Rabu, 01 Juli 2015

[Fanfic] The Unintended Chapter 5



The Unintended Chapter 5




Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage, marriage life.

Description: 
Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise. And the best love story is when you fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time - Unknown

Foreword:

Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah permintaan?  


Jaehyun pulang dan menemukan Hana sedang tertidur, menggulung badannya di sofa dengan lilitan selimut tebal dan bantal empuk.

“Penidur, kenapa tidur disini, heh?”

Jaehyun melepas  jas yang dia pakai, berjalan hendak menyampirkannya di leher sofa yang kosong, namun sejenak berubah pikiran dan dengan iseng menutupi sisa wajah Hana yang tak ikut tergulung dalam bungkusan selimut.

Jaehyun mengharapkan Hana akan meledak dan menyemprotnya dengan galak seperti biasa saat  dia menjahili Hana.  Namun alih-alih mendapatkan apa yang dia ekspektasikan, dia justru mendengar isak tertahan dari Hana yang , tentu saja membuatnya mendadak gelagapan.



“Kenapa? Ada apa?”

Jaehyun buru-buru berlutut di sebelah Hana, memeriksa dibalik lilitan selimut, kalau-kalau kejahilannya ternyata membuat Hana terluka atau apa.

“Apa aku menyakitimu? Dimana yang sakit? Apa kancing  jasku mengenai wajahmu?”

Tak menjawab, Hana justru bangun mendadak dan memukuli kepala Jaehyun dengan telapak  tangannya, masih sambil menangis.

“Hei, apa-apan, wait,  hoi.. sakit tau!” Jaehyun menangkis semua pukulan Hana dengan tangannya.

“Kau ini kenapa menyebalkan? Tak bisa ya, langsung menanyaiku tentang apa yang kurasakan?”  kedua tangan Hana dipegang Jaehyun untuk mencegah Hana memukulinya lagi, tapi airmatanya tetap mengalir deras sembari mengomel.

“Aku kan tadi sudah bertanya, kau kenapa ? apa ada yang sakit? Tapi kau malah memukuliku, heran deh.” Jaehyun membela diri.

“Tapi kan, itu sesudah kau melemparkan jasmu ke wajahku, apa kau pikir hidungku itu untuk cantelan jas kotor, ha?” Hana masih ngotot, airmata dan ingusnya masih juga deras mengalir.  Jaehyun hampir saja tertawa melihatnya.



“Maafkan aku jika mood jahilku muncul di saat yang salah, tapi, apa kau baik-baik saja? Sudahlah, jangan menangis. Kau terlihat makin jelek karenanya..” nada ucapan Jaehyun melembut, diusapnya airmata dan ingus Hana dengan lengan kemejanya tanpa rasa jijik.

“Aku memang jelek, lalu kenapa? Ada masalah?” Nada ucapan Hana makin meninggi, Jaehyun menepuk jidatnya, lelah…. Duh salah ngomong nih…

“Aku tau, sejelek  apa aku saat seperti ini, tapi aku tak butuh kau melemparkan fakta itu ke wajahku, tau!  Apalagi jika fakta itu berbentuk jas menyebalkan!” Hana melepaskan cekalan tangan Jaehyun dan bangkit dari sofa, dengan sedikit kesusahan karena lilitan selimut, lalu  beranjak ke kamarnya.

Jaehyun masih berlutut di samping sofa, raut wajahnya menyiratkan rasa tak percaya, “Sensitif sekali sih….”

“Aku mendengarnya!”

Hana berteriak sebelum naik tangga menuju kamar, tanpa menolehkan wajah ke Jaehyun. Tak bisa ditahan, Jaehyun terkekeh melihatnya.




***
Jaehyun keluar dari dapur dengan secangkir  teh di tangan,  disaat  yang  bersamaan Hana sedang menuruni tangga dengan coat tebal dan syal yang menutupi setengah wajahnya.

“Kau mau ke-..” belum sempat kalimat itu selesai diucapkan olehnya, Jaehyun buru-buru mendekati Hana karena dia melihat Hana mengernyit seperti menahan sakit dan memegangi perutnya.

“Kau kenapa?” ucapan Jaehyun terdengar asing bahkan di telinganya sendiri sembari dia menopang tubuh Hana yang agak membungkuk kesakitan. Ini sudah kedua kalinya Jaehyun bertanya kenapa kepada Hana untuk hari ini, rekor terbanyak.

Hana meringis sebelum menjawab, “Dysmenorrhea..”

Kening Jaehyun berkerut, hah?

Hana meringis sekali lagi, dia menyandarkan sebelah sisi badannya ke Jehyun karena kram perutnya tak tertahan, setelah kramnya agak mereda dia menjelaskan ke Jaehyun, “Nyeri haid.. tau kan?”

Sejujurnya Jaehyun tak tau, seumur hidupnya dia tak pernah melihat hal-hal seperti itu bahkan dari teman-teman wanitanya sekalipun. Dia pikir semua wanita selalu tampak bahagia di sepanjang minggu dalam 12 bulan hari-hari mereka, bahagia dan cantik.

“Lalu, kau mau kemana? Ke rumah sakit? Aku antar , ya?”

Hana masih menyandarkan dirinya ke Jaehyun, tapi perlahan mulai bisa menegakkan diri. Kramnya sudah tak terasa lagi, “Tak perlu, lagi pula aku tak butuh ke rumah sakit. Aku hanya mau pergi ke minimart, pembalutku habis.”

Di kesempatan lain, bersama wanita lain, mungkin Jaehyun akan memerah telinganya mendengar kata yang asing namun dia paham artinya tersebut, pembalut, tetapi mengherankan jika yang terjadi selanjutnya Jaehyun justru menawarkan diri untuk membelikannya buat Hana. What have you gotten into, Ahn Jaehyun

Lalu disinilah sekarang Jaehyun berdiri jengah, separo wajahnya ditutupi syal yang tadi dipakai Hana, awkward dan bingung di depan rak yang berisi bermacam-macam pembalut. Setelah berpikir agak lama, dia memutuskan untuk mengambil masing-masing satu dari setiap merek yag ada lalu membawanya ke meja kasir.



Pria penjaga minimart melotot matanya melihat jumlah pembalut yang disodorkan Jaehyun di depannya dalam keranjang belanjaan di meja kasir.

“Apa anda dari departemen kesehatan?” rasa penasaran terpancar kuat, tak mampu untuk disembunyikan lagi dari si penjaga minimart. “Anda ingin menguji coba keamanan produk-produk ini?”

