Kamis, 17 Januari 2013

[Fiksi] Another Vanilla of Me part 2








Summary:
Ditempatkan dalam posisi yang sama belum tentu akan memiliki perasaan yang sama. Dira dan Siera , dua gadis asal Indonesia ini terdampar di negeri Ginseng Korea, tepatnya di Seoul dengan kisah yang berbeda. Siera meninggalkan Indonesia untuk mencari materi sementara Dira menggadaikan materi dari Indonesia untuk secercah ilmu di Seoul. Dulu mereka seperti sepasang anak kembar dan tinggal dengan rukun didalam satu flat sederhana, hingga pada suatu pagi tiba-tiba saja mereka tak lagi mengenal satu sama lainnya. Kisah mereka yang rumit makin lengkap dengan kehaDiran kekasih masing-masing. Dira dengan L, aktor muda yang kini wajahnya mulai banyak dikenal orang. Dan Siera dengan Kyuhyun, mahasiswa yang menuntut ilmu di Universitas yang sama dengan Dira. Meski begitu, baik L ataupun Kyuhyun sama-sama tak bisa menjawab kenapa kedua gadis ini saling membenci satu sama lain.

Part 2: Beans and Lovely Carrots
Author:  chiqux
The casts belong to themself but i own this story. Please enjoy it! 
PS: sorry for the typos :p

L Infinite (Kim Myungsoo)

Kyuhyun

















L membanting script dramanya dengan kesal. Dia mengangkat kakinya ke atas meja lalu mengacak rambutnya sendiri dengan kedua tangan. Ditengadahkan lehernya pada punggung sofa kecil yang sedang ia tempati sembari memejamkan mata. Syuting hari ini berada di dalam sebuah gedung, dan dia mendapat hak eksklusif waiting room untuk dirinya sendiri sebagai pemeran utama.

10 menit lagi gilirannya take, tapi bahkan satu line dialog pun tak ada yang bisa dia pahami. Kepalanya terlalu sibuk memikirkan hal lain saat ini.

L menghembuskan nafas keras, penuh rasa frustasi. Ingatan akan Siera dan Kyuhyun di lorong Rumah Sakit tadi terlalu mengganggu konsentrasinya.

What the hell is going on?

“AAAAARGH..!!”

Kembali L mengacak rambutnya, benar-benar frustasi. Bukankah seharusnya dia lebih khawatir pada Dira? Kenapa harus Siera?

“Myungsoo-ya, segera bersiap-siap. Kau akan take sebentar lagi~” suara manajer-hyung mengembalikannya dari dunia abstrak. L segera berdiri dan merapikan penampilannya. Bagaimanapun juga dia ini artis profesional.

Tapi L tak mampu menahan dirinya untuk tidak bertanya pada manajernya.

“Hyung, setelah selesai take nanti, bolehkah aku pergi ke Rumah Sakit? Kau tau kan, Dira~ ng..” L tak meneruskan. Dia menatap manajer-hyung dengan penuh harap.

Manajernya seolah berpikir sejenak, tapi lalu mengungkapkan isyarat setuju.

“Selesaikan semua recording hari ini dan kau punya setengah hari bebas menemui Dira. Dengan penyamaran lengkap tentu saja.” Manajer-hyung memberi tekanan pada kalimat terakhirnya.

L tak bisa menyembunyikan senyumannya, dia mengangguk mantab dan berjanji akan melakukan apa yang dipesankan oleh manajernya. Ah, recording hari ini rasanya bukan apa-apa. L telah lupa bahwa beberapa saat tadi dirinya sedang kacau.

“Aktor besar harus profesional” gumamnya pada dirinya sendiri. Tapi yang terbayang di kepalanya adalah Siera. Menemui Siera secepatnya. Bukan Dira.

***

Siera berdiri sembari melipat tangannya di depan jendela ruangan tempat Dira berada. Pandangannya tertuju pada hilir mudik aktivitas suster dan pasien lain di luar ruangan Dira. Kebetulan ruangan ini berhadapan langsung dengan jalan utama didalam Rumah Sakit dan taman kecil.

Setengah tak yakin tadi pagi Siera kembali ke Rumah Sakit untuk menunggui Dira. Walau pun L sudah menyuruh salah seorang cordi kepercayaannya untuk menjaga Dira, tentu saja rasanya tak sama bukan antara orang asing dan orang yang pernah dekat?

Siera masuk ruangan tepat ketika Dira sedang disuapi sarapan. Dan saat Siera mengambil alih tugas cordi tersebut untuk menyuapi, Dira sama sekali tidak protes. Suasananya tampak normal ketika cordi L tersebut masih ada diantara mereka kecuali tak adanya pembicaraan antara Dira dan Siera. Keduanya sama sekali tak bertegur sapa dan tak mengucapkan sepatah katapun. Hingga saat cordi tersebut pamit untuk kembali ke lokasi syuting L dan Dira memalingkan posisi tidurnya membelakangi Siera, tetap tak ada interaksi di antara keduanya.

Suasana di luar kelihatan panas, bahkan Dira pun terdengar bergerak gelisah dalam tidur. Siera tetap berdiri dan melipat lengannya di depan jendela. Tak peduli bahwa ia dan Dira saling membelakangi.

Tiga tahun yang lalu suasananya juga sepanas ini saat Siera pertama kali bertemu Dira di halte bus. Saat itu Siera masih sebagai pekerja magang di kafe yng sekarang ini. Dia dapat jam kerja cuma pagi hari, disaat kafe belum terlalu ramai. Toh juga dia kerjaannya belum banyak di meja pesanan, tugasnya lebih sebagai waitress dan merapikan keadaan kafe sebelum buka. Setengah hari sisanya hingga malam ia habiskan untuk mengikuti pendidikan sebagai barista dengan salah seorang barista profesional yang terkenal di seoul. Dan di sela pergantian antara magang dan hendak berangkat les itulah dia bertemu Dira yang nampak sedang kebingungan membaca rute bis di halte dekat gedung flatnya.

***

Siera menghenyakkan pantatnya pada bangku halte, semilir angin tak cukup mengusir panas hari ini meskipun tadi Siera sudah sempat mandi dulu. Tangannya tak henti-henti menggerakkan fan kecil untuk membuat wajahnya lebih sejuk.

Ketika itulah tatapannya tertuju pada koper seorang gadis berambut panjang dengan coat lumayan tebal  yang sedang berdiri dan membaca pola dan tulisan rute bus di depannya. Bukan, bukan gadis itu yang menarik perhatiannya. Tapi koper gadis itu memiliki lambang merah putih kecil disisi sebelah atas dekat pegangannya. Dia warga negara Indonesia seperti dirinya.

