI! BERHENTI DI SANA!!”
Terdengar
suara kepala sekolah menggelegar, dan Chaeri baru menyadari apa yang sedang ia
lakukan. Soora yang menggigil di sampingnya dan Sunhee yang terkapar pingsan di
dekat bangku. Namsoo memandanginya di sudut luar kerumunan dengan mata
khawatir.
***
Soora
menyodorkan sebungkus cokelat pada Chaeri yang sedang menyikat dinding toilet
dengan ogah-ogahan.
“Apa ini?”
sahut Chaeri malas.
“Ucapan
terima kasih karena kau telah membelaku.” Sahut Soora dengan pelan.
Nada suara
Soora membuat Chaeri menghentikan gerakannya menyikat dan berdiri menghadap
Soora. Wajah pucat serta tatapan beku. Ini bukan Soora si terompet-berbunyi-sepanjang-tahun yang baru sekitar sebulan dia
kenal.
“Apa kau baik-baik
saja?” tanya Chaeri pelan sambil mempelajari ekspresi Soora.
Soora
mengangkat bahunya, acuh.
Chaeri masih
menatap Soora. Ada sesuatu di mata itu yang mengganggunya.
“Kau
baik-baik saja?” Chaeri mengulang pertanyaannya.
Soora
menatap Chaeri dalam, lalu menggeleng.
“Tidak. Aku
tidak baik-baik saja. Aku sakit. Dan aku menyedihkan.” Sahut Soora pelan.
Lalu Soora
tersenyum, “Tapi aku senang, sangat senang. Untuk pertama kalinya selain
keluargaku, ada yang membelaku, ada yang melindungiku, ada yang menolongku, ada
yang menghargai teriakanku..” embun merebak di mata Soora, nada suaranya getir.
Chaeri tercekat.
“Untuk
pertama kalinya pula, aku membela orang, aku melindungi orang, aku menolong
orang, aku mengakui keberadaan seseorang..” Chaeri menyambung ucapan Soora
dengan pelan. Mata itu, Chaeri tau dimana dia pernah melihatnya. Mata yang
berbeda dengan mata ceria dan senyum lebar Soora selama ini, mata yang penuh
kebencian dan hampa.. Chaeri melihatnya setiap hari di cermin, matanya sendiri.
Suasana
hening. Ada sesuatu yang terjalin dalam tatapan mata dua orang yang sama-sama
memendam luka tersebut. Rasa punya seseorang dengan kisah sama, rasa seseorang
yang memiliki seseorang lain yang bersedia menangis untuknya. Rasa diterima dan
dimengerti tanpa harus ada berbagai pertanyaan. Kedekatankah?
Di belakang
pintu Namsoo mendengarkan setiap pembicaraan Soora dan Chaeri, diam-diam mulai
membenci Soora yang mengubah Chaerinya menjadi Chaeri yang tak lagi ia kenal.
***tbc***
ayooo lanjutkan yang ke-6 *ga sabar nunggu* (9^_^)9
BalasHapuskalo yang ke-5 ini aku paling suka ceritanya.. gak banyak kata2 bhs korea seperti di cerita sebelumnya yang susah banget diinget bin gak ngerti artinya XD