Jaehyun gelagapan, “Eh..uh, bukan. Er…ini hanya karena… um” si penjaga minimart masih memandangnya dengan tatapan separuh curiga separuh penasaran.

Jaehyun menarik nafas panjang, dia memutuskan untuk jujur, hal yang paling mudah. Siapa tahu, penjaga minimart ini bahkan bisa membantunya.

“Um, begini. Kami, uh, saya dan istri saya baru saja menikah sekitar dua atau tiga bulan yang lalu. Lalu…. Istri saya kehabisan persediaan pembalut, uh, dan saya..” Jaehyun menjawab, menelan ludah sekali lalu melanjutkan, “saya……lupa menanyakan merek yang biasa dia pakai..” ujung jawaban Jaehyun terdengar lebih pelan.

Si penjaga minimart, yang dilihat dari wajahnya kurang lebih seusia Soohyun, tertawa sambil tangannya sibuk menjalankan alat scan harga di semua pembalut yang dibeli Jaehyun.

“Saya turut bersedih, terus berusaha ya, Pak. Hwaiting!” dia mengepalkan tangannya, memberi semangat.

Jaehyun setengah mengangguk, tak begitu memikirkan yang dia dengar, dia justru menimbang seperti hendak menanyakan apa yang dia pikirkan atau tidak.

“Apa kau tau, obat apa yang kira-kira bisa meredakan nyeri haid?” telinga Jaehyun memerah karena malu, saat dia berusaha menanyakan hal yang dia pikirkan.

Pria penjaga minimart tersebut mengerutkan keningnya sejenak, “Kalau boleh saya menyarankan, seduhkan istri anda teh apel hangat, itu biasanya sangat membantu jika istri saya sedang nyeri haid. Tehnya bisa anda temukan di rak sebelah kanan.”

Jaehyun mengangguk, tapi sebelum beranjak mengambil teh tersebut, dia bertanya dengan penasaran.

“Apa yang kau maksud terus berusaha tadi?” dia bahkan tak sadar sejak kapan dia berbicara informal menggunakan aku-kau kepada si penjaga minimart.

“Ah itu, biasanya pasangan suami istri langsung berhasil sekali coba, tapi ada juga yang harus menunggu hingga setahun atau lebih untuk mendapatkan anak, anda harus bersabar, saya sendiri langsung berhasil di bulan pertama kami menikah.” Pria si penjaga minimart nyengir lebar.

Jaehyun melongo tak percaya. Itu sungguh sangat-sangat-sangat vulgar. Dan sangat menghina sekali.

***
Jaehyun masih sebal saat dia meletakkan seluruh belanjaannya di depan Hana yang duduk di sofa.

“Yah..ini.. ap..” Hana seolah tak mampu melanjutkan ucapannya. Matanya membelalak saat dia memeriksa isi kantong belanjaan Jaehyun.

Jaehyun hanya memutar bola matanya lalu mengambil kemasan teh apel yang tadi dia beli, bersiap menyeduhkannya untuk Hana.

“Oppa, apa kau sudah terlalu kaya? Kau memborong separuh minimart, nih! Ini cukup buat persediaanku selama setahun.”

Hana menyusul ke dapur, tangannya menenteng seluruh belanjaan tadi seolah belum jelas apa saja tadi yang sudah dibeli Jaehyun.

“Kau kan, tak bilang, merek apa yang harus aku beli.” Jaehyun menyahut sambil lalu, cemberut.  Tangannya masih sibuk menyeduh teh untuk Hana.

“Aku melakukan apa yang kuanggap paling cerdik” Jaehyun buru-buru menambahkan sembari membalikkan badannya dan menyodorkan teh apel dalam cangkir ke tangan Hana.

Hana tergelak, “Cerdik? Oppa, kau idiot! Kan kau bisa telepon aku untuk menanyakannya,” Hana masih tertawa lepas, tak mampu menahannya, namun dia melanjutkan, “Kupikir kau sudah tau merek apa yang ku pakai dari kemasan yang sering kuletakkan di kamar mandi hahahha…”

Jaehyun melirik Hana, sebal. Menggerutu, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur. Sebelum benar-benar keluar dapur, Jaehyun berbalik, tak mampu menahan lagi.

“Asal kau tau, aku bisa saja membuatmu hamil dalam sekali coba, tau!”

Hana terbatuk-batuk, entah teh apel panas tadi atau ucapan Jaehyun yang membuatnya tersedak.

“uhuk-uhuk-uhuk….HAH??!”

***
Hana duduk di ujung tempat tidur Jaehyun, nyerinya sama sekali sudah tak terasa. Tapi ada yang mengganjal dalam pikirannya. Dan dia tak mampu mengucapkannya keras-keras. Dia memperhatikan Jaehyun yang sedang sibuk packing dengan perasaan campur aduk.

“Oppa, katakan padaku, kau ini marah atau kenapa?” Hana menyeletuk, tak tahan, “Hal macam apa sih yang membuat kau sampai hendak meninggalkan aku malam-malam begini, kalau kau marah, marah kenapa?”

Jaehyun melirik Hana disela-sela kesibukannya memasukkan beberapa potong baju ke kopernya.

“Oppaaaaa…!”

“Perutmu sudah tak nyeri lagi?” Jaehyun tiba-tiba bertanya

“Tidak sih, tapi memang begini, apa kau pikir nyerinya akan bertahan sepanjang minggu?”

“Kalau begitu, aku bisa bebas meninggalkanmu selama beberapa hari di rumah sendirian kan?”

Hana mengerucutkan bibirnya. “Kok gitu? Kau ini kenapa sih, apa kau lagi PMS juga? Yang haid kan…aku, bukan kau… kenapa sampai minggat sih, ADUH.. kenapa menjitakku???!”

Jaehyun mendecakkan lidahnya, “Aku bukannya mau minggat, pabo. Aku harus pergi ke luar kota malam ini, ada acara kantor besok yang harus aku hadiri.”

Hana menyipitkan matanya, menatap Jaehyun dengan curiga. “Yakin, mau meeting? Bukannya mau kencan sama model yang katanya cinta pertamamu itu kan?”

Jaehyun menghentikan kesibukannya packing, “Kalau kau cemburu, kau bisa memintaku untuk tidak pergi dan aku akan menurutinya, kau tau?”

Smirk itu, sialan. Hana sangat membenci ketika Jaehyun smirk dan so full of himself begitu.