Lalu pandangan Siera terurut naik ke wajah gadis yang sedang ia perhatikan. Rambut panjang yang distyle dengan ujung bergelombang dan poni lempar kanan, wajah oval dengan kulit cokelat khas asia dan (untuk yang terakhir ini Siera amat yakin) make-up tipis yang menghiasi wajahnya. Keningnya sedikit berkeringat, tentu saja dia kegerahan. Ini memang sedang masuk musim panas, dan dia memakai coat yang lumayan tebal. Mungkin dia belum survey musim-musim dan peralihannya.

Siera berdiri, dia mendekati gadis tersebut.

Excuse me, eng.. are you Indonesian?”

Gadis tersebut menoleh, dia menatap Siera dengan sedikit takut-takut. Siera memperkirakan tinggi gadis tersebut sekitar 5cm dibawahnya.

“Hai, ngga usah takut. Aku juga orang Indonesia. Sepertinya kamu tadi tampak kebingungan, ada yang bisa aku bantu?” tawar Siera menggunakan bahasa indonesia.

Gadis di depannya tersebut mengerjabkan mata dengan bingung.
***
Saat itu Dira sedang kebingungan mencari rute menuju alamat rumah yang akan menjadi tempat homestay-nya selama dia kuliah di SNU. Siera menawarinya untuk tinggal bersama di flatnya dengan pembagian sewa separuh untuk masing-masing orang. Kebetulan flat yang ia sewa lumayan luas dengan 3 kamar, dapur plus pantry, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu sekaligus ruang tv dan balkon.

Beberapa hari tinggal dengan Dira, Siera menyimpulkan kalau Dira adalah sosok yang pendiam tapi cukup cerdas. Dia mampu mencerna penjelasan apapun yang Siera berikan tentang rute bis, acara televisi, tempat-tempat nongkrong bahkan hingga situasi politik. Satu-satunya hal yang tak bisa Dira kuasai dengan cepat hanyalah bahasa korea dan penulisannya. Karena itulah setiap hari sepulang kerja, sepulang les, bahkan saat mereka makan, Siera selalu menjadi tentor gratis bagi Dira.

Dira juga sama payahnya dalam hal memasak dengan Siera, terlahir dalam keluarga yang kaya membuat Dira terbiasa tergantung dengan orang. Siera menyadari hal itu saat minggu pertama telah terlewati. Hal paling remeh seperti menyapu kamar saja terlihat sangat aneh jika Dira yang melakukannya. Dan tentu saja Siera dengan senang hati mengajari atau bahkan mengambil alih tugas itu. Entahlah, saat di dekat Dira, Siera merasa seperti memiliki seorang adik manis yang tak pernah dia miliki. Siera punya saudara sebenarnya, kembaran yang lahir 10 menit kemudian setelah kelahirannya. Orang paling dekat yang pernah ia punya tapi sekarang Siera lebih suka tidak pernah menyebut namanya lagi betapa pun sayangnya dia kepada adiknya tersebut.

Mungkin ini terdengar mustahil dan sangat tidak masuk akal, tetapi jika ditanya siapa orang yang paling Siera sayangi di dunia ini maka jawabannya adalah Dira. Untuk pertama kalinya Siera merasa memiliki saudara, sekaligus sahabat. Bisa dikatakan juga jika di Seoul ini, Siera adalah ibu kedua bagi Dira.

Mereka seumuran. Hanya saja Dira lebih beruntung karena keluarganya mampu mengirimnya ke tempat yang jauh dari rumah untuk menuntut ilmu. Sementara Siera harus meninggalkan rumah demi mengumpulkan apa yang bisa membuat keluarganya tersenyum. Semua itu membuat Siera nampak lebih dewasa dari umurnya yang sebenarnya.

Setelah menjalani hari-hari bersama Dira, Siera merasa apapun yang ia lakukan lebih berarti. Untuk pertama kalinya dia berkenalan dengan perasaan dibutuhkan. Di sini. Di tempat yang bahkan orang tua dan seluruh generasi sebelumnya dari keluarganya belum pernah menginjakkan kaki.

***

“Apa yang kau pikirkan?”

Dira memecah kesunyian dan jembatan beku di antara dirinya dan Siera untuk pertama kalinya. Siera membalikkan badannya. Setengah bingung karena Dira mengajaknya bicara.

“Eh?” hanya itu yang mampu Siera keluarkan dari mulutnya.

Dira mendengus tak sabar, dia beringsut hendak bangun. Karena sedikit kesusahan dengan tangan kanannya yang luka maka Siera bergegas membantunya. Dan Dira pun juga tak menolak.

Memang sedari tadi Dira hanya mendiamkan Siera, tak menerima kehadirannya tapi juga tak berhendak mengusir. Dia menikmati keberadaan Siera di dekatnya, tapi juga merasa sangat ingin menendangnya keluar. Hanya saja dia tak tau mana dari kedua perasaan tersebut yang benar-benar dominan. Karena itu Dira mengatupkan mulutnya di depan Siera seperti halnya Siera yang juga mendiamkannya semenjak berbulan-bulan lalu. Jujur saja, Dira sebenarnya lebih nyaman dengan keadaan saling mendiamkan satu sama lain tadi. Tapi dia tak tahan, yang ia lihat Siera justru asik memikirkan sesuatu sambil sesekali tersenyum. Dira membenci senyum itu. Sangat. Karena itu Dira berniat membuat Siera sebal dan menghancurkan apapun lamunan indah yang Siera miliki tadi.

“Kau melamun dan tersenyum seperti orang bodoh, karena itu aku bertanya. Apa yang sedang kau pikirkan?” ujar Dira ketus.

Ekspresi wajah Siera sejenak kaku, tapi setelahnya dia justru memasang senyuman paling memuakkan menurut ukuran Dira. Senyuman seorang kakak. Ugh.

“Begitukah?” suara Siera terdengar berbahaya, sedikit membungkuk ke arah Dira, dia bertumpu pada kedua tangannya di tepi kasur rumah sakit yang sedang Dira tempati.

“Kau mengomentari ekspresiku dengan tepat kalau begitu~ karena aku memang sedang memikirkan orang bodoh yang membuatku sakit kepala belakangan ini.  Apa kau ingin tau siapa dia?” lanjut Siera dengan nada licin dan menyebalkan.

Dira melengos.

“Aku sama sekali tak tertarik~” jawab Dira masih dengan ketus.

“Oh kau harus nona manis, dan tentu saja kau akan tertarik. Karena orang bodoh yang sedang kupikirkan tadi adalah.. Kau.” sahut Siera cepat. Kali ini matanya memancarkan peperangan.

Dira balas menatap. Mata bertemu mata. Marah dengan kemarahan.

“Harus kah aku bersyukur? Kau memikirkanku sembari tersenyum~”

Siera tertawa kecil. Terdengar tanpa beban.