“Kau tidak menyangkalnya, benar kan kau mau ketemuan sama cewek itu?” Hana semakin mengerucutkan bibirnya, tak suka.

Jaehyun hanya meliriknya sebentar lalu melanjutkan packingnya lagi.

“Sudah kubilang, kalau kau cemburu kau bisa memintaku untuk tidak pergi dan aku akan tetap di rumah menemani kau.”

Hana mendengus, “Cemburu eek kucing.” Hana menjulingkan matanya dengan konyol, “ Aku cuma tak ingin tidur di rumah sendirian, asal kau tau aja.”

Jaehyun meliriknya, separuh geli separuh terlihat kecewa, “Ah, kupikir karena kau cemburu, tak kusangka kau cuma egois, huh?”

 

Hana diam, tak menanggapi ledekan Jaehyun. Tangannya memainkan ujung selimut di kaki tempat tidur Jaehyun.

Jaehyun benar-benar menghentikan kesibukannya sekarang, dia mendekat dan duduk di sebelah Hana, memeluknya.

“Kalau kau takut di rumah sendiri, kau boleh mengajak Joowon atau Soohyun menginap di sini..”

Hana mendongak dalam pelukan Jaehyun, menatap Jaehyun tak percaya. “Serius nih, kau menyarankan aku untuk mengundang pria lain menginap di rumah kita? Suami macam apa kau ini..”

Jaehyun tersenyum, “Ini kan bukan pria lain, ini Joowon dan Soohyun, kau tau kan? Bukankah mereka orang-orang terdekatmu?” Jaehyun melanjutkan, matanya mengedip menggoda, “Lagian kan, kau juga naksir Joowon. Ini kesempatanmu.”

Hana merasa wajahnya memanas, salah tingkah, “Gimana sih kau ini, justru itu kan. Suami macam apa yang memberi kesempatan istrinya untuk mendekati pria lain yang dia taksir, eh?”

Jaehyun tergelak, “Suami terbaik tentu saja.” Saat Hana melirik Jaehyun dengan tatapan tak percaya, Jaehyun menimpali lagi, “ Yes, I am that awesome, baby~..” tak lupa matanya mengedip, wink.

YA AMPUN KENAPA SIH DIA DENGAN MENGEDIP DAN SMIRK? MENYEBALKAN SAJA… Hana membatin.

***
Rasanya sudah berhari-hari semenjak Jaehyun pergi, padahal sih baru beberapa jam yang lalu. Hana bolak-balik berguling di kasurnya sendiri, biasanya juga sendirian, tapi tanpa Jaehyun rasanya sunyi berteriak lebih kencang.


 aku merindukan kehadiran Jaehyun Oppa...

Hana menghela nafas panjang berkali-kali, nyeri di perutnya sama sekali belum juga hilang. Tapi sedetik kemudian, Hana seolah ingin tertawa, apa-apaan sih, kaya jadi istri beneran aja..

Hana bangkit dari posisinya yang tadinya rebahan menjadi duduk bersandar pada kepala tempat tidur, masih saja mikirin Jaehyun, tangannya bergerak ke arah HP lalu dengan cepat mengetik kalimat "sudah sampai?" sebelum dia berhasil menahan dirinya untuk mengirimkannya pada Jaehyun. Demi tuhan, kan Jaehyun juga baru berangkat sekitar sejam setengah yang lalu. Bisa saja mungkin sekarang dia bahkan belum sampai di airport.
Akhirnya Hana benar-benar bangun dari kasur, lalu beranjak menuju kamar Jaehyun.  Pelan-pelan Hana menelusuri seluruh permukaan meja, kasur dan tepian lemari pakaian Jaehyun. Sekedar membuka-buka seluruh isinya lalu kembali menyusurkan jemarinya ke gantungan kemeja dan jas-jas milik Jaehyun. Tiba-tiba ada yang tercekat di tenggorokan, inikah rindu? bisik hati Hana.

Terlihat oleh mata Hana, gantungan sweater kotor yang tadi siang habis dipakai Jaehyun.

Sekelebat pikiran tercetus di benak Hana, yang menyebabkan dirinya terkikik geli dan merona. Hana kau ini creepy sekali, pikir Hana dalam hati setengah mengomeli diri sendiri.

***

Jowon dan Soohyun mengendap-endap di depan rumah Hana, mereka berdua baru saja meloncati pagar belakang rumah Hana dan Jaehyun. Soohyun menendang sesuatu di belokan menuju dapur hingga terdengar bunyi kelontangan keras.

"SSSSSTTTTTT....!!" hardik Joowon. "Dia sedang tidur, dimana otakmu hah!"

Soohyun mencemberutkan bibirnya, toh Hana kalau tidur kan kaya orang mati yang tak mungkin dengar apa-apa, harusnya sih bunyi segitu aja tadi ngga ngaruh.

"Jangan berisik... kita disini untuk menemaninya, bukan membangunkannya, tau!" Joowon masih saja mengomel dalam desisan sementara Soohyun berusngut-sungut mengikutinya, melipir tembok disekitar pintu dapur Hana.

"Kau yang berisik hyung.." Balas Soohyun.
Joowon mengacuhkannya dan berhenti tepat di pintu dapur, lalu membalikan badan ke Soohyun. 

"Kau bawa bobby-pin, tidak?"

Soohyun memutarkan matanya, kadang kalau panik gini Joowon memang cenderung terlihat seperti idiot. padahal dari tadi yang paling bawel memastikan Soohyun untuk membawa bobby-pin sebagai senjata masuk rumah Hana.

Soohyun menyingkirkan Joowon, lalu mengambil posisi di depan lubang kunci pintu dapur Hana. Baru saja Soohyun memasukkan jepitan tadi, sudah terdengar bunyi kunci berputar terbuka, klik!

Soohyun ternganga, perasaan tadi belum sempat memutarnya deh. Joowon tak memperhatikan hal itu, malah buru-buru menyingkirkan punggung Soohyun yang masih membungkuk sembari mengintip lubang pintu.

"Kau hebat juga, Soo.... AAAAAARRRGGGHHHHHHHHHHH!!!!!!!!"

Soohyun mengindar tepat waktu, karena pada saat Joowon mendorong daun pintu agar terbuka, sekantung penuh terigu dan beberapa buah telur mendarat tepat di kepalanya.

Soohyun melewati fase dari kaget, melongo lalu ngakak tanpa bisa dikontrol karena tak lama setelah serangan terigu dan telur tadi, Hana keluar dan justru memukuli Joowon dengan menggunakan spatula.

"MALING...! PENCURI...! BEGAL...! PERAMPOK...!" Hana menekankan masing-masing kata dengan pukulan spatulanya yang bercampur adonan.

Soohyunharus menguatkan diri untuk menghentikan tawa disela-sela chaos di depannya ini, Joowon yang merintih dan minta ampun dengan menyedihkan sementara Hana terlihat beringas dan penuh nafsu membunuh sedang memukuli Joowon sekenanya dengan spatula yang ia bawa.

"Hana, Hana berhenti...! ini kami..!" Soohyun meraih Hana menjauh dari Joowon, berhati-hati untuk tidak terkena sisa adoanan beserta tepung dan telur di badan Joowon.


Hana terlihat terkejut, seketika berhenti memukuli Joowon dan memberontak dari rengkuhan Soohyun. "KALIAN?? APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI? DINI HARI BEGINI HHMMPHHH KKHH...??!!"

Soohyun terpaksa membekap muluh Hana agar dia tak makin berteriak kencang.

"SSSttt pelankan suaramu, kami tak bermaksud jahat." Soohyun menghadapkan Hana supaya memandang ke arahnya.

"Jaehyun bilang, kau sendirian di rumah. karena itu dia minta kami menemanimu. Dia takut kau kenapa-kenapa..." Soohyun menghentikan ucapannya lalu melirik Joowon yang masih terbatuk-batuk dalam kepala penuh tepungnya. "well,. lebih tepatnya Jaehyun menghubungi dia untuk menemanimu besok pagi sih, tapi ada yang sudah tak sabar ingin menjagamu dari makhluk-makhluk semacam kecoa atau semut tuh.." lanjutnya.

Hana memutarkan bola matanya, sementara Joowon tersedak tepung sekali lagi mendengar ucapan Soohyun. 

"Bohong, aku kan memang sedang tak ada kerjaa..... HEI, kayaknya aku pernah lihat kakakku memakai sweater itu, deh.." Joowon berusaha menjelaskan, namun terhenti saat matanya menangkap Hana dalam balutan sweater milik Jaehyun yang sedikit kebesaran dan kepanjangan hingga lututnya.

Hana tiba-tiba salah tingkah. Soohyun mencium sesuatu yang tak beres sementara Joowon masih menatap Hana penuh selidik.

***

Hana mengelus-elus sweater kotor beraroma parfum Jaehyun itu di tangannya. Ini serem, tapi rasanya menyenangkan. Hana terkikik sendirian. Setelah sekian lama hidup hanya berputar pada Joowon dan Soohyun, lalu dipaksa untuk selalu bersama Jaehyun, kini setelah beberapa bulan rasanya Hana mulai merasa terbiasa dengan kehadiran, suara, aroma dan segala tentang Jaehyun disekitarnya.

Perasaan ini berbeda dengan apa yang dia rasakan saat bersama Joowon. Segalanya serba kikuk dan mendebarkan jika bersama Joowon, tapi bersama Jaehyun rasanya seperti memakai plester luka dengan motif dan sewarna kulit. Ringan. Kau bahkan tak akan merasakannya menempel di kulitmu sampai plester itu dicabut, karena saking lenturnya plester tersebut.

Perasaan apa ini? Dengan Joowon, cinta selalu terasa seperti sepatu cinderella yang kekecilan satu nomor. Sepatu itu impian Hana, namun Hana tau kemungkinan tumitnya berdarah karena lecet itu selalu ada. Atau dalam kasus ini, hati yang lecet.

Dengan Jaehyun, rasanya seperti memakai selop kamar. Hangat, nyaman dan terasa sangat domestik. yang kaya gini bukan cinta kan? batin Hana sibuk bertanya-tanya.

Bunyi sesuatu yang terguling di arah luar rumah membuat Hana tergeragap dan tersadar dari lamunannya. Suara apa itu? Maling? Kucing?

Hana buru-buru menuju dapur dan mengintip keluar, ada dua orang sedang terlihat mengendap-endap di belakang rumahnya, mencurigakan.

Teringat sisa adonan yang tadi tidak jadi dia olah sebelum Jaehyun pergi tadi, Hana buru-buru mengambil sisa tepung dan beberapa telur di tangan sementara tangan satu lagi meraih gagang kunci pintu dapur. Maling ataupun kucing, Hana merasa dirinya tak takut. justru gelora keberanian serasa menguar di seluruh pori-pori kulitnya.

Hana memutar selotan kunci dengan hati-hati, lalu bersiap-siap dibaliknya. Saat pintu dapur mulai terkuak, amunisi tepung dan telur di tangan Hana sangat siap meluncur.

"Kau hebat juga, Soo.... AAAAAARRRGGGHHHHHHHHHHH!!!!!!!!"

"AAARRRRGGGHHHHHHHHH!!!!!!!"
Hana menjerit, sosok yang mengendap-endap tersebut juga menjerit. Lengkingan keduanya memecah keheningan dini hari, jam dua pagi di komplek perumahan Hana dan Jaehyun.


***



Rabu, 25 Maret 2015

[Fanfic] The Unintended Chapter 4


The Unintended chapter 4





Tags: OC, friendship, romance, arranged marriage, marriage life.

Description: 
Love isn’t always a compromise. Sometimes, it’s a complete surprise. And the best love story is when you fall in love with the most unexpected person at the most unexpected time - Unknown

Foreword:

Apa yang akan terjadi jika pernikahan yang akan kamu jalani tak seperti yang kamu bayangkan? Apa jadinya jika kamu harus menikah dengan seseorang yang tak kamu kenal dan bukan orang yang kamu cintai karena sebuah permintaan?  