“Kenapa aku harus memikirkanmu sambil menangis? Aku ini sudah terlalu banyak menangis untukmu~”

Dira tersedak, cara Siera berkata seolah dia benar-benar seperti yang ia maksudkan.
“Oh, dan seingatku kita sedang sepakat saling tidak bicara~ kenapa kau melanggarnya?”lanjut Siera, dia duduk di bangku dari rotan di samping ranjang dengan tenang dan menyilangkan kaki. Kedua ujung tangannya mengatup di depan mulut dengan siku bertumpu pada pegangan tempat duduk. Matanya terpejam.

“KAU YANG MEMULAI TIDAK MENGAJAKKU BICARA KALAU KAU MEMANG BENAR-BENAR INGAT~” Dira memuntahkannya dalam nada keras. Siera membuka matanya tiba-tiba. Tapi tidak terlihat tertarik untuk menjawab atau melirik ke arah Dira.

“Aku tahu. Tapi kenapa kau mengacaukannya dengan kembali mengajakku bicara?” tak terdengar nada pembelaan dalam sahutan pelan Siera.

Dira menatap tajam pada Siera. Tangannya terkepal menahan marah.

“Kenapa kau sebegini membenciku, hah? Apa kesalahanku padamu?” tantang Dira alih-alih menjawab pertanyaan Siera.

Siera membalas tatapan Dira lagi, kali ini tak ada emosi yang bisa terlihat dari mata jernih itu.

“Aku tak pernah membencimu~” jawab Siera santai sambil menyibak poninya pelan. Dia masih tak melepaskan tatapannya dari Dira.

Dira memejamkan matanya sambil menundukkan kepala, pasrah.

“Lalu kenapa kau mengacuhkanku?” cecar Dira. Dia menghindari tatapan Siera dengan canggung.

Siera bergumam tak jelas tentang sedang tak ingin bicara dan semacamnya. Dira menggelengkan kepalanya tak peduli. Kini keduanya saling menghindari menatap lawan bicara.

“Ribuan kali aku mengumpatmu, terhitung semenjak kau pergi dan mendiamkanku begitu saja tanpa penjelasan” bisik Dira, amat pelan.

Kali ini Siera tergelak.

“Oh tak usah merasa bersalah begitu. Aku juga mengutukmu 5 kali sehari, bahkan semenjak sebelum aku pergi dari sisimu yang nyaman” ujar Siera santai. Dira mendongak seketika, melongo sambil menatap Siera tak percaya. Siera melirik Dira, mengangguk yakin. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya.

Gadis ini mengerikan. Pikir Dira.

“Aku benci padamu. Sungguh.” Ungkap Dira, namun nadanya datar.

Siera mengalihkan pandangannya dari Dira, dia kembali berdiri dan melangkah ke depan jendela membelakangi Dira. Kedua lengannya terlipat di depan dada dengan kaku.

“Arayo~” (aku tau~ ) Siera menyahut pelan, terdengar dia menghela nafas berat namun masih menghindari tatapan Dira.

“Aku juga merindukanmu..” kali ini Dira berbisik lebih pelan, seolah berbicara dengan dirinya sendiri sembari menoleh ke arah Siera yang berdiri membelakanginya.

Siera berbalik dan menatap Dira, terkejut. Matanya penuh dengan ribuan perasaan tapi tak mengucapkan apapun.

Suasana sedikit menghangat, keduanya masih bertahan saling menatap.

Hingga..

Tok tok tok!

Seseorang mengetuk pintu, membuat Dira dan Siera memutuskan kontak mata dengan kikuk dan sama-sama menoleh ke pintu. Sebuah wajah menyembul masuk.

“Annyeong..” terdengar sapaan ceria L dengan masker dan hoodie warna abu-abu, dia memasuki ruangan lalu menutup pintu dengan hati-hati dibelakangnya. Matanya bersinar dan menatap Siera serta Dira bergantian.

“Apa aku menganggu diskusi penting?” celetuknya ringan.

***

L menyetir mobilnya dengan hati yang meluap-luap penuh perasaan aneh. Perasaan itu kian menjalar hingga ke perut seolah ribuan kupu-kupu hidup di dalam rongga perutnya.  Senyum lebar tak pernah lepas dari bibirnya saat dia sesekali melirik ke box ice di tempat duduk sampingnya.

“Tak kan ada seorangpun yang tau, karena aku memahamimu lebih dari siapapun, nona apel” L bergumam, wajahnya diliputi rasa sayang sambil jemari tangannya yang bebas dari setir mengusap box tersebut hati-hati.

Masih dengan perasaan hangat meliputinya, L sampai di Rumah Sakit tempat Dira di rawat. Setelah memarkirkan mobilnya di parking lot dan memakai penyamaran, L melangkahkan kakinya ringan menuju ruangan tempat Dira berada dengan box ice di tangan kirinya. Siera ada di sana, begitu lapor cordinya tadi pagi. Dan dia yakin Siera akan menyukai apa yang dia bawakan untuknya.

Sesampainya di depan ruangan Dira, L mendekatkan telinganya di pintu. Suasana terdengar lengang.

“Seperti apa yang ku bayangkan” L tertawa geli sambil bergumam. Tangannya yang tidak menjinjing box sudah hendak meraih pegangan pintu ketika tiba-tiba terdengar suara Dira.

“..apa yang kau pikirkan?”

L membeku. Untuk kali ini dia amat yakin jika pertanyaan tersebut tidak ditujukan pada dirinya yang masih berada di depan pintu masuk. Tetapi pada seseorang yang sedang berada didalam bersama dengan Dira saat ini, dan itu berarti...

“..eh?” tepat dugaan L, suara Siera menyahut pertanyaan Dira tadi.

Alih-alih masuk, L mengurungkan niatnya untuk membuka pintu dan justru menyandarkan punggungnya di dinding. Kembali mendengarkan apa yang mereka hendak mereka obrolkan.

“Kau melamun dan tersenyum seperti orang bodoh, karena itu aku bertanya. Apa yang sedang kau pikirkan?” L tersentak ketika mendengar Dira bertanya dengan ketus.

Sedikit menelengkan kepalanya, L melirik box ice yang dia bawa. Diranya. Diranya yang manis tak pernah berbicara begitu ketus kepada Siera sepanjang yang ia tau. Di depan Siera, Dira selalu lembut dan menyenangkan.

L meluruhkan posisinya kian menyandar di dinding. Tangan kanannya meraba dada sebelah kirinya sendiri. Tiba-tiba saja perasaan penuh kupu-kupu tadi hilang. Berganti rasa hampa yang kian menciut dan terasa mencubit. Di pukul-pukulnya pelan dada sebelah kirinya, tempat dimana jantungnya berdetak makin kencang dan terasa nyeri. Disini, jantung ini, pernah ada Dira dalam tiap denyutnya walaupun dia tak ingin mengakuinya. Tatapan L mengabur seiring makin rutinnya dia memukul dadanya sendiri dengan rentang pendek-pendek. Suara percakapan Siera dan Dira menghilang untuk sejenak.

Tiga tahun lalu..