so...yeah.  ahem....Hallo... ehehe masih ingat chiqux dong? :D jadi, selama setahun ini saya hampir saja melupakan cerita ini. eh boong deng.  Yaaa gimana deh bisa lupa, sementara 3 orang pembaca setia cerita ini selalu saja meneror saya dengan ucapan-ucapan yang semakin lama saya dengarkan akan membuat saya mati karena perasaan bersalah T.T kan kisah ini awalnya cuma karena saya suka Ahn Jaehyun, tapi kemudian ternyata saya telah menghidupkan wabah menyukai cerita ini kepada mereka-mereka tiga orang pembaca saya yang paling setia. apa ada yang ingin tau siapa aja mereka? berikut para tersangkanya /jreng jrengggg~
- ada uswa-hyung, teman nan jauh dimato di ujung pulau sumatera sana yang...hiks....kadang-kadang ucapan penagihan atas cerita ini membuat saya malu sendiri karena penuh pujian #jrenggggs hahahaha /dilempar bata sama ucchan XD
- ada dewi, teman SMA saya yang .....sigh selalu mendesak saya untuk melanjutkan cerita ini walau berulang kali pula saya mengeluhkan alasan tentang tak adanya sarana Laptop dan sebagainya wkwkwkwk
- ada maweed, dia ini...aduh gimana yaa ngejelasinnya. kayanya dia menganggap kisah ini adalah bacaan wajib dia dan membawanya ke dunia nyata dengan selalu mendesak saya tentang alasan-alasan kenapa beginininini kenapa begitutututu~ tapi yaa, karena dialah saya selama seminggu ini mengetik updatean ini dengan super kilat hahaha /cium basah ke mawid yang berada jauh di oz sana.
PS: udahlah gausah banyak omong, silahkan dinikmati updatean kali ini yaaaaaaa XD


Joowon menghembuskan nafas agak kacau. Bukan masalah penting sih. Tapi ada sesuatu yang membuat pikirannya agak kalut.  Teringat lagi olehnya kejadian saat dia tak sengaja mendengar ucapan Hana tentang keinginannya untuk melupakan…dia? Joowon tau, Hana tak akan pernah bisa selamanya membencinya ataupun marah padanya. Tapi justru hal itulah yang lebih mengganggu. Apalagi mendengar niat gadis itu untuk melupakan dirinya. Ini sangat-sangat-sangat mengganggu.

Mungkin sudah saatnya aku menata ulang hatiku dan melupakan dia..”

Dirinya kah yang hendak Hana lupakan? Tapi mengapa? Joowon pikir Hana cukup mencintainya untuk tak akan pernah membencinya ataupun berusaha menyerah padanya. Bagaimanapun juga kan, Joowon punya alasan sendiri untuk selalu menolak Hana tanpa benar-benar menjauhi Hana.

Alasan. Memang alasan. Tapi mungkin alasan yang sangat pribadi.

Alasan itu berbentuk seseorang. Namanya Ahn Jaehyun. Kakak tirinya, hyungnya…Ahn Jaehyun.

Tapi demi Tuhan, Joowon sama sekali tak bisa melepaskan pikiran itu  begitu saja dari benaknya. Bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Bagaimana jika….

“Soohyun-ah, apa menurutmu…” sejenak tak yakin dengan apa yang hendak dia ucapkan, terdengar jeda sejenak, “..apa menurutmu Hana benar-benar berniat untuk melupakanku? Karena aku selalu mengabaikan pernyataan cintanya?” Joowon bertanya dengan hati-hati kearah Soohyun yang sedang membersihkan sisa-sisa remahan cupcake di etalase pantry mereka.

Soohyun hanya melirik, tapi senyuman menyebalkan itu Joowon sangat kenali. Itu senyuman yang seolah menggantikan kalimat oh-hyung-aku-tentu-saja-tahu-sesuatu-yang-kebetulan-tak –kau-tahu dan Joowon hafal betul bentuk senyuman itu. Miring 37,73 derajat dan ujung bibir sedikit mengekor naik ke atas serta tatapan menyipit dengan sorot mata geli. Joowon hafal sekali takaran senyum itu dalam bahasa sehari-hari Soohyun.


“Kau selalu tau jika sebuah jarum jam patah atau rusak, karena ia akan berhenti berputar,” Soohyun berhenti membungkuk dan sepenuhnya menghadap ke Joowon sekarang, “Berbeda dengan wanita, kau tak akan pernah tau apa dia sedang patah atau berdiri tegar, susah untuk mengetahuinya bahkan jika kau sudah bertanya.”

Joowon mengerutkan keningnya, sama sekali tak paham.

“Aku kan, bukannya jahat padanya atau apa. Aku masih sayang padanya seperti layaknya adik kandungku, kau tau kan? Aku juga tak kemana-mana” Joowon menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi tempatnya duduk, melambaikan tangannya ke atas dengan frustasi. “Aku cuma, tak bisa menanggapi perasaannya…. HEI APA-APAAN INI??”

Joowon melonjak berdiri, karena Soohyun telah melempar kain lap bekas membersihkan reremahan cupcake di etalase, ke wajahnya.

“Terserah kau sajalah hyung… kau memang selalu begitu…”

Soohyun melepas apronnya dan melemparkan apron bekas itu kearah Joowon sekenanya, dia mulai membenahi isi tasnya, bersiap hendak pergi.

“Hei tunggu dulu, jelaskan maksudnya… APA? MEMANGNYA AKU KENAPA?”

Tapi terlambat, Soohyun sudah membanting pintu depan dan meninggalkan pertanyaannya mengambang di udara sepeninggalnya.

“BAIK. BAIKLAH, BENCILAH AKU, BENCI SAJA SEMUANYA PADAKU…!” Joowon berteriak. Tak ke pada siapa-siapa, karena yang didepannya cuma pintu tertutup sepeninggal Soohyun, “Aku salah apa sih…?” keluhnya lesu. Jooowon menundukkan kepalanya sembari membereskan sisa meja kotor di ruang depan café. Tangannya menggosok meja keras-keras, seolah dengan begitu rasa penasarannya pun akan hilang.

***

Beberapa orang tertawa secara blak-blakan, tapi yang lainnya hanya terkikik sembunyi-sembunyi saat Hana lewat. Hana menyadari benar hal itu, mau tak mau dia merasa jengkel.  Pipinya digembungkan sembari kakinya menghentak-hentak lantai kantor seiring sepatunya melangkah.

“Ketawa saja semuanya, ketawa saja terus. Kalau sampai bisa aku temukan siapa yang sangat kurang ajar menempeli permen karet di mejaku, mati kau!” Hana menggeram, tangannya mengepal, matanya melotot ke orang-orang yang sekarang semakin banyak yang terang-terangan terbahak di depannya.

Seorang wanita mendekati Hana dan merangkulnya menjauh dari kerumunan. Hana agak meronta tapi akhirnya menuruti tarikan wanita tadi.

“Ah, Unnie kenapa kau tarik-tarik aku? Apa belum cukup mereka tadi mempermalukan aku begitu?” Hana menyentakan lengannya yang sedari tadi ditarik oleh wanita tersebut.

“Aku harus menjauhkanmu dari mereka, kau kan tau sendiri, bila semakin marah kau itu semakin menggelikan. Pantas saja mereka tertawa.”

Wanita yang dipanggil Unnie oleh Hana tadi mulai menariki gumpalan permen karet yang menempel di ujung rambut Hana secara hati-hati.

“Auch…hati-hati, Unnie! Sakit tau..”

Wanita tadi terjingkat karena bentakan Hana. “Aiguuu~, kencang sekali, kenapa teriak-teriak sih? Aku kan sedang mencoba membantu, ah, diamlah…” dia memukul bahu Hana, menyuruhnya diam sehingga dia lebih mudah menariki gumpalan permen karet tersebut.

“Ah..KENAPA AKU DIPUKUL? SAKIT TAU!”

“Aiguu, bagaimana ini…susah sekali dibersihkan… berhenti bergerak Hana, diamlah, aku ini mencoba membantu!”

“Harusnya kau memikirkan cara lain membantuku tanpa membunuhku, Unnie, aaaaaa~ ini sakit sekali, rambutkuuuuu rasanya tercabut semua!”

“Ah, BERISIK SEKALI WANITA INI…!”

“AH, UNNIEEEE SAKITTTT!”

“Hhah, ya sudah..ya sudah, aku menyerah. Mari kita pikirkan cara lain untuk membersihkan permen karet sialan ini.” Wanita tadi mencari kursi terdekat untuk lalu duduk diatasnya dengan tampang lelah seolah sudah habis perang, keringat membanjiri tangan dan wajahnya.

“Yah, kenapa kau seharian ini? Bertahun-tahun aku kenal kau, baru hari ini kulihat kau sebegini menyebalkan..”

Hana bersungut-sungut, tapi tak menjawab. Memang  benar sih, seharian ini moodnya buruk sekali. Yang diinginkannya hanyalah marah-marah dan marah, semua orang kena marah. Fotografer, creative, model, bahkan OB yang mengantarkan makan siangnya pun tak terkecuali. Tak heran sampai ada yang iseng menempelkan permen karet bekas di mejanya, mengingat kebiasaannya untuk tidur siang menelungkup di meja setengah jam selama jam istirahat kantor.

“Ah, benar-benar deh…siapa sih yang iseng begini? Kalau sampai ketemu, kucakar-cakar wajahnya pakai mixer adonan kue.”

Wanita di seberang Hana tadi tertawa, “Hana,… kau ini mengingatkanku pada sesuatu. Tau tidak, hewan apa yang terlihat menyedihkan walau sedang marah? Pinguin! hahhahaha tak peduli seberapa menyeramkan dia marah, ending-endingnya pinguin akan tetap berjalan terseok-seok dengan menggemaskan hahaha seperti kau ini~”

“Ah, molla…apa urusanku” sahut Hana ketus, “Yah, Lee Ji-yeon! Bantu aku membersihkannya!” lanjutnya galak.

It’s Unnie for you!” Jiyeon menjitak kepala Hana yang lalu mengaduh kesakitan, “Hei, bagaimana kalau kita ke salon? Potong saja rambutmu, gampang kan? Sesekali kau ini perlu punya rambut pendek, biar telingamu itu berfungsi utuk mendengar kata-kata orang lain.” Jiyeon setengah bercanda sambil membantu Hana menariki gumpalan-gumpalan permen karet.
Hana menghentikan gerakannya menariki permen karet dari rambutnya.

Salon? Benar juga… mungkin dirinya memang butuh potong rambut. Lagi pula, dia kan habis patah hati. Patah hati yang kesekian kalinya. Dengan orang yang sama.

Hana menarik nafas panjang, lalu menoleh kearah Jiyeon, wajahnya mantap.

“Deal. Kita ke salon dan makeover besar-besaran, Unnie” putusnya.

***

Soohyun tersedak ocha yang sedang diminumnya. Cairan panas yang cenderung pahit di lidah itu memenuhi saluran menuju ke hidungnya dan membuat matanya berair serta terbatuk-batuk parah. Tapi matanya terfokus pada hal yang sedang dia lihat di tab yang dia pegang di tangan kiri.

Joowon mendecakkan lidah, “Hantu siapa yang kau lihat sampai kau sebegitu terkejutnya, ha? Serius… tampangmu parah sekali”

Soohyun menoleh perlahan kearah Joowon yang melepas chief jacket-nya dan berganti ke pakaiannya sehari-hari, sweatshirt dan celana denim. Sekarang gantian Soohyun yang mendecakkan lidahnya kearah Joowon.

“Kenapa kau selalu memakai sweatshirt sih, hyung? Kau, kan, pria dewasa demi Tuhan berpakaianlah yang elegan. Pantas saja yang tertarik padamu hanyalah anak-anak ingusan, mereka pikir kau ini masih remaja tanggung,” Omel Soohyun, tab dan hal mengejutkan apapun yang dia lihat tadi terlupakan begitu saja.

Joowon tersenyum, “Kau kan hanya iri karena aku terlihat lebih muda dan fresh daripada dirimu yang selalu memakai kemeja perlente dan berbau parfum menyengat”

Joowon mendekati Soohyun dan menyambar tab dari tangannya, “Lihat apa sih, kau tadi?”

Tak ada yang tau jika kulit manusia bisa berubah warna dengan begitu cepat. Bagaimanapun yang dilihat Soohyun menunjukan hasil yang berbeda, wajah Joowon memucat tiba-tiba namun kemudian memerah sampai ujung telinga dengan cepat saat dia melihat apa yang tertampil di layar tab milik Soohyun dengan mata membelalak. Postingan terbaru dari akun Twitter Hana.



Selanjutnya bola mata Joowon yang masih membulat, melirik bergantian antara tab tersebut dan Soohyun sembari mulutnya terbuka dan tertutup berulang kali seperti ikan dalam akuarium, tak mampu menemukan suaranya.

Soohyun terkekeh, “Kau lebih parah dariku, tampangmu terlihat kacau, Hyung,” masih tertawa geli, Soohyun melanjutkan, “Aku tak pernah berpikir jika Hana bisa…”

“Siapa pria ini?” Joowon memotong ucapan Soohyun begitu saja dengan pertanyaannya yang terdengar mendesak.

Soohyun meneguk ludah, bukan ini yang dia tertawakan tadi, hal ini sama sekali tidak relevan dengan apa yang dia maksudkan. Dia pikir reaksi Joowon tadi karena Hana memotong pendek rambutnya serta mengecatnya menjadi warna cokelat tembaga menuju oranye yang bisa dibilang itu adalah lonjakan besar. Kejutan. Wow.