L menggerutu sambil membuka kulkas milik Siera. Gadis itu sama sekali tak bisa diharapkan. Dia tidak berkunjung sama sekali ke lokasi syutingnya dan bahkan L tak bisa menemukan batang hidungnya di cafe tempat ia bekerja, besar kemungkinan dia sedang bersama Kyuhyun saat ini. Hati L sedikit berjengit saat memikirkan kemungkinan itu.

Dan dia makin jengkel ketika hanya menemukan apel di dalam kulkas Siera, serius deh.. benar-benar sebuah kesalahan berteman dengannya. L menggerutu panjang pendek.

Suara pekikan kaget di pintu dapur membuatnya menoleh cepat hingga lehernya sakit. Mata L melebar, seorang gadis asing yang tak ia kenal sedang berdiri di depan pintu dapur dengan baju mandi dan rambut basah.

Tenggorokan L terasa kering tiba-tiba saat melihat gadis cantik tersebut, dia memeriksa sekitar dengan matanya. Memastikan kalau ini benar flat milik Siera dan dia tidak salah masuk.

“N-Neo nuguya!(kau siapa!-, informal)” suara L sedikit bergetar saat bertanya, uh tidak.. lebih tepatnya membentak.

Gadis itu masih membeku, matanya melebar ngeri.. dia tidak menjawab bentakan L melainkan malah berteriak lebih keras...

“AAAAAAA~!!!!!!!”

Itulah pertama kalinya dia bertemu dengan Dira di flat Siera.

Singkatnya dari sanalah kisah mereka bermulai. Semenjak saat itu, Dira menggeser posisi Siera sebagai orang pertama yang terakhir L bayangkan saat bangun dan sebelum  tidur. Yang dia tahan berlama-lama memandang mata jernihnya sekedar untuk melihat pantulan wajahnya di sana. Yang selalu membuatnya tidak bisa tidak tersenyum saat melihat wajahnya.

Mereka terlihat seperti pasangan yang sempurna. Dira adalah sumber energi L yang terbesar saat dia hampir putus asa dan menyerah atas beban berat pekerjaannya yang tak kenal waktu istirahat. Dira adalah hari-harinya. Dira adalah keindahan dalam hidupnya.

Berempat, Kyuhyun, Siera, L, dan Dira selalu punya potongan kisah masing-masing. Mereka tak sebegitu dekat, bagaimanapun juga cinta dalam konteks pasangan hanya cukup untuk dua orang.

Sejak kapan semua itu berubah? Dulu Siera adalah senyumnya, lalu kedatangan Dira membuat semua berbalik. Siapa yang ada di hati L sebenarnya?

L menarik nafas dalam. Dia tersesat dalam tanda tanya di hidupnya sndiri. Tak seharusnya ada yang tersembunyi. Tapi jika menyembunyikan separuh hati yang lain, apa itu kesalahan? Jika L menyembunyikan dari Dira perasaan yang pernah ada untuk Siera, apa itu salah? Bukankah masalalu hanya ada ketika kau merasa bisa melawati apa yang telah terjadi di hari-hari kemarin?

Kesadaran selalu datang belakangan dan membuat semuanya makin rumit. Apa memang semua pria punya dua hati untuk di tempati wanita-wanita yang berbeda?

“...Aku benci padamu. Sungguh.” Terdengar suara Dira dengan nada datar. Tenggorokan L terasa tercekat tanpa sebab, dalam kedataran suara itu ada ribuan hampa yang bisa L rasakan.

“Arayo~..” terdengar sahutan Siera.

L berdiri, dia hendak mengacaukan entah apa yang sedang terjadi di dalam. Dia tak bisa diam begitu saja. Bilang dia besar kepala, tapi dia merasa ada sesuatu yang berhubungan dengan dirinya yang ikut memperburuk hubungan dua wanita yang sangat dia cintai tersebut.

“..aku juga merindukanmu” suara lirih tersebut mencegah tangan L yang sudah nyaris memutar kenop pintu. Terasa ada tikaman lain dalam hatinya. Kedua wanita ini, .. apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka yang tidak diketahui oleh L maupun Kyuhyun? kenapa dua wanita yang saling membenci bisa tetap berbagi hati?

Tok.. tok.. tok..!

L memutuskan untuk menerobos masuk diantara keheningan yang timbul. Dia berusaha tampak senormal mungkin.

“Annyeong..!”

Semua mata menatapnya, tapi L tak mampu membaca apapun diantara dua tatapan itu.

“Apa aku mengganggu diskusi penting?”

Seolah tersadar Dira dan sira langsung tergeragap, Siera yang mengambil inisiatif duluan. Dia meraih tas selempang dan topinya dengan cepat, lalu bersiap untuk pulang.

“aku sudah selesai dengan semuanya, aku akan pergi lebih dulu..” Siera berujar, seolah pada dirinya sendiri.

L menahan sebelah lengan Siera yang hampir mencapai pintu, “Apa kau yakin kau mau melewatkan apple stick ini?” kata L sambil menyodorkan kemasan ice stick bertuliskan rasa apel kearah Siera.

Siera terdiam sejenak, lalu nyengir. Tangannya yang bebas dari cengkeraman L terulur untuk meraih kemasan tersebut. L menggodanya dengan menaikkan tangannya lebih tinggi dan menjulurkan lidah pada Siera.

Siera mengerutkan keningnya, dia mencoba melonjak meraihnya, tapi tentu saja tinggi L bukan tandingannya. L terkekeh sementara wajah Siera semakin masam seiring dengan semakin berusaha dia melonjak meraih tangan L. Selama beberapa saat keduanya seolah lupa sedang berada di mana, sampai..

“Yeayeayea, maaf mengganggu pesta kecil kalian~ aku hanya mau bilang jika aku masih di sini kalau kalian lupa” terdengar nada penuh celaan dalam ucapan dingin Dira. L dan Siera menghentikan kegiatan mereka.

Siera memanfaatkan L yang sedang bengong karena celetukan Dira tersebut dengan meraih ice cream sticknya.

I got you, Mr. Seoul Tower” Siera menjulurkan lidahnya ke arah L.

Silly~” L terkekeh, “Hati-hati di jalan, i’ll call you later.” Tambahnya.

Siera memutar bola matanya dengan malas, “Dont even bother, aku sibuk dengan telepon dari Kyu, wont pick yours anyways” sahut Siera sinis sambil mengulum ice stiknya. Dia melambaikan tangan ke arah Dira lalu pergi begitu saja.

L menggelengkan kepalanya dengan geli. Dia menolehkan pandangan ke Dira yang berwajah cemberut dan berusaha tidak menjatuhkan pandangan ke arahnya.

“Hei, cantik. Bagaimana keadaanmu?” L mendekat sembari tersenyum hangat.

“Buruk karena kehadiranmu” sahut Dira tajam sambil memalingkan posisi tidurnya membelakangi L.

“Kha~ (pergilah-informal/casual)” tambah Dira dengan pelan.