“Apa kau lihat seberapa dekatnya dia menempel ke punggung Hana? Lihat tangannya, sedikit gerak saja dia akan bisa menyentuh dadanya, apa sih yang Hana pikirkan? Dia kan, sudah punya suami? Apa nanti kata orang? Gadis ini, benar-benar deh…”

Joowon tak henti-hentinya menggerutu sendiri, Soohyun mengamatinya dengan penuh rasa tertarik. “Hyung, bukankah Hana terlihat sedikit berbeda?” Soohyun berusaha menyembunyikan senyumnya saat menanyakan hal tersebut pada Joowon.

“Hah, apa? Oh.. kayanya dia mengecat rambutnya..” Joowon menjawab sambil lalu, tapi.. “APA? DIA MENGECAT RAMBUTNYA? WARNA ORANGE????!!!”

Tawa Soohyun tak bisa ditahan lagi, “Kau ini lemot sekali sih, Hyung? Bukan hanya itu, dia juga memangkas pendek rambutnya jadi sebahu, loh~..” Soohyun menambahkan dengan nada misterius. “Aku penasaran, deh…  kenapa ya?” gumam Soohyun.

“Dia memangkas pendek rambutnya? Benar-benar tak termaafkan, aku harus…”

Ucapan Joowon terpotong dengan menjeblaknya pintu ruangan mereka berada diikuti dengan kehadiran Hana yang makin terasa menyolok, terutama karena penampilannya.

“Ja-jaaaaannnnn~!!!! Bagaimana rambut baruku???” wajah yang berbinar dan senyum lebar, Hana memamerkan potongan rambut barunya, telunjuknya sibuk menggulung-gulung sejumput kecil dari rambutnya dengan centil.

***

Hana meninju gulingnya dengan jengkel, kenapa sih seharian ini orang-orang menyebalkan sekali? Tadi siang ada yang mengerjai dirinya di kantor dengan menempelkan permen karet di meja, lalu saat dia sedang berusaha menyelamatkan rambut dan harga dirinya dengan mengecat rambut dan memotong pendek rambut yang penuh permen karet tadi eh malah disemprot habis-habisan oleh Joowon. Dia tak tau sih, bagaimana susahnya Hana untuk merelakan rambut hitam panjangnya karena musibah ini. Pokoknya semuanya menyebalkan. Semua orang terasa Menyebalkan. Super menyebalkan dengan huruf M paling besar.

Ugh…

Baru saja Hana hendak mengistirahatkan otaknya dari ribuan makian yang seharusnya ditujukan pada Joowon diantara tumpukan bantal dan gulungan bedcover tebalnya, terdengar Jaehyun mengetuk pintu kamarnya.

“APA??!!” sahut Hana keras, tapi tak beranjak sedikitpun dari gua bantal dan bedcovernya.

Jaehyun terdengar menarik nafas panjang di balik pintu kamar Hana sebelum menjawab, “Aku sedang ada masalah besar, maukah kau membantuku?”

“…….” Tak terdengar jawaban Hana, tapi hampir bisa dipastikan jika saat itu Hana sedang menggigit bantalnya demi mencegah dirinya meledak di depan Jaehyun yang tak bersalah, - kecuali masalah Jaehyun yang datang di saat yang salah-.

Jaehyun mengetuk sekali lagi, “Apa kau benar-benar tak mau mendengarkannya? Tak mau tau apa masalahku?”

Hana mendesah, sigh….

“Baiklah, seberapa buruk masalahmu? Akan  kupertimbangkan untuk mendengarkannya atau tidak nanti…” Hana menyahut, kali ini dengan lebih tenang. Namun tentu saja dia masih saja malas membuka pintu kamarnya untuk ngobrol normal dengan Jaehyun. Hana kan tak tau apa nanti komentar yang akan dilemparkan oleh si mulut tajam Jaehyun tentang rambut barunya.

“Bayangkan sesuatu yang seburuk ketika kau sedang kehabisan stok eskrim di kulkas…”

Pintu kamar Hana menjeblak dengan cepat, Hana muncul di hadapan Jaehyun dengan wajah panik. Dia bahkan melupakan keadaan rambut barunya, yang tentu saja semakin kacau dan kusut  akibat pergumulannya dengan bantal serta bedcover tak berdosa tadi.

“Itu sangat buruk!”

Hana melihat sorot kekagetan Jaehyun saat menatapnya, otomatis tangannya terangkat untuk agak merapikan rambut kusutnya yang…well, tentu saja sangat terlambat. Jaehyun sudah melihatnya dan menilik dari ekspresinya, kayaknya sih Jaehyun berusaha sangat keras untuk menahan tawanya supaya tak menyembur keluar tepat di depan muka Hana.

Hana berdehem sekali, “Jadi, apa yang terjadi padamu?”

Sorot geli Jaehyun menghilang, lalu dia menjawab dengan hati-hati. “uh….kita kehabisan stok eskrim di kulkas.”

“………”

***

Mereka sedang duduk berdekatan, sebenarnya lebih tepat kalau dibilang berdempetan sih saking dekatnya, di sofa. Nonton acara TV secara random sambil makan eskrim.

Hana terkikik mengingat kejadian pasca Jaehyun mengumumkan ludesnya eskrim di kulkas tadi, “Kadang aku bingung, kau ini pria atau wanita, sih, Oppa?” Hana menyuap eskrimnya sebelum melanjutkan, “karena, caramu bertindak, caramu berpikir, caramu menghadapiku, kadang-kadang semua itu terasa lebih womanly daripada aku sendiri” Jaehyun hanya meliriknya dengan tatapan menusuk, namun tak menanggapi.

Hana tertawa, dia menyendok eskrim sekali lagi lalu menyuapkannya ke Jaehyun.

“Jadi, apa yang sedang terjadi padamu?” Jaehyun tiba-tiba bertanya.

Hana menjelaskan semuanya, dari peristiwa di kantor hingga Joowon. Tentang perasaannya yang sebal karena selalu dianggap remeh hingga pada saat dia marah tak ada satupun yang menganggapnya benar-benar marah.

Dan Jaehyun hanya mendengarkan, sesekali terangguk dan menyuap eskrim.

“Tapi, pilihanmu untuk memotong rambut dan mewarnainya cokelat tembaga seperti ini bagus juga. Paling tidak kau terlihat lebih seperti manusia dengan rambut itu, kau tidak terlihat seperti boneka Kokeshi lagi hahaha…”

Hana menonjok bahu Jaehyun tapi tertawa juga. Begitulah, mood buruknya  hilang sekejap dengan tawa, eskrim dan acara televisi yang acak….err…., dan Jaehyun.