L mengabaikan ucapan Dira, dia justru duduk di tepi ranjang Dira dan mulai membuka kotak eskrim 1.5liter yang tadi dia bawa bersama ice stick milik Siera.

Aroma vanilla manis yang menguar memenuhi ruangan menggoda penciuman Dira. Perlahan dia bergerak-gerak gelisah, tapi tetap tak membalikkan badan ke arah L.

“Jangan konyol. Kau mencintai ice cream vanilla lebih dari apapun. Kau tak akan pernah bisa tahan jika mengabaikannya.” L mengoda Dira dengan mendecap-decapkan lidahnya sengaja sambil menyuap sesendok eskrim tersebut.

Dan pertahanan Dira pun luluh..

Da heck, siapa peduli pada L jika ada eskrim vanilla maha lezat yang menari-nari di depan mata?

Mereka berdua makan eskrim dalam diam. L menyuapi Dira dengan perlahan hingga sekotak eskrim tadi tandas oleh mereka berdua.

L menyeka sisa-sisa eskrim yang menempel di ujung bibir Dira dengan penuh perhatian. Dia tersenyum.

“Tak semua wanita bisa tampak segini cute-nya bahkan jika ada sisa makanan menempel di ujung bibirnya” ujar L pelan.

“Tsk.. pembual” Dira menanggapinya dengan rasa tak tertarik.

“Bagaimana kau bisa tau?” L menanggapinya dengan renyah, dia mengedipkan matanya sekali dengan gaya menggoda. Dira memutarkan matanya dengan lagak malas.

Sekali lagi tangan L meraih box ice yang dia bawa dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Dira menelengkan kepala dan memperhatikan gerak gerik L dengan mata menyipit curiga.

“Apa di dalamnya ada kantung ajaib doraemon? Kau punya semuanya” celetuk Dira saat melihat L mengeluarkan dua kaleng minuman soda dingin.

L tertawa, “eyyy~ bukankah kita punya kebiasaan selalu minum soda dingin setelah makan eskrim?”

Dira melongo tak percaya. Kita? L masih menggunakan kata ‘kita’. Apa benar sebenarnya mereka berdua telah putus? Atau hanya di mimpinya? Siapa yang bakalan percaya jika nyatanya hari ini L tetap berlaku seperti biasa kepadanya. Kemana seluruh nada dingin yang hampir membuat Dira bunuh diri itu?

“Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Dira, penuh dengan nada penasaran.

“Apa?” L mengerutkan kening sambil menatap Dira tak mengerti.

“Kenapa kau seperti ini? kenapa kau masih sebaik ini? apa kita tak benar-benar putus? Atau aku hanya membayangkan hal-hal buruk?”

L tertegun mendengar pertanyaan Dira. Dia menatap Dira dengan serius.

“Jika yang kau maksud adalah kita berhenti menjadi pasangan kekasih, maka kau sedang tidak membayangkan hal-hal.” Sahut L pelan, tatapannya masih tak beralih dari Dira.

“LALU KENAPA KAU DISINI SEOLAH TAK ADA YANG TERJADI ??!”Dira membentak L dengan nada suara yang tinggi.

“Tidak kah kau berpikir hal-hal seperti ini akan membuatku salah paham?” nada suara Dira berubah drastis menjadi desisan pahit. Dia merasa seolah sedang menjadi boneka.

“Apanya yang harus salah paham? Kita dekat sebagai teman pada mulanya. Hanya karena kita tak lagi menjadi pasangan kekasih apa lantas kau bukan temanku lagi?” sahut L datar, dia masih tak memalingkan tatapannya dari Dira. Dira menundukkan kepala, sekuat tenaga menahan rasa panas yang mulai merambati matanya, airmata.

“Kau sakit dan sendiri di sini, apa aku tak boleh menemanimu?” ungkap L jujur. Dia menggaruk belakang lehernya dengan canggung.

Dira mendongakkan wajahnya kembali mendengar ucapan L tersebut, “Apa aku sebegitu menyedihkannya? Sakit dan sendirian, kau pikir ini semua karena siapa??!” ujar Dira berang.

Suasana menjadi dingin setelah itu. Keduanya sama-sama diam.

Tak tahan dengan kebekuan tersebut, Dira meraih kaleng soda di dekatnya tadi dengan tangannya yang sehat. Dia berkutat untuk membukanya.

“Aw~!”

“Eh, gwaenchana? (kau baik-baik saja?) Sini biar kulihat!”

L bergegas meraih kaleng tersebut dari tangan Dira dan memeriksa jemari Dira yang terluka.

“Kenapa semua wanita cantik selalu punya kecenderungan untuk melukai dirinya sendiri?” keluh L

“Aku haus, bertengkar denganmu selalu menghabiskan banyak energi!” balas Dira membela diri.

“Apa kau tak bisa meminta tolong padaku? Apa aku tak terlihat?” sahut L ketus, “Siapapun tau jika kau ini tak pernah bisa membuka kaleng minuman tanpa melukai jarimu~” L masih bersungut-sungut sambil menyeka darah di jari Dira dengan tissue dan meniup-niup atasnya pelan.

“Apa ini sakit?” tanya L tulus. Dira hanya terdiam, matanya menatap L dengan pandangan sedih.

“..karena itu, tak bisakah kau tetap berada disisiku untuk selalu membukakan kaleng minumanku dan bahkan memarahiku ketika aku melukai diriku sendiri?”bisikan Dira terasa sangat memilukan.

L menatap tepat di mata Dira yang mulai berkaca-kaca. Suasana hening kembali.

Arasso arasso, aku tau aku menyedihkan dengan bertanya seperti tadi, lupakan saja.”

 Dira meraih jemarinya yang masih ada dalam genggaman L, lalu mendorong bahu L menjauh.

“Kha~” kata Dira, “Sebentar lagi teman-temanku datang, aku tak ingin mereka memergoki kehadiranmu disini” tandas Dira dengan nada sedikit mengusir. Dia kembali berbaring dan memposisikan dirinya membelakangi L.

L menghela nafasnya pelan, “Mianhae..(maaf~)” bisiknya sebelum meraih kembali semua penyamarannya lalu beranjak dari ruangan tersebut.

Dira menangis sepeninggal L.

***

Siera mengunyah apelnya dengan rasa sebal. Pandangannya tajam ke arah dapur. Sebelah tangannya yang bebas terlipat di bawah siku lengan kanannya. Jengkel.

Terdengar bunyi beberapa keluhan dan keributan kecil dari arah dapur. Siera hanya memandanginya dengan tatapan yang berapi-api.

Satu jam  yang lalu...

Siera sedang duduk di sofa dengan kepala Kyuhyun terbaring di pahanya. Rambut panjang Siera terikat asal dengan beberapa helai rambut yang terlepas menjuntai, dia membungkuk dengan tatapan serius ke arah jemari-jemari Kyu. Siera sedang memakaikan cat kuku warna transparan untuk kuku jari tangan Kyuhyun. Kyuhyun dengan satu tangannya yang bebas sedang asik membaca komik sembari sesekali tertawa.