Pipi Hana merona memikirkannya, dia melihat ke sebelahnya, side profil Jaehyun terlihat sangat memukau jika dilihat lama-lama. Atau mungkin itu karena Hana melihatnya dari posisi sedekat ini? Atau bisa juga hal itu terjadi karena perutnya telah penuh oleh eskrim, yah anggap saja begitu.. Hana membatin. Tapi senyumnya tetap tak bisa lepas dari wajahnya.

***

Jaehyun merasa sangat kikuk. Tentu saja. Tapi kenapa dia harus merasa sekikuk ini hanya karena melihat Hana berganti penampilan?

Dia pikir, dia tak akan bisa jatuh cinta pada Hana lebih dari perasaan pengap dan tercekik yang selama ini dia rasakan setiap melihat senyuman Hana, atau sekedar ngobrol ringan dengannya seperti ini. Perasaan pengap dan tercekik yang dia asumsikan seperti perasaan terjebak dalam bianglala macet di puncak putaran. Sendirian. Ketakuatan. Takut jatuh cinta sendirian.

Tapi melihat Hana dari posisi sedekat ini, dengan mereka ngobrol ringan, saling meledek, dan binar matanya yang ekspresif saat menceritakan sesuatu yang menyebalkan maupun yang membuatnya bahagia, tak pernah Jaehyun merasa selemah ini.

Teringat lagi tadi saat pertamakali Jaehyun melihat penampilan baru Hana, rasanya seolah rambut oranye keemasan dengan shading cokelat itu menyedot semua oksigen dan ruang longgar di sekitarnya. Hanya ada Hana dan dirinya.

Rasanya tadi dia ingin tertawa, tertawa yang lepas. Tipe tawa yang akan kau keluarkan saat melihat seseorang yang special membuatmu bangga dan terkejut, terkejut dalam hal positif tentu saja. Kemudian yang ingin dilakukannya adalah memeluk Hana erat-erat dan memberinya ciuman. Entahlah. Dia sempat berfikir jika dirinya tak waras, maksudnya, rasa cinta macam apa yang bisa menyuntikan endhorpin padanya dengan efek sedahsyat itu seolah Jaehyun tak pernah mengenal dirinya sendiri?

Tapi jika dipikir lagi, bukankah cinta itu membuatmu menemukan apa yang sebenarnya tersembunyi dalam dirimu? Bukannya membuatmu hilang dan tak mengenali siapa dirimu lagi?
Sungguh. Semua ini membuat Jaehyun was-was. Apa yang akan terjadi setelah ini?

Rasanya seperti menumpang mimpi dalam tidur orang lain. Kalau sekedar melihat kemana Joowon memandang setiap kali Hana dan dirinya berada dalam sudut matanya, sih, seharusnya Jaehyun sadar diri. Ini kisah cinta Joowon dan Hana.

Tanpa sadar Jaehyun merangkul Hana dan membawanya ke pelukan, setengah menahan diri, Jaehyun bahkan mencium puncak kepala Hana. Ini rasanya hampir mejadi kebiasaan. Memeluk Hana. Melihat Hana dalam rengkuhannya. Pikiran Jaehyun penuh dengan kabut memabukkan seperti aroma gulali. Yang tak dia sadari, Hana bahkan tak berkelit melepaskan diri dari pelukan Jaehyun. Andai Jaehyun mau sedikit melirik ke bawah dagunya, dia akan melihat bahwa Hana justru mendekat dan menyandarkan kepala di ceruk lehernya, seolah menemukan tempatnya yang pas untuk istirahat. Bukannya mengelak dan melepaskan diri seperti seharusnya.

***

Joowon bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Dia benar-benar merasa terganggu deh. Di kepalanya berputar pertengkaran dengan Hana tadi.

“Apa masalahmu, Oppa?”

“Apa kau tak lihat, tangannya hampir menyentuh dadamu? Kau ini punya otak atau tidak, kau kan sudah menikah!” hardik Joowon.

“Lalu kenapa? Jika itu menganggunya, Jaehyun oppa pasti sudah ngamuk padaku. Tapi kenapa kau yang malah marah-marah??!” Hana menyahuti sama kerasnya.

Joowon merasa tertampar, “Tentu saja aku marah, dia kan hyungku, dan kau teman dekatku. Apa kata orang nanti, aku tak bisa menjaga istri hyungku yang juga adalah teman dekatku sendiri?” Jowoon menuntaskan kemarahannya dalam sekali nafas, terengah lalu melanjutkan “Aku kan tak mau orang-orang berpikir buruk terhadapku!”

Terdengar suara batuk di sudut, Soohyun terbatuk batuk aneh, sangat aneh seolah dia menyembunyikan tawa disela batuknya.

Hana menatap Joowon tak percaya, “Jadi kau memarahiku karena kau takut orang-orang akan menyalahkanmu karena aku pelukan dengan pria lain selain suamiku?!” Hana melanjutkan setelah mencemoohnya sejenak, “itu alasan paling tak masuk akal yang pernah aku dengar, Moon Joowon!”

Mata Joowon mendelik mendengar Hana menyebutnya dengan nama lengkap, itu artinya Hana marah besar, kan harusnya dirinya yang marah, bukan Hana. Gimana sih…

“Aku hampir saja berasumsi kalau kau ini cemburu…” Hana meniup rambut barunya yang sedikit acak-acakan karen amarah, “Cih..ternyata hanya karena kau susah payah menyelamatkan ego kepala besarmu!!”

Cemburu…
Masa sih, Joowon cemburu?

Sekali lagi Joowon membalikkan posisi tidurnya. Hah, sampai kapan nih Hana bikin Joowon sakit kepala.

Tapi benarkah, Cemburu? Memangnya kelihatan ya?

Memang sih, Joowon lupa untuk memarahi Hana karena cat rambutnya serupa wortel yang bikin mata sakit. Ya habisnya, Hana protesnya karena Joowon menguliahi dia tentang hubungan pelukan antara sesama teman dan orang asing. Sigh….

“Kalau kau masih berkeras mengingkari perasaanmu padaku, harusnya kau tak membuatnya sebegini jelas kalau kau cemburu..”

Ck..Joowon mendecakkan lidah. Kalimat Hana yang terakhir tadi menyiksanya.

tbc
hahahhaa gimana??? kasi komentar yaaaaa manteman XD