“Hei, aku selalu saja penasaran meski aku tak ingat pernah bertanya, tapi memangnya kau tidak malu jika kukumu bercat?”celetuk Siera tiba-tiba.

Kyuhyun mendongak, dia tersenyum.

“Kenapa aku harus malu jika cat kuku ini adalah bukti waktu-waktu berharga yang kulalui denganmu?”jawab Kyuhyun santai. Siera tersenyum hangat, jawaban itu membuat hatinya sedikit berdesir.

“Aih, stay still! Jangan  banyak gerak, nanti bisa tercoret!”

Kyuhyun tertawa, dia sengaja menggoda dengan sedikit menggerakan tangan kanannya yang sedang dipegang dengan hati-hati oleh Siera.

“Yah, aku masih punya jari-jariku yang belum aku cat juga, jadi diam..”

Ucapan Siera terputus oleh bunyi password pintu yang membuka. Seseorang melangkahkan kaki masuk ke flat tersebut. Siera dan Kyuhyun sama-sama menoleh, Kyuhyun bangun dari posisinya.

“Wah kalian sedang ritual cat kuku? Aku mau punyaku juga!” L berkata antusias sambil kakinya melepas sepatu yang dia kenakan sebelum meraih selop dan memakainya, melangkah masuk menuju ke arah Siera dan Kyuhyun.

“Apa yang kau lakukan disini?!” Siera bertanya dengan nada tinggi pada L.

“Whoa whoa whoaa, calm girl! Aku hanya berkunjung, oke?” L memaksakan dirinya melesak diantara Siera dan Kyuhyun, memisahkan mereka berdua yang duduk bersebelahan sebelumnya.

“Nih, aku mau kuku-ku di cat juga. Sama seperti kebiasaan kita dulu~” L menyodorkan jari tangan kanannya ke depan Siera yang masih melongo dengan ekspresi jengkel.

“Sebenarnya apa maumu? Kau mengganggu waktu kami, tahu?” Siera berdiri, diletakannya kedua tangan di pinggang dengan sikap permusuhan.

“Hei, santai maaaan. Apa aku tak boleh berkunjung ke tempatmu lagi, hah? Aku juga bagian dari kalian, tau!” L balik menantang. Dia juga berdiri di hadapan Siera dengan tangan berkacak di pinggang dan tinggi yang terasa mendominasi.

Kyuhyun bangkit lalu menempatkan dirinya di tengah-tengah mereka berdua.

“Hei hei hei, berhenti di sini.” Kyuhyun menolehkan wajah ke arah L sambil menunjuknya “Kau, ikut aku. Aku yang akan mengulas cat di kukumu juga.” Lalu Kyuhyun berpaling ke Siera, “Dan kau baby, aku lapar, bisakah kau belikan aku makanan? Aku sedang tak ingin makan apel” pinta Kyuhyun lembut.

Ekspresi Siera sedikit lunak, “Baiklah kalau begit..”

Belum sempat Siera menuntaskan ucapannya, L kembali memotong dengan menyingkirkan Kyuhyun dan menempatkan dirinya diantara Kyuhyun dan Siera lagi. “Tak usah, tak usah. Biar aku yang memasak, kalian mau apa, um? Pasta?”

Siera bertukar pandangan dengan Kyuhyun. Tak yakin harus menjawab apa.

Dan disinilah mereka sekarang, Kyuhyun menjadi asisten L saat memasak dengan beberapa pertengkaran kecil diantara mereka dan siera yang hanya menatap tajam ke arah dapur.

“Pasta ini terlalu lembek Kyu, aish kau akan menghancurkan mahakarya masakanku!”

“Tapi ini makan siangku,terserah aku dong! Aku akan memakan apapun yang sudah matang! Jadi berhenti protes, Myungie-myungie!”

L membelalak, dia menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk bahan saus pasta di pan.

“K-kau memanggilku apa?” dia bertanya dengan ekspresi horor.

Siera diam-diam menahan kikikan gelinya.

Kyuhyun memutar matanya dengan malas, tangannya masih tak berhenti meniriskan pasta yang telah dia masak tadi dengan semacam saringan.

“Bukankah kau tadi bilang kau ingin kembali menjadi bagian dari kami, jadi aku memanggilmu dengan nama lamamu di kelompok ini, duh~”sahut Kyuhyun santai.

“Kenapa kau ikut-ikutan memanggilku begitu, cuma siera yang boleh memanggilku begitu!” sekarang L sudah benar-benar melupakan masakannya.

Siera memburu maju, dia tak tahan lagi. Dia segera mematikan kompor di depan L dan mengambil spatula dari tangannya.

“Apa kau tak lihat sausmu sudah hangus dan berasap, myungie-myungie pabo!” siera memukul kepala L dengan spatula.

L mengaduh, namun dia tertawa lebar. “Kau memanggilku dengan nama itu lagi! Kau masih mencintaiku kan? Bagus! Aku masih punya kesempatan, yiha!” dia berlari mengelilingi dapur sambil menjulurkan lidah ke arah Kyuhyun.

Kyuhyun dan Siera bertukar pandangan lalu menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi lelah ke arah L.

“Aku tak pernah tahu jika kita punya teman anak umur 5 tahun.. ”desah Kyuhyun.

“Aku juga tidak, Kyumong (Kyu blank/ Kyu bengong/ Kyu expresionless)” sahut Siera.

“Kau memanggilku, apa? YAH! Aku ini bukan tukang bengong!”

Kini giliran L yang terhenti dari aktifitas pribadinya mengelilingi dapur. Kyuhyun dan Siera sedang sibuk saling mencekik. L nyengir lebar.

***
Semenjak saat itu L selalu merecoki kebersamaan Siera dan Kyuhyun. Seperti saat ini, mereka sedang mengobrak-abrik dapur L karena bocah itu memaksa Kyuhyun dan Siera menemaninya. Sebelumnya manager L menelepon Siera dan mengabarkan jika L sedang demam, jadi dia meminta tolong Siera untuk menemaninya di apartemen L yang maha mewah. Tapi tentu saja, jika ada Siera maka harus ada Kyuhyun, hal itulah yang membuat L sedikit uring-uringan.

“Aku terbaring sakit disini, bukannya menjagaku kalian malah pacaran di rumahku. Apa itu adil?” untuk kesekian kalinya L merajuk sambil berbaring di sofa.

“Kami mencoba membuatkan makanan yang layak untuk kau makan, dan kau masih saja mengeluh? Heol~” sahut Siera pedas. Tangannya terlihat gemetaran saat mengiris bawang bombay. “Aku bahkan tak yakin apakah makanan ini akan enak atau tidak, tapi belum jadi makanan pun dia sudah membuatku menangis seperti ini~ ugh..” Siera menambahkan sambil mengusap airmata yang membanjiri pipinya, bawang bombay tersebut membuat matanya pedih.

“Aku juga tak yakin harus berapa takaran air yang dimasukkan untuk membuat sebuah bubur enak. Dua gelas? Tiga gelas?” Kyuhyun menggerutu sambil menggaruk rambutnya. Siera mengerling ke arah Kyuhyun dan tertawa geli sambil masih mengusap airmata. Dia menghentikan gerakannya mengiris bawang bombay dan menghampiri Kyuhyun.

“Aigoo~ ternyata kau tak secerdas smartphonemu. Kenapa tak kau lihat resep di internet pabo.” Siera menjitak kepala Kyuhyun pelan. Kyuhyun justru terkekeh geli.

“Lakukan lagi, rasanya menyenangkan~” ujar Kyuhyun sambil nyengir.

Siera memelototkan mata, “Yah! Micheosseo?(kau sudah gila?) Apa kau masokis, dasar aneh.” Dia hendak kembali ke posisinya mengiris tadi saat Kyuhyun menarik sebelah tangannya mendekat.

“Yaaaah~ aku lebih memilih kau pukuli ribuan kali dari pada memikirkan berapa banyak takaran air untuk sebuah bubur enak.” Kyuhyun menanggapi dengan nada manja. Siera tersipu, namun sebelum dia sempat menanggapi terdengar suara batuk yang dibuat-buat dari L, menyela sinis.

“Aigoyaaaa, coba lihat disini. Benar-benar tak punya rasa kasihan.” L cemberut, kepalanya menggeleng-geleng dengan ekspresi bosan. “Ada teman yang sedang sakit dan patah hati di sini, dan kalian justru memamerkan kemesraan di depanku? Begitukah teman, hah?”

Siera dan Kyuhyun tertegun.

“Patah hati?” bisik Siera pelan, seolah mengulangi kalimat L tadi untuk dirinya sendiri.
L menghela nafas berat, sejenak ekspresinya tampak serius. Namun tak lama kemudian dia berubah menjadi manyun sambil bangkit dari posisi rebahannya di sofa.

“Kupikir biar aku saja yang memasak makanan~” ujarnya sambil menyisingkan sebelah lengan hoodie hitamnya. Sebelah celana trainingnya pun terlipat keatas hingga lutut, namun tampaknya L tak sadar akan hal itu.

“Apa ada sesuatu yang terjadi antara kau dan Dira?” tanya Siera tak yakin, L mengambil pisau dari tanagnnya dan mulai mengiris bawang dengan cepat dan rapih.

L hanya diam sambil tangannnya bergerak cekatan, dia tersenyum “Tsk, kerjaku di dapur lebih baik daripada kau ternyata” ujarnya seolah tak mendengar apa yang Siera ucapkan.

Siera menaikkan alisnya, hendak menuntut jawaban namun Kyuhyun menyentuh lengannya pelan, dia menggeleng mengisyaratkan untuk tak menekan L. Siera menghembuskan nafas panjang, risau. Namun dia menuruti isyarat kyuhyun. Dia mendekat ke arah L yang tenggelam dalam pekerjaannya. Siera mengambil salah satu kursi dan duduk tepat di samping L, mengamati figur L dari samping.

“Waah, sungguh tak adil. Dengan rambut bangun tidur dan baju yang asal-asalan seperti inipun kau masih saja terlihat tampan..” Siera mendesah seolah kesal sambil mengamati L dari kaki hingga kepala.

L mendongak dari semua bahan makanan yang sedang dia iris, dan menunjukkan senyum terbaiknya pada Siera.

“...apa yang telah kau lakukan pada Tuhan di kehidupanmu yang lalu,  sehingga Dia sebaik hati ini padamu, heh?” ujar Siera seolah tanpa sadar. Posisi L sangat sempurna dengan satu kaki yang sedikit membungkuk dan tangan yang mengiris cekatan, seperti sebuah iklan!

L terkekeh geli, “Kau dengar itu, Kyu. Dia sangat mengagumiku hingga memujiku tanpa sadar. Aku memang tampan ha ha ha” tukasnya dengan senyum congkak dan smirk khas. Siera masih (pura-pura) menatapnya dengan terpesona layaknya seorang fangirl.

Kyuhyun mengangkat bahunya, acuh. “Oh aku sih oke-oke saja sepanjang dia belum memujimu cerdas” sahut Kyuhyun santai.

Senyum L menghilang dengan cepat dari wajahnya, “Yah, kau benar-benar mau mati rupanya!” L mengangkat pisau di tangannya dengan sikap menantang.

Siera tertawa, dia bangkit dari dudduknya lalu menghampiri Kyuhyun. Menarik tangannya untuk beranjak dari sana. “Dia sudah sembuh. Mari kita pulang. kalau dia sudah ingin membunuh orang, berarti dia sudah sembuh.” Gumam Siera pada Kyuhyun, masih sambil tertawa.

“Yah! Yah! Kalau kalian berani melangkahkan kaki sesenti pun dari rumahku, kalian akan mati. Yah! Aku ini sakit! Yah eodiga!(kalian mau kemana!)” terdengar teriakan L saat Kyuhyun dan Siera berlari ke arah pintu sambil tertawa.

***

Dira membetulkan letak tas di pundaknya dengan perlahan, tangannya sudah 75% pulih dan dia diperbolehkan pulang hari ini. Sedihnya tak ada seorangpun yang menjemputnya. Selesai memberesi barang-barangnya dia menuju ke tempat administrasi untuk membayar biaya rumah sakit. Tapi ternyata semua biaya perawatannya sudah dibayar lunas atas nama ayah Kyuhyun. Dira akan membicarakan hal ini dengan kyuhyun saat dia sudah masuk kuliah nanti.

Setengah lesu, Dira menaiki tangga gedung tempat flatnya berada. Dia sedang tak ingin lewat lift, sebisa mungkin dia ingin menghindari bertemu orang banyak hari ini, kepalanya sedikit sakit.

Sedikit kesusahan dia membuka pintu menuju koridor tempat flatnya berada. Karena sebelah tangannya masih di gantung di leher, tasnya merosot dari pundak. Saat dia menunduk hendak mengambil, dari ujung yang berlawanan terdengar suara tawa dan sedikit suara orang bertengkar. Dira mendongakkan wajah, lalu hatinya mencelos dingin.

L, Kyuhyun dan Siera keluar dari flat Siera yang berjarak 5 nomor dari flatnya sendiri. Terlihat Kyuhyun sedang terkekeh geli dan Siera serta L yang beradu mulut heboh. Tangan Dira tiba-tiba tak mampu mengangkat tasnya yang terjatuh, dia hanya menunduk, berharap mereka tak melihat keberadaannya dan tentu saja.. raut wajahnya yang mungkin terlihat sangat patah hati.

Tapi suara adu mulut dan tawa tadi berhenti tepat di depannya. Tentu saja, lift di lantai ini berhadapan langsung dengan pintu keluar dari tangga darurat, bagaimana mungkin mereka tak melihatnya? Dira mengutuk kebodohannya dalam hati dan berusaha tampak wajar, dia meraih tasnya hendak kembali berdiri dari posisi jongkoknya sedari tadi.

Seseorang melangkah ke arah Dira dan mengambilkan tasnya yang terjatuh. Orang tersebut bahkan membantu Dira berdiri. Tanpa perlu mendongak Dira tau siapa orang yang ada di depannya ini. Siera. Dira menggigit bibir bawahnya hingga terasa sakit.

Tanpa sepatah kata Dira mendongak dan bertatap mata dengan Siera, lalu pandangannya bergeser menatap Kyuhyun dan L yang sama-sama saling menatapnya balik. Kyuhyun dengan raut simpatik dan L yang tampak datar tak terbaca.

Siera beranjak dari depan Dira tanpa sepatah katapun dan menggamit lengan Kyuhyun, memasuki pintu lift yang sudah membuka. L mengikutinya dari belakang, meninggalkan Dira yang masih mematung.

Tatapan Dira tak  terlepas dari mata L yang juga balik menatapnya hingga pintu lift menutup. Mata itu, tatapan itu sama seperti yang dilihat dilihat Dira di kaca riasnya pagi ini. Apakah mungkin jika, L.. juga sama patah hatinya seperti dirinya?

Myungsoo-ya, where do i belong? Dira membatin pilu dalam hati.

***
“Kenapa kau mengacuhkan Dira?”

Tiba-tiba saja Siera bertanya pada L sambil mengulurkan botol garam ke arahnya. Mereka bertiga, Siera, L dan Kyuhyun sedang makan malam di apartemen mewah L. Beberapa hari ini memang L merajuk dan memohon-mohon untuk mengikutkan dirinya dalam semua kegiatan Kyuhyun dan Siera.

L tak menjawab, dia menerima botol garam dari Siera dan menuangnya ke telur di piringnya. Dia memakan makan malamnya dengan santai.

“Apa kau dan Dira.. apa hubungan kalian berakhir??” desak Siera. Kyuhyun hanya diam, tapi matanya ikut menatap ke arah L dengan menyelidik.

L menghentikan suapannya karena merasa tatapan dari kedua orang di depannya tersebut. Dia menghela nafas dan meletakkan sumpitnya perlahan. Dia mendongak, menatap Siera dengan serius.

“Aku serius saat aku bilang, aku patah hati. Jadi apa kau mau mengobati patah hatiku sekarang?” desah L pelan. Tatapannya tajam ke arah Siera.

“Siapa yang memutuskan hubungan? Kau atau Dira?” Siera masih tak menyerah, dibawah tatapan L yang tajam pun tak mampu meruntuhkan sifat keras kepalanya.

“Dia yang menyuruhku pergi, dia yang memutuskanku. Dia yang tak bisa hidup dengan aku yang ada di pikirannya setiap hari.” Ujar L, matanya penuh rasa marah. Namun sekilas kemudian redup saat dia melanjutkan ucapannya kembali. “Saat aku menuruti apa keinginannya, saat aku merasa lelah selalu menjadi pihak yang bertahan, dia memohon untuk kembali padaku. Dan itu menyakiti harga diriku. Apa kau tau??”

Suasana hening. Siera bahkan tak mengedipkan matanya dengan tatapan yang terlihat menyalahkan L. Kyuhyun bergerak gelisah dalam tempat duduknya, tak tau harus berbuat apa.

“Dan aku bilang tidak bisa. Aku lelah. Aku tak mau bertahan lagi. Jika memang itu artinya aku yang kalah dalam hubungan ini, maka aku akan menerima kekalahanku sendiri. Dan dia bilang aku tak boleh mendekatinya atau berbuat baik padanya lagi meski hanya sebagai teman, dia bilang itu akan membuatnya salah paham. Aku lelah, Ra” L menenggelamkan wajahnya dalam telapak tangan yang mengatup lalu mengacak-acak rambutnya kesal. “Aku lelah mengajarkan bagaimana cara hidupku padanya. Aku lelah bersama dia. Aku lelah atas semua permainan pura-pura ini.”

Lalu  L melanjutkan dengan pilu, “Kenapa wanita selalu ada di pihak yang terlihat disakiti, sementara pria seolah menyakiti? Aku hanya tak mampu mengikuti apapun keinginannya selama ini. Aku tak sanggup membaca apa yang dia inginkan.  Kenapa dia tak bisa seperti kau yang sederhana dan biasa? Kenapa dia tak bisa seperti kau yang mengerti bagaimana caraku hidup dan untuk apa aku bertahan? Kenapa dia bukan kau? Kenapa bukan kau yang mencintaiku, kenapa?????!” L tak mampu mengontrol semua perasaan di hatinya hingga dia melemparkan gelas di depannya ke dinding di samping meja makan.

Siera terbelalak, di wajahnya terbayang rasa marah, sedih dan kasihan sekaligus. “Kau menyedihkan, Kim Myungsoo. Kau pecundang~”ujar Siera pelan. L dan Siera masih beradu tatap. Kyuhyun mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan tenang.

Dengan kalimat tersebut, Siera bangkit dari meja makan lalu menyambar mantelnya dan pergi meninggalkan apartemen milik L. Kyuhyun tak mengejarnya, tak pula L.

Suasana hening. Tak ada yang berniat melanjutkan makan lagi sepeninggal Siera.

“Dia akan membencimu untuk semua ini~” kata Kyuhyun pelan.

L tercenung, lalu menjawab dengan pahit. “Dia sudah membenciku lama sejak kubilang aku jatuh cinta padanya, bukan pada Dira. Jadi, apa bedanya?”

Leher kyuhyun berputar dengan cepat, menatap L seolah tak percaya.

“Kau.. serius dengan pernyataan cintamu dulu?” tanya Kyuhyun.

“Hanya karena kau tak menganggapnya serius, bukan berarti aku tak serius dengan apa yang aku ucapkan~” L bangkit dari tempat duduknya lalu pergi ke kamarnya. Dia membanting pintu kamarnya keras. Meninggalkan Kyuhyun yang masih termangu dan mencerna apa yang sedang terjadi.

*** TBC***

“..I love you not only for what you are, but for what i am when i am with you”

“..and Love isn’t finding a hand that perfectly fits yours. But finding someone who is willing to hold your hand no matter how unfit may be.” (anonim)

Kalau kau tak bisa melepasnya, maka katakan di mana tempat terbaik aku harus berdiri? Bertahun-tahun telah berlalu semenjak aku dikalahkan oleh kesedihan, kupikir ia sudah pergi setelah tsunami terbesar yang membuatku lebur. Tapi serupa ninja, ia selalu ada dalam bayang-bayang.